Logo

Logo
Latest News
Wednesday, July 8, 2009

TUA VISE


In Memoriam P. Theodorus Josef Visser, SVD
Selamat jalan “Tua Vise”

BAGI masyarakat Watuneso, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, P. Theodorus Josef Visser, SVD adalah tokoh sentral sekaligus paling terkemuka dalam 52 tahun terakhir. Karena itulah, ketika pastor yang oleh umat Watuneso akrab disapa “Tua Vise” itu menghadap Sang Pencipta pada 21 Februari 1998 pukul 23.30 Wita di RS St. Elisabeth Lela, rasa kehilangan teramat kental mendera nurani umat yang ditinggalkannya. Watuneso menangis dan berkabung!

Kabar kematian P. Visser cepat beredar ke seluruh wilayah paroki. Umat yang mendengar kabar ini tak sanggup menahan air mata. Secara spontan sedikitnya 500 orang umat paroki ini menuju RS Lela untuk melayat sekaligus menghadiri pemakaman P. Visser di Ledalero pada Minggu petang (22/2) lalu.

Watuneso memang kehilangan “Tua Vise”, pastor asal Belanda yang selama 84 tahun usianya praktis hanya membaktikan diri untuk mereka. Masyarakat Watuneso dan sekitarnya tidak sanggup menghitung seluruh karya pastor ini, tak mungkin mencatat segala jasa baik yang telah dipersembahkannya.

Karya Pater Dirk —begitu ia biasa dipanggil rekan-rekan imamnya— tampak nyata secara fisik maupun nonfisik. Ketika pada awal Orde Baru di tahun 1970-an, pemerintah belum punya cukup dana untuk membangun jalan dan jembatan sampai ke desa-desa, P. Visser secara swadaya bersama umat membangun jalan dan jembatan di Watuneso yang terkenal rawan banjir itu.

Lewat dorongan beliau pula, masyarakat di sana merintis jalan desa yang menghubungkan Desa Watuneso, Wolosambi, Detupera sampai ke Desa Wololele A.

Selama memimpin Paroki Watuneso, P. Visser telah membangun lebih dari 100 buah rumah ibadat di Kabupaten Ende, Sikka dan Ngada yang masuk dalam wilayah Keuskupan Agung Ende. Karena itu, beberapa kalangan menjuluki pastor yang masih suka mengendarai sepeda motor sampai usia 70 tahun itu sebagai ‘Pastor 100 Kapela’. Benih yang telah ditanamnya pun kini sudah membuahkan hasil. Tidak sedikit putra-putri Watuneso terpanggil untuk bekerja di ladang Tuhan sebagai imam, suster, bruder dan frater. Karya lainnya, P. Visser menerbitkan Injil dalam Bahasa Lio, Kamus Bahasa Lio-Belanda serta buku JALA DA GHETA SURGA

***

Theodorus Josef Visser dilahirkan pada 19 Maret 1914 di Stoutenburg-Achterveld, Utrecht, Belanda dari pasangan J.C Visser dan A. Tondeur. Dalam usia 16 tahun ia masuk rumah misi St. Willibrord di Uden.

Pada tahun 1935 ia memasuki novisiat di Helvoirt dan tanggal 8 September 1937 mengikrarkan kaul pertama lalu pindah ke Teteringen untuk studi theologia, hingga mengikrarkan kaul kekal 1 Juni 1941. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 17 Agustus 1941.

Keterangan yang diperoleh dari Provinsial SVD Ende, P. Laurens da Costa, SVD, menyebutkan, hanya lima tahun Pater Dirk menjalani masa imamatnya di Belanda, Belgia dan Jerman. Pada tahun 1946 ia dibenum untuk bekerja di Nusa Tenggara. Tanggal 26 Juli 1946 ia meninggalkan Amsterdam dan tiba di Jakarta 21 Agustus 1946. Ia meneruskan perjalanan ke Flores dan tiba di Ende 10 September 1946. Setelah 3 bulan belajar Bahasa Indonesia di Ndona, ia membantu P. Naus, SVD di Paroki Wolowaru. Wilayah patrolinya —ditugaskan dengan menunggang kuda saat itu— membentang dari Watuneso, Nggela hingga Maurole.

Tahun 1951, wilayah Paroki Wolowaru dimekarkan menjadi tiga yaitu paroki Wolowaru, Watuneso dan Nggela. P. Visser lalu ditunjuk menjadi pastor pertama paroki Watuneso dan bertahan hingga tahun 1992 atau selama 41 tahun —suatu pengalaman imamat yang mungkin tidak banyak dijalani pastor lainnya. Meski tidak lagi menjabat pastor paroki sejak 1992— karena kecintaannya pada Watuneso yang ia sebut sebagai “tanah airnya”, P. Visser masih tinggal di sana sampai 1995 baru pindah ke Biara Simeon di Ledalero hingga akhir hayatnya.

Penyayang anak-anak ini selama 52 tahun berkarya di Flores hanya tiga kali cuti ke kampung halamannya yaitu pada tahun 1957 dan 1967 masing-masing selama satu tahun dan tahun 1973 selama 5 bulan. Sejak tahun 1973, P. Visser tidak pernah pulang lagi ke Belanda. Kecintaannya pada negeri Indonesia pun luar biasa. Sejak 12 Maret 1954, Theodorus Josef Visser sudah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Kini, kepergiannya memang meninggalkan rasa kehilangan dan duka. Tetapi karya yang ditinggalkan selama 52 tahun ini tak akan lekang oleh arus zaman. Selamat jalan Dirk, selamat jalan “Tua Vise”! Beristirahatlah dalam damai!
  • Facebook Comments
Item Reviewed: TUA VISE Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi