MB.com, RESENSI - Masa muda Stalin penuh petualangan, dari menjadi penyair hingga pemimpin perampokan. Pada 20 September 1906, kapal uap Tsarevich Giorgi
berlayar dari Odessa menuju Batumi. Ia membawa penumpang dan harta
benda yang cukup besar. Tanpa diketahui, sekelompok geng Bolshevik,
dengan senapan dan granat tersembunyi di balik jubah berada di kapal dan
melakukan pembajakan.
Mereka menyandera
petugas jaga, jurumudi, dan para awak. Kepala bajak laut, yang
digambarkan sebagai “pria Georgia pendek berusia dua puluhan, dengan
rambut kuning kemerahan, dan berbintik-bintik” mengambil-alih anjungan
dan menodongkan Mausernya kepada kapten kapal, Sinkevich. “Kami kaum
revolusioner, bukan penjahat. Kami membutuhkan uang tunai untuk Revolusi
dan kami hanya akan mengambil harta benda,” ujar Stalin.
Setelah mendapatkan
16.000 rubel, para perompak meninggalkan kapal. Dengan uang itu, mereka
membeli senjata untuk Partai Bolshevik yang dipimpin Lenin; juga sebuah
kapal pesiar Zara. Namun, semuanya lenyap sewaktu Zara
dihantam badai. Sebagai gantinya, Stalin dengan Klub Perampas Bolshevik
atau Outfit punya rencana lain: merampok Bank Negara di Tiflis. Dan
mereka berhasil menggondol uang ratusan ribu rubel, meski jatuh banyak
korban jiwa.
Menurut Simon Sebag Montefiore, sejarawan terkemuka Inggris, penulis buku Stalin Muda,
perampokan bank di Tiflis adalah pembuktian Stalin kepada patronnya
bahwa dirinya bukan hanya politisi berbakat tapi juga pria tanpa belas
kasihan. “Lenin akhirnya memutuskan bahwa Stalin adalah ‘benar-benar
tipe orang yang dibutuhkannya’,” tulis Simon.
Karena kedua anaknya
meninggal selagi bayi, Vissarion “Beso” Djugashvili dan Ekaterina “Keke”
Geladze membuat nazar: jika anak ketiganya hidup, mereka berjanji akan
melakukan perjalanan suci ke gereja di Geri untuk berterima kasih kepada
Tuhan. Pada 6 Desember 1878, Stalin lahir di Gori, Georgia. Dia
dibaptis dengan nama Josef.
Namun Stalin kecil
tumbuh dengan kekerasan. Sejak kematian kedua putranya, ayahnya jadi
pemabuk. Kebiasaan teler merusak bisnis reparasi sepatunya dan
membuatnya jadi tempramental. Keke dan Soso –demikian Stalin dipanggil–
jadi sasarannya. Beso pernah membanting Soso sehingga selama beberapa
hari air kencingnya berdarah. Kelak, Stalin memang tak menjadi pemukul
anak dan istri, tapi dia mengabaikan mereka. “Istri riil dan kekasihnya
adalah revolusi,” tulis Simon.
Beso juga mengerasi
Stalin agar mengikuti jejaknya sebagai tukang reparasi sepatu. Tapi,
Keke mendukung sekuat tenaga agar Soso mendapatkan pendidikan yang baik.
Di usia sepuluh tahun, Soso belajar di Sekolah Gereja Gori. Dia anak
yang cerdas. Dia pandai menyanyi dan melukis. Dia juga menunjukkan minat
pada akting, tapi ketertariknnya lebih besar pada puisi.
Di balik prestasinya,
Soso seorang anak pemberontak. Dia bisa mengancam seorang guru yang
melarang murid-muridnya berbicara bahasa Georgia di sekolah –bahasa
wajib di sekolah adalah Rusia.
Stalin suka buku. “Bila
tertarik pada sebuah buku,” tulis Simon, “dia dengan senang akan
mencurinya dari siswa lain dan membawanya lari pulang ke rumah.”
Salah satu buku yang dibacanya adalah Origin of Species
karya Darwin. Suatu hari, saat tidur-tiduran di taman kota sambil
ngobrol soal kesenjangan kaya-miskin bersama kawan-kawannya, tiba-tiba
dia berujar: “Tuhan tidak adil. Dia tidak benar-benar ada. Kita sudah
ditipu. Kalau Tuhan ada, dia akan membuat dunia menjadi lebih adil.”
Selain buku Darwin, Stalin terpengaruh karya-karya Victor Huga, terutama novel 1793, karena menemukan prototipe dirinya pada karakter pahlawannya, Cimourdain, seorang pendeta-revolusioner.
Stalin juga terkesan dengan karya sastra Georgia yang mengagungkan perjuangan Georgia untuk merdeka, seperti novel The Patricide
karya Alexander Kazbegi. Karakter utamanya seorang pahlawan-bandit
bernama Koba yang berperang melawan Rusia, berkorban demi istri dan
negaranya, lalu melancarkan balas dendam kepada musuh-musuhnya. Stalin
ingin menjadi Koba. Dia memanggil dirinya Koba dan bersikeras agar
kawan-kawannya memanggilnya begitu.
“Koba berarti banyak
bagi Stalin: pembalasan dendam orang-orang pegunungan Kaukasia,
kekejaman bandit, obsesi pada kesetiaan dan pengkhianatan, dan
pengorbanan seseorang dan keluarga demi sebuah tujuan. Koba pun menjadi
norma favorit revolusi sekaligus julukan,” tulis Simon. “Namun,
orang-orang terdekatnya masih memanggilnya Soso,” tulis Simon.
Pada Juli 1893, Stalin
lulus ujian dengan nilai tinggi. Dia melanjutkan ke sekolah Seminari di
Tiflis. Seminari ini justru tak terduga memasok orang-orang paling
radikal dalam revolusi Rusia. Bahkan, tak ada satu pun sekolah sekuler
yang memproduksi ateis sebanyak Seminari Tiflis.
Di masa ini Stalin
mulai dikagumi sebagai penyair. Pada akhir semester tahun kedua di
Seminari Tiflis, dia membawa puisi-puisinya ke suratkabar terkenal Iveria. Penyair terkenal Georgia, Ilya Chavchavadze, yang menerimanya terkesan dan memilih lima puisi untuk diterbitkan.
Puisi-puisi Stalin,
yang diterbitkan dengan nama pena Soselo, dibaca luas. Ia menjadi bagian
dari sastra klasik Georgia dan muncul di berbagai antologi puisi
terbaik. Deda Ena, antologi puisi anak-anak Georgia terbitan 1916 memasukkan puisi Stalin “Pagi”.
Tapi, pada 1899 dia
ditendang keluar seminari karena dituduh “menyebar pikiran-pikiran
subversif.” Maka bergabunglah dia dengan gerakan Marxis bawah tanah, dan
pada 1903, tatkala terjadi perpecahan dalam tubuh partai, dia memihak
kelompok Bolshevik. Hingga tahun 1917 dia merupakan anggota partai yang
gigih dan giat, ditahan tak kurang enam kali.
[Histori/a]