kawah ijen yg berwarna biru tosca sangat indah
penambang belerang dengan beban berat
Gunung Ijen bisa di akses dari Kota Bondowoso dan Banyuwangi Jawa
Timur. Jalan yang mulus bisa dilalui semua kendaraan lebih bagus
sebaiknya dari Banyuwangi ke arah pos akhir Pal Tuding dengan jarak
tempuh sekitar 60 kilometer.
belerang di parkir dulu sebelum ditimbang
Jumlah penambang belerang di Gunung Ijen sekitar 260 orang dan belerang yang dijualnya dihargai Rp 780 per kilogram. Rata-rata penambang belerang mendapat uang sekitar Rp 50.000 sehari kalau dalam sehari bisa memanggul belerangnya seberat 60 kilogram.
jalan setapak gunung ijen terasa terjal
Perjuangan mengangkut belerang dimulai
setiap pagi sekitar pukul 05.00 WIb sudah banyak penambang mulai
mendaki gunung yang tingginya 2.386 meter di atas permukaan laut.
Butuh waktu satu jam buat mendaki buat mereka untuk mencapai puncak
kawah dari pos akhir Paltuding. Jadi total waktu sehari bisa lima jam
untu bekerja naik turun gunung dan menimbang belerangnya.
Sementara bagi wisatawan biasa yang tidak
pernah mendaki gunung butuh waktu dua jam untuk sekali mendaki saja
mencapai kawah Gunung Ijen tanpa membawa beban apapun. Bagi turis rasa
capek akan terobati setelah melihat warna hijau toska yang indah .
Kawahnya yang berbentuk lonjong dengan
kepulan asap di beberapa tempat dan warna kuning dari belerang di
pinggiran kawahnya membuat perpaduan yang indah pandangan mata. Hawa
yang sejuk dan lereng gunung yang berupa hutan asli rimbun kehijauan
diselimuti kabut menambah eksotis suasana di pagi hari.
naik terjal sambil membawa belerang berat
Saya sendiri butuh waktu dua jam untuk sekali
mendaki karena setiap 10 menit mengambil nafas untuk istirahat supaya
mencapai puncaknya. Karen jalanan menanjak hampir 45 derajat dan jalan
setapaknya berpasir sangat licin.
Mengambil belerang di lereng kawah Ijen tidak
hanya perlu tenaga mendaki, tapi juga menuruni lereng kawah yang licin,
menggali belerang, dan turun kembali sambil membawa beban 60 kilogram
adalah hal yang paling berat. Dengan angkat beban di pundak 60 kilogram
sambil menuruni lereng gunung karena para penambang itu harus mengerem
kakinya di jalan yang menurun licin agar tidak jatuhg. Jalan di jalan
setapak berpasir dengan kemiringan 45 derajat memang perlu keahlian
khusus.
Melihat perjuangan penambang belerang untuk
mencari uang Rp 50.000 per hari dengan cara naik-turun gunung dengan
beban 60 kilogram di pundaknya membuat prihatin.
Bandingkan dengan pengemis di Jakarta yang pekerjaannya cuma minta-minta bisa dapat penghasilan Rp 100.000 per hari.
Tapi pekerjaan penambang belerang itu lebih
mulia mengandalkan fisik dan manfaat belerangnya bisa digunakan orang
banyak untuk obat-obatan dan bahan kimia lainnya.
Salah seorang penambang Pak Di bercerita,
pernah ada seorang wartawan majalah National Geographic yang penasaran
dengan kesehatan penambang sengaja membawa Pak Di ke Rumah Sakit Umum
Banyuwangi untuk difoto rontgen paru-parunya ternyata sangat bagus
hasilnya.
Bau asap belerang yang menyengat langsung
saya rasakan memang mengganggu bau hidung setelah mencapai kawah puncak
Gunung Ijen. Tapi bau itu ternyata tidak membawa pengaruh kesehatan bagi
mereka. Buktinya Pak Di dan kawan-kawannya sudah menjalani pekerjaannya
selama 25 tahun tetap sehat dan kuat.
Pak Di paling suka kalau sedang ada wisatawan
yang perlu tenaga porter untuk mengangkut barang dari wisatawan yang
perlu membawa peralatan berat contohnya crew televisi atau model foto.
Sehari dari angkat barang itu bisa mendapat tips antara Rp 200.000
sampai Rp 300.000 untuk jasa angkat barang. “Tapi itu jarang-jarang
bisa sebulan sekali saja ada pekerjaan porter sudah untung,” ujar pak
Di.
Alasan memilih pekerjaan mengangkut beban
berat belerang dibanding pekerjaan lain seperti bertani bagi pak Di
adalah masalah dana. Kalau untuk bertani kentang atau wortel katanya
perlu modal dulu di depan Rp 2 juta. Kemudian resiko setelah setelah
panen harga sering anjlok pas-pasan dengan modal membuat mereka malas
untuk ahli profesi.
lereng gunung ijen