Logo

Logo
Latest News
Wednesday, November 5, 2014

Bung Karno, Semangat Kita Baja!


MB.com, TOKOH -- “Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu itu juga biasa. Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!Cuplikan pidato Bung Karno ini, agaknya masih sangat relevan bilamana digelorakan sekarang.

Bagaimana tidak, baru-baru ini tetangga kita Malaysia lewat Utusan Malaysia, melontarkan tudingan, bahwa Indonesia sengaja menutup data radar, terkait pergerakan pesawat MAS MH370 saat melewati wilayah udara Indonesia menuju pulau di bawah kekuasaan Inggris, Pulau Diego Garcia. Tudingan lain, ada hubungan rahasia dan kerjasama antara Indonesia dengan AS untuk tidak memberitahu data radar itu. Sebuah tudingan yang tidak saja terburu-buru dilontarkan, akan tetapi juga terkesan “asal njeplak”.

“Asal njeplak”-nya Malaysia itu mengingatkan kita bahwa negeri jiran itu juga pernah asal mengklaim tarian tor-tor, gordang sambilan, tari pendet, angklung, kain ulos, lagu Jali-jali, reog, diaku sebagai kekayaan seni budaya Malaysia.

Kalau sekiranya iya, tudingan Malaysia mengenai hilangnya pesawat MAS itu benar, tentu sangat mengherankan, lantaran ada beberapa penumpang WNI pada pesawat tersebut. Tudingan Malaysia, menambah deretan sentimen buruk yang pernah ditujukan terhadap Indonesia. Masih hangat di ingatan kita, Malaysia mengklaim blok Ambalat, wilayah kedaulatan Indonesia yang terletak di timur laut Kalimantan Timur itu sebagai wilayah teritorialnya.

Klaim Malaysia atas Ambalat itu, tergerak setelah sebelumnya, Mahkamah Internasional pernah memenangkan Malaysia atas sengketa pulau Sipadan dan Ligitan. Belum lagi persoalan-persoalan yang menyangkut TKI di Malaysia. Banyak tenaga kerja kita di sana yang diperlakukan tidak manusiawi: disiksa, dan tidak sedikit yang tidak dibayarkan gajinya. Mereka yang mengalami nasib demikian diperlakukan seperti budak belian. Perangai buruk negeri tetangga yang kembali mengemuka, kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin akan terjadi gelombang demonstrasi anti Malaysia di seluruh Tanah Air, seperti ketika kasus Ambalat menyeruak.

Jangan lupa, gemuruh semangat nasionalisme kita tidak gampang tergerus seperti ketika digelorakan Bung Karno pada 3 Mei 1964 di Jakarta. Saat itu Bung Karno mencanangkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat). (1) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan (2) Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei.

Dalam waktu singkat, terhimpun jutaan sukwan dan sukwati, di samping satuan-satuan ABRI yang juga menyebut diri sebagai sukarelawan. Para sukwan-sukwati yang berasal dari beragam profesi (dokter, wartawan, mahasiswa, dan sebagainya) itu siap di kirim ke wilayah-wilayah perbatasan dengan Malaysia, seperti Perairan Riau, dan Kalimantan utara.

Rentetan peristiwa yang memicu Bung Karno mencanangkan Dwikora, adalah ketika Inggris menyatakan akan membentuk negara Federasi Malaya, sebagai bagian dari proses dekolonisasi terhadap jajahan Inggris di Asia Tenggara.

Berdasarkan rencana itu, maka Semenanjung Malaya, Singapura, Brunei, Sabah, dan Serawak akan bergabung menjadi satu dalam Federasi Persekutuan Melayu. Bung Karno memandang, pembentukan federasi itu hanya sebagai negara boneka Inggris, yang dianggap sebagai kolonialisme dan imperialisme bentuk baru yang akan menjadi ancaman bagi keberadaan RI.

Sebenarnya, Indonesia bersama dengan Filipina, telah secara resmi menyetujui dibentuknya Federasi Malaysia. Akan tetapi Presiden Soekarno memandang, harus terlebih dahulu diadakan referendum yang akan diorganisir PBB. Akan tetapi secara sepihak, pada 16 September 1963, Malaysia menyatakan bahwa pilihan rakyat Malaya, Sarawak, Singapura, Brunei, dan Sabah adalah urusan dalam negeri. Dengan demikian, Malaysia telah melanggar kesepakatan sebelumnya antara PM Tunku Abdul Rahman, Presiden Soekarno, dan presiden Filipina, Diosdado Macapagal, yang terangkum di dalam Macapagal Plan yang mensyaratkan rencana “penyelesaian wilayah Asia, oleh Asia, dengan cara Asia”.

Keputusan secara sepihak Malaysia menyebabkan Bung Karno marah. Akan tetapi sekali lagi, Bung Karno tetap berusaha melakukan pertemuan dan melakukan pembicaraan dengan PM Tunku Abdul Rahman. Yang terjadi justru sebaliknya. Ketegangan semakin meruncing, setelah pertemuan antara Bung Karno dan Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman yang menemui jalan buntu.

Hubungan kedua negara semakin memanas. Ditandai dengan serangkaian demonstrasi anti-Indonesia dan anti-Soekarno di Kuala Lumpur. Para demonstran menyerbu gedung KBRI. Merobek-robek foto Presiden Soekarno. Membawa lambang Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman kemudian memaksanya untuk menginjak lambang negara RI tersebut.

Ulah para demonstran di Kuala Lumpur terkabar sampai di Tanah Air. Karuan saja, kemarahan Bung Karno terhadap Malaysia pun meledak. Tindakan para demonstran Malaysia tentu saja telah menginjak-injak harga diri Indonesia sebagai bangsa.

Simaklah cuplikan pidato Bung Karno dalam pencanangan Dwikora dan Komando Ganjang Malaysia: Yoo...ayoo.... Kita ganjang, Ganjang Malaysia, Ganjang Malaysia. Bulatkan tekad­­­­, Semangat kita badja, Peluru kita banjak, Njawa kita banjak, Bila perlu satoe-satoe!"
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Bung Karno, Semangat Kita Baja! Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi