Logo

Logo
Latest News
Friday, October 25, 2013

NGALU NDORI : TERMINUS A QUO DEWI PADI

                 Gambar ini diambil di museum Blikon Bliwut Ledalero menggunakan camera digital oleh Marlin Bato


Oleh: Marlin Bato
Jakarta, 25/10/2013


Konon, dari cerita legenda-legenda tentang ibu padi [ine Mbu], beberapa orang tua menceriterakan cikal bakal munculnya dewi sri di tanah Lio. Wilayah Lio secara geografis berada dalam topografi yang sangat ganas. Terdapat enklave-enklave kecil yang saling memisahkan antar kampung-kampung. Perihal Ngalu Ndori yang dikabarkan sebagai asal mula cerita ibu padi, kini Ngalu Ndori dinamakan; Nua Ria Sera Ndori yang merupakan dangkalan sebelum terjadi bencana air bah. Jejak sejarah ibu Padi bermula dari kampung ini yang selanjutnya setelah terjadi bencana keluarga ibu padi menyebar di beberapa titik diantaranya Mase Ndale, Kolo Raja, Nua Kaja, Biri Kaja, Sero Sipi bahkan di wilayah-wilayah lain.

Ibu padi, dalam legenda masyarakat Lio merupakan sosok wanita yang menjadi penyelamat atas sebuah bencana kelaparan dasyat diwilayah yang membentang dari ujung timur hingga barat pulau Flores. Barangkali di Ine Mbu [dewi padi] diwilayah Lio merupakan satu-satunya legenda heroik mewakili masyarakat dibumi bersamaan dengan munculnya legenda dewi Sri di Sundaland [pulau Jawa dan Bali].

Dalam mitologi suku Jawa maupun Bali, nama lain dewi Sri disebut Nyai Pohaci Sanghyang Asri [dalam Bahasa Sunda], merupakan dewi padi yang mengandung kesuburan bagi petani-petani Jawa dan Bali. Ia merupakan pralambang dewi pertanian. Sejak jaman pra-Hindu dan pra-Islam sosok dewi padi dikultuskan dan dimuliakan dalam bentuk pemujaan-pemujaan animismistik. Ia diyakini sebagai ibu yang menguasai semesta dan buana yang juga mencakup aspek-aspek keibuan sebagai pelindung serta kelahiran kosmik.

Kendati secara dogmatis mitologi dewi padi dalam suku Jawa dan Bali sangat kuat, namun legenda yang menceritakan dewi padi tersebut secara faktual ada kemiripan dengan legenda Ine mbu [dewi padi] di wilayah Lio. Kemiripan itu terletak pada tradisi pemujaan dan penyembahan dalam ritus-ritus penghormatan kepada ibu padi. Meski demikian, adapun beberapa perbedaan mencolok antara kedua legenda tersebut. Masyarakat suku Jawa maupun Bali mempercayai adanya legenda ibu padi yang bersumber pada kisah Batara Guru dan dewi-dewi Khayangan yang hidup dalam istana yang megah. Dewi padi dalam cerita pewayangan Jawa merupakan sosok penjelmaan ular yang berubah wujud menjadi bidadari cantik nan rupawan yang ingin dipersunting oleh Batara Guru.

Dalam berbagai literatur sejarah, kisah Batara Guru ini juga rupanya telah hidup dalam legenda-legenda kuno di India negeri asal Hindustan yang mana Ular merupakan titisan sang dewata. Namun, hingga kini agaknya sangat sulit untuk memastikan secara komprehensif dimana locus delikti kisah Batara Guru ini terjadi, sebab legenda tersebut hanya bersifat fiksi, pasalnya tidak disebutkan pula bukti otentik terkait istana dan kerajaan mana peristiwa ini terjadi bahkan hanya disebut istana khayangan. Karena itu kisah tersebut oleh masyarakat penganutnya dianggap dan diyakini hanya terjadi dalam pewayangan seperti halnya kisah Arjuna dan Srikandi akibat proses pembentukan karakteristik dan figurisme manusia [bdk J. Sibinga-Mulder. Culturel Indiee. 1948 Hal. 39-41].

Di wilayah Lio, sejak jaman prasejarah telah muncul legenda Ine Pare atau yang disebut Ine Mbu yang disertai locus serta beberapa bukti otentik untuk memperkuat legenda tersebut. Kebudayaan masyarakat Lio secara historis tidak terlepas dari pengaruh Hinduisme yang masuk ke wilayah Nusantara. Watak keibuan Ine Mbu [ibu padi] dalam masyarakat Lio, secara masif telah dibentuk oleh pengaruh Hindu sehingga memberikan demarkasi yang jelas kepada ibu padi menjadi sosok dewi Sri, ibu dari segala ibu yang juga merupakan pralambang kesuburan, meski pada akhirnya masyarakat Lio tetap mempertahankan ide dasar watak kedewian dengan sebutan Ine Pare. [bdk. P. Sareng Orinbao]. Hal ini memperjelas bahwa ide dewi Sri dengan pengaruh Hindu justru muncul pada masa yang berbeda [zaman kemudian], sehingga pemeliharaan dan perlindungan terhadap padi di Lio adalah tetap berpedoman pada pengaruh Ine Pare. Jadi Ine Pare pada suku-suku bangsa Lio dari zaman pra-Hindu, telah mendahului zaman masuknya Brahmanisme [Hinduisme] dari India ke Nusantara. [bdk. Mahjunir 1967. Hal. 112-113].

Berikut adalah syair ratapan Ine Mbu sebelum menyerahkan diri atas pembunuhan yang dilakukan oleh saudaranya Ndale yang diterjemahkan oleh bapak Gagi dari kampung Pora, Desa Nggela:

NARA. ELE KAU PALI-PALI MAWE ROA LABI
ELE KAU WELU-WELU MAWE ROA WELA
ELE KAU NDOTA NGERE NDOTA MBONGA
ELE KAU NDAI NGERE NDAI PARI
ELE KAU SISA NGERE SISA IKA

TA GHELE ROA ……(NARA)
GHELE LEKA SAO RIA TENDA BEWA
GHELE LEKA TANGI SEA LEKE SERE
GHELE LEKA EMBU WELU KAJO PA’A

LEKA KUWU LEKA JEBU
LEKA TENDA INE EO JILA NGERE NENU SINA
GHELE LEKA TANGI BABA EO MASA NGERE PINGGA BHA
AKU TA’U RA NEKU LOKA LEKA TANA ONGGA
GETO OLA MESU LEKA WATU EMBU

Berarti:

Saudara, meski parangmu siap di asa, namun jangan dulu bunuh
Walau tajam, namun jangan dulu belah,
Akan kau cincang aku bagai ketam,
Kau iris bagai ikan pari

Namun, sabarlah sampai ditempat sana
Dirumah gadang dan balai agung,
Ditopang, ditunjang tiang raja
Ditempat pusaka nenek moyang
Walaupun hanya pondok dan sarang
Justru inilah balai ibunda yang mengkitap bagai cermin
Disana, tangga ayah bening sebagai pinggan

Aku cemas darahku mencecer di tempat haram
Dagingku berjatuhan di nisan leluhur


Dari syair tersebut disimpulkan bahwa terjadi sebuah peristiwa dramatis menjelang kematian ibu padi yaitu menuntut kematian terhormat. Ia menuntut perlakuan yang sepantasnya sebagai seorang wanita prestise, menurut keagungan leluhur. Ia bersedia dibunuh ditempat yang seturut ilham yaitu gunung Kelindota yang mana dalam perspektif Ine Pare, gunung Kelindota merupakan pusaka pubakala sejak jaman nenek moyang sebab gunung Kelindota mempunyai daya magi luar biasa. Jika dicermati menurut sudut pandang profetis, syair ratapan Ine Mbu mengungkapakan kebesaran jiwa demi cinta yang begitu besar lewat sebuah magnificat dedikasi heroik sebab darah wanita yang dikorbankan akan mendatangkan kesuburan.

Oleh sebab itu, ritual pembunuhan di gunung Kelindota merupakan ritual puncak paling sakral dalam tradisi masyarakat Lio sehingga terjadilah proses inkarnasi Ine Mbu menjadi ibu padi dan menyebar ke berbagai pelosok negeri. Sejak saat itu, masyarakat Lio selalu melakukan berbagai ritual penghormatan kepada ibu padi pada saat musim tanam tiba. Hal ini dilakukan agar hasil panen senantiasa melimpah.

Merujuk pada ringkasan diatas, dapat ditanggapi secara rasional bahwa Ine Mbu [Ine Pare] adalah wanita pertama yang berhasil melakukan domestika padi. Artinya cerita Ine pare yang bermula dari Ngalu Ndori tersebut telah menjadi peletak dasar munculnya kisah-kisah dewi Sri di beberapa wilayah. Ngalu Ndori, dalam legenda Ine Pare yang digambarkan oleh tetua adat Lio, merupakan titik sentral perabadaban Lio jaman prasejarah lewat manifesto tanpa kata, yang disebarkan melalui pengembaraan Ine Pare dengan cara hidup nomaden.

Jika diperkirakan tarik masa terjadinya air bah [ae mesi nuka tana lala] di wilayah Flores, atau tenggelamnya Sundaland menurut Stephen Oppenheimer dalam buku Eden In The East, bahwa air bah [banjir besar] terakhir terjadi pada kurun waktu 11.000 tahun yang lalu. Artinya telah terjadi korelasi yang tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa tersebut juga menyebabkan tenggelamnya kampung Ngalu Ndori dan menghapus secuil peta daratan Flores menjadi sebuah dangkalan. Apabila hipotesis ini benar berarti dapat diperkirakan bahwa Ine Pare [Ibu Padi] di wilayah Lio telah hidup dalam rentang waktu 11.000 tahun silam karena kampung Ngalu Ndori merupakan titik awal mata rantai pertama pengungsian keluarga ibu padi menuju Kelindota yang dianggap sebagai pusat daya magi maksimal.

P. Sareng Orinbao dalam naskah "Nusa Nipa", menyiratkan adanya koherensi mistik yang bersumber pada pandangan Hinduisme bahwa Ular yang diyakini sebagai cikal bakal sebutan pulau Flores merupakan jalinan harmonis kekuatan magi ibu padi yang mana Ular merupakan mahkluk mitos penjaga dewi padi di seluruh daratan Flores sebab ibu padi adalah reinkarnasi ibu bumi [pertiwi]. Tidak heran, Yoseph Glinka SVD seorang misionaris dan antropolog yang dikenal dengan sebutan poliglot mengungkapkan bahwa suku bangsa Lio adalah suku bangsa tertua di Flores.

Menjadi sebuah keniscayaan bahwa sebuah misteri akan selalu menimbulkan pertanyaan menyeruak dalam benak; Apakah dewi padi yang menjadi mitos dalam budaya Jawa dan Bali merupakan metamorfosis dari legenda Ine Pare?? Namun yang pasti berbagai fakta sejarah di Lio telah mengungkapkan bahwa Ngalu Ndori yang sekarang dikenal dengan sebutan "Nua Ria sera Ndori" merupakan "Terminus A Quo Dewi Padi" yang berarti titik awal dan cikal bakal mata rantai kemunculan legenda Ine Pare, bukan "Terminus A Quem", mata rantai persinggahan dari legenda peradaban lain.

Terimakasih, semoga bermanfaat
  • Facebook Comments
Item Reviewed: NGALU NDORI : TERMINUS A QUO DEWI PADI Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi