Logo

Logo
Latest News
Wednesday, November 5, 2014

Senayan, Proyek "Gila" Bung Karno yang Terabaikan



MB.com, Jakarta - Pembangunan kompleks Gelora Bung Karno dinilai proyek "gila". Di tangan Bung Karno (BK), yang gila itu jadi nyata. Sayang, de-Soekarnoisasi era Orde Baru tak hanya membungkam, namun memporandakan mimpi besar BK untuk Indonesia.
 
Begitu tim bidding Indonesia untuk Asian Games IV/1962 memastikan Indonesia jadi tuan rumah pesta olahraga multievent antar-bangsa Asia, mengalahkan Pakistan sebagai pesaing, Bung Karno langsung beraksi. Dia perintahkan arsitek-arsitek Uni Soviet mewujudkan gagasan besarnya tentang kompleks olahraga yang dahsyat, yang lain dari yang lain.

"Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada main stadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu," begitu perintah BK.
Atap temu gelang dianggap tak lazim, tidak galib, pada saat itu. Tapi, bukan BK jika tak bisa meyakinkan segala yang gila itu mungkin adanya.

"Kok ada stadion atapnya temu gelang, di mana-mana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang. Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa," begitu BK ngotot.

Benar saja, dalam kurun waktu empat tahun (1958-1962), proyek gila itu jadi nyata. Lachita, wartawan harian Philipina Herald, menurunkan tulisan berjudul: "Penilaian Para Ahli: Kompleks Asian Games di Jakarta Salah Satu yang Terbaik di Dunia". Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) bahkan disebut lebih baik dibanding stadion di Melbourne, Tokyo, Roma, Berlin, dan Wembley di London.

Bahkan belakangan, tim arsitek Moskow sengaja turun, meninjau stadion fenomenal peninggalan Bung Besar itu. Mereka sengaja mempelajari SUGBK untuk meningkatkan karakteristik Stadion Luzhniki di Moskow, yang disebut-sebut sebagai kembaran SUGBK.

BK tak hanya sukses membangun SUGBK dengan kapasitas 100.000 penonton (kemudian diciutkan menjadi 80.000 pada 2007) dengan atap temu gelangnya. BK juga berhasil menyulap komples GBK dengan membangun Istana Olahraga (Istora), Stadion Renang, Stadion Madya, Stadion Tenis dan Gedung Basket.

Digenjot habis-habisan siang dan malam, pembangunan kompleks GBK melibatkan 14 insinyur Indonesia dan 12.000 pekerja sipil dan militer bergantian dalam tiga shift. Pembangunan proyek mercusuar yang menjadi mimpi BK untuk kebanggaan Indonesia itu terealisasikan. Dunia pun terkesima.

"Ini bangsa gila, bisa menyiapkan seluruh soal dalam hitungan bulan, dengan membangun stadion raksasa sekaligus pemindahan penduduk tanpa ribut-ribut. Kepemimpinannya luar biasa," decak kagum utusan Jepang yang meninjau persiapan Asian Games 1962.

Untuk menyiapkan sarana penunjang bagi proyek besar BK, 8.652 rumah penduduk tergusur. Sebanyak 46.829 penduduk harus direlokasi ke wilayah Tebet, Pejompongan, Slipi, Cikokol, dan Ciledug. Hebatnya, semua dilakukan dalam sebuah kerjasama dan saling pengertian yang sangat indah.

Luar biasa, dahsyat dan jauh melampaui zamannya, itulah gagasan BK tentang Indonesia yang besar dan berbudaya. Presiden RI pertama ini juga melengkapi gagasannya tentang kompleks GBK dengan pusat-pusat kebudayaan yang akan menjadikan Jakarta sebagai kota dunia.

BK sengaja mengundang pematung Sunarso, Bandrio, Jenderal Suprayogi, dan Sutami untuk merealisasikan ide besar penuh kepribadian dan peradaban tinggi untuk Indonesia yang besar.

"Sunarso, dari arah lurus ini coba kamu buat Patung Selamat Datang. Patung ini akan jadi gerbang bangsa kita, awal dari mula sejarah berpikir kita. Djakarta akan jadi kota dunia, ini impianku. Stadion Senayan ini akan dilingkari pusat-pusat kebudayaan. Kita akan melahirkan bukan saja atlet-atlet handal tapi pelukis-pelukis jempolan, penari-penari kelas dunia, dan penyanyi-penyanyi yang lagunya bisa membangkitkan suara surga dari tanah Nusantara. Cobalah Sunarso, aku ingin lihat karyamu. Patung-patungmu akan memberi jiwa bagi bangkitnya bangsa kita ke muka dunia Internasional. Monumenmu yang kau bangun adalah kehormatan," ujar BK sangat inspiratif di depan maket kompleks GBK.

Gagasan BK untuk melengkapi kompleks GBK lainnya adalah Jembatan Semanggi yang elok. Semanggi ini perlambang bunga yang imbang, dari susunan daun dan batangnya. Ini seperti bangsa kita yang menyukai keindahan. "Tahukah kamu, Bandrio, Jenderal Suprayogi, Sutami, keindahan itu adalah keseimbangan," lanjut BK dengan mata berbinar, menerawang jauh melampaui zaman.

Sayang, perubahan arus politik yang kejam tak hanya menggilas BK, namun juga mimpinya yang indah tentang Indonesia yang besar dan penuh keseimbangan. Bukan sekadar nama kompleks GBK yang berganti menjadi Gelora Senayan untuk menghilangkan jejak besar BK.

Yang utama, mimpi besar BK tentang Indonesia yang besar dan berbudaya ikut terabaikan. Kendati setelah era reformasi 1998 nama kompleks GBK dikembalikan pada nama semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001, mimpi indah itu telanjur porak poranda.

Begitu banyak penyimpangan terjadi pada era Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan. Kawasan GBK yang semula seluas 279,1 hektar menyusut tinggal 136,84 hektar. Atau, tinggal 49 persen dari maket aslinya.

Begitu banyak areal yang berubah peruntukan di era orde Baru. Sekitar 74,74 hektar (26,7 persen) berubah fungsi sangat komersial. Catat saja, pembangunan Hotel Hilton, kompleks perdagangan Ratu Plaza, Hotel Mulia, Hotel Atlet Century Park, Taman Ria Remaja Senayan, Wisma Fairbanks, Plaza Senayan, dan berbagai bangunan komersial lainnya yang hingga kini masih misteri.

Bangunan-bangunan komersial yang kemudian justru mendominasi kompleks GBK menyisakan banyak tanda tanya, sebetulnya lebih untuk kepentingan siapa? Ibarat menghantam tembok tebal, tanda tanya itu hanya berhenti sebatas gaung yang tidak pernah terjawab dengan jelas hingga kini.
Kepentingan olahraga terpinggirkan untuk kepentingan lain yang dianggap lebih hebat. Bau manipulasi sangat terasa, tetapi, lagi-lagi, ibarat menghantam tembok tebal, bau tak sedap itu berhenti sebatas bau yang sulit ditelusuri dari mana asalnya.

Padahal, dengan kecerdikannya yang luar biasa, BK membangun kompeks GBK dengan dana pampasan perang Jepang. Hasilnya pun murni diperuntukkan bagi  proyek mercusuar yang menjadi impiannya tanpa bau manipulasi. Sengaja BK memboyong kabinetnya ke Tokyo selama 18 hari untuk melobi para pejabat Jepang, dan gol.

Momentum Asian Games 1962 yang diikuti Ganefo, hanya berselang tiga bulan kemudian, adalah peristiwa olahraga dengan dimensi politik yang tinggi. Semangat BK tak hanya melambungkan Indonesia ke pentas dunia, namun juga menggalang persatuan bangsa-bangsa dunia lewat olahraga.
Sayang, semuanya porak poranda seiring de-Soekarnoisasi. Tak sekadar hilangnya jejak kasat mata akan kebesaran BK, semangat dan mimpi indah BK tentang Indonesia yang gilang gemilang penuh sportivitas pun lambat laun tergerus.

Jangan heran jika kemudian Indonesia tumbuh sebagai negara tidak percaya diri di pentas dunia. Demam budaya tandingan dalam menyelesaikan berbagai soal adalah bukti makin jauhnya semangat sportivitas, warisan semangat olahraga yang diagungkan Bung Besar.

Seperti dikatakan BK, politik dan olahraga tidak bisa dipisahkan. Politik dan olahraga, harusnya bisa saling mengisi. Dan Bung Besar pernah merealisasikannya di negeri ini.
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Senayan, Proyek "Gila" Bung Karno yang Terabaikan Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi