MB.com, TOKOH --- Pesawat R80
buatan BJ Habibie (78), mantan Presiden RI, laku keras. Meski baru siap
diproduksi pada 2018, sebanyak tiga maskapai penerbangan sudah siap
membeli sebanyak 145 unit. R80 merupakan generasi penerus N250 yang
sempat terhenti di tengah jalan.
"Besok
(11/8/2012) akan dilakukan penandatanganan di rumah saya di Kuningan.
Saya akan menjabat Ketua Dewan Komisaris dan akan memanfaatkan network
saya. Projeknya mengembalikan N250. Nanti saya akan mengembangkan
desain lebih dulu dan mesinnya akan disesuaikan dengan mesin yang
sekarang," kata BJ Habibie, usai upacara peringatan Hari Kebangkitan
Teknologi Nasional (Hakteknas), di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat
(10/8/2012).
Pernyataan
Habibie dua tahun silam itu, kini mulai membuahkan hasil. R80 yang
berkapasitas 80-90 penumpang, lebih banyak dibanding N250 yang 50-60
penumpang, laris manis. Maklum, R80 memiliki beberapa kelebihan
dibanding pendahulunya. Lebih murah dari segi harga, biaya pemeliharaan,
juga irit bahan bakar karena merupakan pesawat terbang berbaling-baling
(turboprop).
“Dari 7 maskapai yang menyatakan minat, sudah 3 yang menandatangani Letter of Intent,
bahwa mereka akan membeli pesawat sebanyak 145 unit," kata Ilham
Habibie, Komisaris PT Regio Aviasi Industri (RAI), di Bandung, pada Rabu
(10/9/2014).
Keterangan
putera sulung Habibie ini, membuktikan bahwa inovasi putera Pare-Pare
ini tak pernah berhenti. R80 didesain untuk rute pendek dengan jarak
tempuh kurang dari 600 km dan mampu diakomodasi oleh bandara dengan
landasan pendek. Sangat cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia.
Diharapkan R-80 bisa menghubungkan pulau-pulau terpencil di negeri ini.
Era
kedirgantaraan di negeri ini dimulai pada 1974, ketika BJ Habibie,
pemuda brilian yang menuntut ilmu dan berkarya di Jerman Barat diminta
kembali ke tanah air oleh Presiden Soeharto. Habibie
diminta pulang untuk membantu tugas-tugas presiden, menjadi penasihat
pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi.
Maka, pada
1974 itu pula, di antara tugas-tugas membantu presiden, dimulailah riset
dan pembuatan pesawat. BJ Habibie dibantu 20 tenaga ahli mengerjakan
tugas berat itu, hingga 10 tahun kemudian membuahkan hasil.
Pada 1984,
Rudy, panggilan masa kecil Habibie, berhasil menyelesaikan pesawat
CN-235, hasil kerjasama antara CASA di Spanyol dan IPTN (Industri
Pesawat Terbang Nusantara). Seluruh rakyat menyambut gembira
keberhasilan Habibie. Selanjutnya, Presiden Soeharto memberikan
kepercayaan penuh kepada BJ Habibie yang saat itu telah menjabat
Menristek untuk mengembangkan industri kerdirgantaraan.
Mr Crack
Prof. DR
(HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie, yang lebih dikenal
dengan BJ Habibie, lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni
1936. Dia anak keempat dari delapan bersaudara. Habibie
mempunyai garis keturunan Jawa dari ibundanya, R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo, dan darah keturunan Bugis dari sang ayah, Alwi Abdul Jalil
Habibie.
Sedari kecil,
Habibie telah menunjukkan minat tinggi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi. Beranjak dewasa, ia dikirim ke Bandung untuk bersekolah di
SMAK Dago. Ia kemudian melanjutkan kuliah di Teknik Mesin, Institut
Teknologi Bandung (ITB).
Lulus dari
ITB, Habibie terbang ke Jerman pada 1955. Ia melanjutkan pendidikan ke
Rhenisch Wesfalische Tehnische (RWTH), Aachen, Jerman Barat. Selama lima tahun studi di Jerman, Habibie memperoleh gelar Diplom-Ingenenieur atau diploma teknik dengan predikat summa cum laude. Habibie
melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman semasa SMA bernama
Hasri Ainun Besari pada 1962. Menyandang status baru sebagai suami
sekaligus mahasiswa, Habibie harus bekerja untuk membiayai studi
sekaligus rumah tangganya. Dari pernikahan ini, Habibie mempunyai dua
buah hati, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Pada 1965,
Habibie menyelesaikan studi S-3 dan mendapat gelar Doktor Ingenieur
(Doktor Teknik) dengan indeks prestasi lagi-lagi summa cum laude. Setelah lulus
studi doktoral pada 1965, Habibie mulai bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), sebuah perusahaan penerbangan yang
berpusat di Hamburg, Jerman. Dia ditunjuk sebagai Kepala Penelitian dan
Pengembangan pada analisis struktrur pesawat terbang, sampai 1969.
Selanjutnya
ditunjuk sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri
pesawat terbang komersial dan militer di MBB hingga 1973. Dinilai cakap
dalam bekerja, ia lantas dipercaya menjadi Vice President merangkap Direktur Teknologi di MBB hingga 1978.
Di MBB
Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil riset dan sejumlah teori di
bidang thermodinamika, konstruksi dan aerodinamika. Beberapa rumusan
teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Disebut rumus “Habibie Factor” atau “Faktor Habibie” karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang. Atas rumusnya itu, BJ Habibie juga dijuluki dengan “Mr. Crack”.
Menjadi
“permata” di negeri Jerman, otomatis Habibie menjadi bahan perbincangan
di tanah air. Presiden Soeharto, begitu mendengar perihal Habibie,
sangat tertarik dengan kecerdasan serta kecakapan BJ Habibie di bidang
teknologi pesawat terbang. Atas dasar itulah, pada 1974, Presiden Soeharto memanggil BJ Habibie kembali ke Indonesia. Tugas ini diemban hingga 1978.
Sekalipun demikian, dari 1974 hingga 1978, Habibie masih “wira-wiri” Jerman-Indonesia karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB Jerman Barat. Presiden
Soeharto pada 1978 mengangkat BJ Habibie, menjadi Menristek (Menteri
Negara Riset dan Teknologi). Jabatan Menristek inilah yang kemudian
secara berturut-turut ia emban hingga 20 tahun, yakni pada 1978 hingga
1998. Puncak karier
BJ Habibie di pemerintahan Soeharto adalah ketika ia diangkat menjadi
Wakil Presiden melalui Sidang Umum MPR pada 11 Maret 1998.
Presiden RI Ke-3
Habibie
menjadi Wakil Presiden RI ke-7, di saat krisis ekonomi (krismon) melanda
kawasan Asia yang juga memukul perekonomian Indonesia. Nilai tukar
rupiah anjlok dari Rp 2.000 per US dolar menjadi Rp 12.000-an per US
dolar. Utang luar
negeri jatuh tempo, sehingga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal
tersebut makin parah ketika sektor perbankan swasta banyak di antaranya
mengalami kesulitan likuiditas. Angka inflasi naik hingga di atas 50
persen.
Keadaan yang
mengkhawatirkan itulah yang akhirnya menggerakkan gelombang demonstrasi.
Aksi-aksi demo dari berbagai lapisan masyarakat itu menjelma menjadi
gerakan reformasi. Di ujungnya,
Presiden Soeharto lengser diterjang gelombang reformasi tersebut. Pada
pidato pengunduran dirinya, Soeharto menunjuk wakilnya, BJ Habibie untuk
menggantikannya menjadi presiden.
Di masa
kepemimpinan Habibie, ada satu keputusan politik, yakni diadakannya
referendum Timor Timur (Timtim). Habibie juga berupaya agar Indonesia
kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan
komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Presiden BJ
Habibie juga membebaskan para tahanan politik dan memberikan keleluasaan
kepada pers Indonesia untuk melakukan tugas jurnalistik, tidak lagi
dalam kawalan ketat kekuasaan.
Di era
pemerintahannya yang singkat, Habibie memberikan landasan kokoh dengan
lahirnya UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai
Politik dan yang paling penting UU otonomi daerah. Indonesia untuk
pertama kalinya melaksanakan Pemilu 1999 dengan sistem multi partai.
Namun, kekuasaan Habibie tak berlangsung lama. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR, pada Sidang Umum MPR 1999. Rasa cinta
Habibibe yang besar pada Ainun, mendiang istrinya, dituangkannya dalam
buku berjudul “Habibie & Ainun”. Buku setebal 323 halaman itu,
menceritakan kisah pertemuan Habibie dan Ainun, hingga Ainun
menghembuskan nafas terakhir karena komplikasi pada 22 Mei 2010. Buku
ini kemudian diangkat ke film layar lebar dengan judul yang sama.
Kini, setelah
tidak lagi berada dalam lingkaran kekuasaan, BJ Habibie tetap
mendharmabhaktikan seluruh pemikiran dan tenaganya di bidang teknologi
kedirgantaraan. Dan R80
merupakan buah nyata. Pesawat itu bisa diharapkan menjadi penghubung
Nusantara yang terdiri dari banyak pulau. Bersama Ilham, puteranya, BJ
Habibie masih diharap membawa bisnis dirgantara Indonesia terbang
membumbung lebih tinggi.