Upacara bendera di kedalaman laut Alor NTT sudah aku dan rekanku, Donny
Alamsyah, rencanakan sejak setahun yang lalu saat kami bertemu pertama
kali saat melakukan trekking ke Krakatau. Sejak itulah kami intens
bertemu untuk membuat perencanaan dan persiapan yang matang agar rencana
dan obsesi itu bisa terlaksana. Hingga menjelang hari H, semua
persiapan sudah kami laksanakan dan rangkaian ‘Independence Dive’ ini
akan jadi puncak dalam rangkaian perjalanan yang kami berikan title
‘Tour De Alor’ dimana saat itu kami melakukan sebuah tour panjang selama
17 hari menggunakan sepeda motor mulai dari Mataram di Pulau Lombok
hingga ke Alor. Ceritanya akan aku tuangkan dalam artikel terpisah.
Tanggal 16 Agustus,persisnya setahun yang lalu, sesaat setelah tiba di
Kupang, kami segera mencari tiket pesawat ke Alor. Kami sudah membuat
janji dengan salah satu provider dive di Alor serta rekan-rekan dari
Dive Indonesia yang sudah berangkat lebih dulu dan sudah menanti kami di
sana. Segera kami menuju ke kantor salah satu maskapai penerbangan
untuk mendapatkan tiket. Karena saat itu di Alor sedang banyak kunjungan
pejabat yang juga akan melakukan Upacara 17 Agustus-an karena Alor
masuk dalam salah satu pulau terluar Indonesia maka semua tiket sudah
habis. Jika kami ingin berangkat keesokan harinya atau di tanggal 17
Agustus maka kami akan masuk daftar tunggu. Kami menerima tawaran itu di
banding kami sama sekali tidak bisa berangkat sementara persiapan kami
sudah matang termasuk membayar DP ke dive provider di sana.
Kami lalu pulang ke rumah salah seorang kerabat di Kupang yang kami
jadikan Basecamp. Donny mencoba menghubungi keluarganya di Jakarta untuk
membantu mendapatkan tiket agar kami bisa berangkat hari itu jadi kami
masih bisa mengejar upacara bendera di Alor. Jawaban yang sama kami
peroleh bahwa kami harus bersabar karena saat itu kondisi sedang peak
season untuk tujuan Alor. Kami tidak berani lagi berharap dan memilih
pulang beristirahat.
Baru saja kami tiba di basecamp saat handphone Donny berbunyi yang
ternyata dari keluarganya di Jakarta yang mengabarkan bahwa kami bisa
berangkat hari itu karena ada 2 penumpang yang batal dan tiketnya bisa
kami gunakan. Dengan penuh kegirangan aku dan Donny melakukan ‘Toss’ dan
segera bersiap-siap ke Bandara. Pak Ismet, pemilik rumah/basecamp
bersedia mengantarkan kami ke Bandara El Tari sementara 2 orang rekan
kami lainnya tetap tinggal di Kupang.
Setiba di El Tari, kami langsung menuju ke counter Airlines dan mengurus
administrasi dan pembayaran tiketnya. Kami masih gelisah karena
ternyata di perlukan proses administrasi yang cukup lama untuk melakukan
penggantian tiket. Kami menunggunya dengan was-was karena jadwal
keberangkatan pesawat sudah dekat. Kami baru bernafas lega setelah
boarding pas sudah di tangan dan kami masuk ke Ruang Tunggu. Akhirnya
apa yang kami rencanakan selama hampir setahun lamanya terlaksana juga.
AKu segera mengontak dive provider di Alor serta Priska dari Dive
Indonesia bahwa kami jadi melakukan penyelaman sambil melaksanakan
upacara 17 Agustus keesokan harinya.
Setelah mengudara selama 40 menit, akhirnya kami tiba di Airport Mali di
Alor. Sesaat setelah turun dari pesawat, kami langsung meluapkan
kegembiraan dengan menari-nari di apron bandara sehingga memancing
perhatian penumpang lain yang juga baru turun dari pesawat. Betapa
tidak, kami menari-nari sambil berteriak meluapkan kegembiraan kami.
Sebuah perjalanan yang hampir terancam batal padahal kami sudah
mempersiapkannya lebih dari setahun dengan perencanaan matang.
Kami melangkah masuk ke bagian kedatangan untuk mengambil bagasi. Sebuah
permasalahan timbul. Karena awalnya kami rencana untuk tiba di Alor ini
dengan motor serta membawa peralatan lengkap termasuk tenda, karena
adanya perubahan rencana, kami tak punya persiapan apa-apa termasuk
booking hotel. Kami tak tahu harus kemana. AKhirnya kami bertanya kepada
sekumpulan supir yang berkumpul di dekat bandara. Seseorang di antara
mereka bersedia mengantar kami ke salah satu hotel yang mungkin masih
kosong. Sehubungan dengan adanya upacara kemerdekaan yang di pusatkan di
alor yang dihadiri oleh beberapa menteri dan pejabat dari Jakarta,
hampir semua hotel di Alor ini penuh.
Setelah ‘mengembara’ ke beberapa hotel dan di bantu oleh salah seorang
petugas Airlines yang kami kenal di Airport akhirnya kami menemukan
hotel yang terletak persis di depan pelabuhan Alor, dimana besok kami
akan berangkat menuju tempat penyelaman. Karena masih kelelahan setelah
melewati perjalanan panjang dengan bermotor menyeberang lautan dengan
ferry dari Flores ke Kupang dan dilanjutkan dengan ‘mengudara’ dari
Kupang ke Alor, akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat seusai makan
malam di warung di depan hotel.
Pagi-pagi sekali, aku dan Donny sudah siap di dermaga bersama Priska dan
Ryan dari Dive Indonesia dan juga Donovan, Dive provider yang akan
menjadi dive guide kami. Rencananya kami akan melakukan 3p penyelaman di
3 spot berbeda dan upacara kemerdekaan akan di lakukan di spot 2 karena
salah seorang rekan, Karen, akan bergabung setelah mengikuti upacara di
lapangan Alor.
Kami mulai berlayar dan kami terkagum-kagum dengan indahnya pemandangan
di Alor ini. Laut yang biru berpadu dengan biru langit yang hanya
berbatas horizon, serta gugusan pulau-pulau yang semakin memperindah
suasana. Laut yang tenang dan cuaca cerah sepertinya akan membuat
penyelaman kali ini akan berjalan dengan baik. Seperti biasa sebelum
melakukan penyelaman, kami di brief oleh Donovan mengenai kondisi dan
karakter spot-spot yang akan di datangi begitu juga dengan populasi
dan hewan laut yang mendiaminya. Tak lupa kami di brief seperti apa
pelaksanaan upacara bendera yang akan kita laksanakan di spot ke 2
nanti. Seusai briefing, kami segera melakukan fitting peralatan, setelah
semuanya siap dan lengkap serta memastikan semua peralatan berfungsi
dengan baik kami mulai ‘nyemplung’. Spot pertama dengan karakter arus
bawahnya yang ‘lumayan’ kencang adalah pengalaman pertama kami menyelam
di perairan pulau yang masuk kategori pulau terluar di Indonesia ini.
Setelah menyelam hampir 1 jam lamanya, kami kembali ke kapal untuk
berangkat menuju ke spot 2 dimana kami akan melakukan upacara bendera
tapi sebelumnya akan kembali ke pelabuhan untuk menjempiut salah seorang
teman yang baru selesai melakukan upacara bendera di lapangan bersama
dengan masyarakat alor dan pejabat-pejabat dari Jakarta.
Bendera kesayangan aku keluarkan dan sebuah tiang bambu yang akan
berfungsi sebagai tiang bendera kami siapkan. Mulailah kami nyebur satu
per satu. Di awali dengan berbaris bersama dan Donovan memegangi tiang
bendera dan kami semua melakukan penghormatan kepada sang saka merah
putih tercinta. Ada rasa haru dan bangga saat melakukan aktifitas ini
khususnya di bawah laut negeri tercinta ini. Selama ini kami sudah
melakukan upacara baik di sekolah maupun di puncak gunung, tapi
melakukan upacara di bawah laut baru kali ini kami lakukan. Setelahnya
secara bergantian kami menuju ke tiang bendera satu persatu dan menaik
turunkan bendera sementara rekan-rekan lain mengambil gambar. Begitulah
seterusnya hingga semua dari kami selesai menaik turunkan bendera.
Upacaranya sangat simple. Pastinya tak terdengar lagu Indonesia Raya
yang mengiringi pengibaran bendera seperti upacara di lapangan atau di
gunung karena lagu itu hanya mengalun dalam hati sanubari kami, tak ada
doa dan hening cipta yang diteriakkan karena doa untuk para pahlawan dan
negeri ini terpanjat dari hati kami yang paling dalam, sedalam lautan
yang kami sedang tempati untuk menunjukkan rasa cinta kami untuk negeri
ini. Selamat Ulang Tahun yang ke 69 Negeri Indonesiaku tercinta, kami
akan selalu menjagamu begitu juga menjaga Merah Putih yang senantiasa
kami bawa di setiap jejak langkah kaki kami. Merah Putih telah terpatri
di darah dan hati kami, Indonesia. Merdeka!
[Rahmat Hadi]
Foto by : Rahmat Hadi, Donny Alamsyah, Dive Indonesia (Priska-Ryan)