Logo

Logo
Latest News
Friday, September 5, 2014

Mereka yang Menyombong, Kejujuran Bukan Nostalgia


MB.com, OPINI - “Jagalah dirimu baik-baik terhadap itu, kalian Manusia-Manusia Lebih Tinggi! Karena tidak ada yang aku anggap lebih berharga dan langka dewasa ini kecuali kejujuran.” Demikian Zarathustra. Saat itu, ia berumur 40 tahun. Sebelumnya, selama 10 tahun, ia memilih jalan sunyi. Ia Kembali.

Kejujuran memang sesuatu yang langka dan berharga. Reformasi yang meruntuhkan rezim Orde Baru sepenuh-penuhnya adalah gelombang perubahan yang diniatkan untuk menegakkan kejujuran. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ialah puncak ketidakjujuran yang ditolak oleh gelombang reformasi. Hari ini Kejujuran mungkin telah dianggap klise.

Seberapapun klisenya bagi sebagian yang ingin melupakan reformasi, pada gelombangnya kita mencatat nama Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hery Heriyanto, dan Hendriawan Lie yang menjadi martir atas impian tegaknya kejujuran di republik ini. Juga ada Yap Yun Hap, anak muda yang tewas ditembak demi hal yang sama: Kejujuran.   

Gelombang besar itu, hari ini seakan telah dibikin surut. Ia seperti buih-buih dalam obrolan nostalgia. Sekedar ala kadarnya. Memang, sekarang telah “berdiri kokoh” gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gedung ini dibalut spanduk besar dengan tulisan gagah, “Berani Jujur Hebat!”
Seperti slogan anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, saat reformasi menggelombang, begitu juga spanduk dan stiker “Berani Jujur Hebat” adalah hasrat yang ingin terus digemakan oleh sebahagian kita. Suara ini semacam gema dari hasrat orang-orang kebanyakan yang ada di tepian republik. Suara yang sesekali timbul, namun acap tenggelam oleh kebisingan politik harian. Tertangkal oleh ramainya transaksi pasar politik.

Pada pasar politik kepentingan menjadi mantra yang membutakan nalar publik. Mantra yang membuat niat baik tak terdengar. Mantra yang menjadi matra. Pedoman untuk mematrikan kekuasaan. Menjaga hasrat akan kemewahan hidup yang jumawa. 

Atas hasrat yang jumawa ini lamat-lamat khalayak menjadi samar. Khalayak dibikin asyik oleh akrobat politik. Hingga tak hirau pada urusan tukar-menukar di pasar politik. Bahwa, menjadi berlimpah kemewahan dalam sekejap adalah sesuatu yang baik-baik saja. Lalu, seakan, tak ada kejahatan di situ. Menjadi pemimpin dan juga pejabat adalah sehat, dan akan lebih bugar kalau sekaligus menjadi kaya mendadak. Jadi, itu bukanlah sihir.

Zarathustra bernasihat pada apa yang ia sebut dengan Manusia-Manusia Lebih Tinggi.  “Karena dewasa ini orang-orang picik telah menjadi tuan dan penguasa: mereka mengkhotbahkan penyerahan dan penurutan dan kehati-hatian dan kerajinan dan timbang rasa dan kebajikan-kebajikan picik lainnya yang bermacam-macam.”

Isyarat tokoh dalam karya Friedrich Nietzsce ini seakan menemui bentuk dalam lapak-lapak pasar politik kita. Kepicikan menjadi-jadi dalam kemasan kebajikan yang klimis dan necis. Kesantunan menjadi bungkus yang memendam bau busuk. Bau yang tersamar dalam kebajikan-kebajikan, dan pada endapan yang terdalam, ia adalah racun yang mematikan.

Kejujuran dan dusta seperti air dan minyak.  Kata Zarathustra, “Mereka menyombong bahwa mereka tidak berdusta: tetapi ketidakmampuan berdusta itu sama sekali bukan cinta pada kebenaran.” Begitulah, mereka mungkin memang merasa tak berdusta. Bahwa, mereka “jujur” mencintai kemewahan dengan cara yang jumawa. 

“Ketika engkau sampai pada tujuanmu, ketika engkau meloncat turun dari kudamu: justru pada ketinggianmu, engkau Manusia Lebih Tinggi, akan tersandung!” Begitulah taklimat Zarathustra. Dan, kejujuran bukanlah nostalgia.

(dadang rhs)
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Mereka yang Menyombong, Kejujuran Bukan Nostalgia Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi