Tanpa kehadiran perempuan-perempuan tangguh di dapur umum, usia perjuangan bisa jadi tak bertahan lama
MB.com, - BUNG Tomo menaruh perhatian besar
terhadap urusan logistik selama Pertempuran 10 November. Dalam
pidatonya, dia menyerukan agar suplai logistik untuk para pejuang jangan
sampai terputus. Namun, badan yang mengurusi logistik para pejuang
belumlah terbentuk. Dapur umum yang muncul spontan dan bantuan rakyat
jadi andalan para pejuang.
Di Surabaya, Dariyah atau lebih dikenal
sebagai Ibu Dar “mortir” –dinamakan demikian karena kebiasaannya
melemparkan sirih di mulutnya begitu ada orang yang meledeknya, biasanya
pemuda pejuang– merupakan salah satu inisiatornya. Dia mendatangi Doel
Arnowo, ketua Komite Nasional Indonesia Daerah, untuk meminta beras di
gudang Kalimas lalu mendirikan dapur umum Gemplak Gentengkali dengan
bantuan polisi istimewa. “Dia yang membuat dapur umum pertama di
Surabaya,” ujar Truus Iswarni Sardjono, mantan anggota Palang Merah 45.
Pemuda Puteri Republik Indonesia (PPRI)
pimpinan Loekitaningsih mula-mula juga mengurusi dapur umum. Mereka
mendirikan banyak dapur umum. Ketuanya antara lain Ny. Sobari, Ny.
Soebekti, Ny. Soedjono, Ny. Sunsalah, dan Ny. RS Supandhan –ibu dari
Loekitaningsih. Dapur induk PPRI terletak di Jalan Pregolan, tak jauh
dari markas BKR Kaliasin. Cakupan layanan dapur umum ini hampir meliputi
seluruh kota.
Di mana-mana rakyat bersimpati pada
perjuangan. Sumbangan logistik pun mengalir. Hampir semua stasiun kereta
api, kenang Loekitaningsih, penuh makanan dalam besek atau
berkeranjang-keranjang nasi bungkus. Tak ada seorang pun yang bisa
menolak. “Kereta api yang menuju Surabaya, makin dekat semakin penuh
dengan titipan makanan bagi para pejuang,” tulis Loekitaningsih, dimuat
dalam Lahirnya Kelasykaran Wanita dan Wirawati Catur Panca.
Akibatnya, para relawan dapur umum keteteran. Atas anjuran Bung Tomo,
sumbangan dalam bentuk natura dialirkan ke dapur-dapur umum untuk diolah
di bawah kordinasi M.A. Prangko Prawirokusumo.
Tenaga dapur umum mayoritas ibu-ibu,
sekalipun sesekali mendapat bantuan dari para pemudi, pemuda, anak-anak,
dan tentara yang sedang tak di garis depan seringkali juga ikut
membantu. Secara bergantian mereka memasak dan tak jarang mengantarkan
makanan ke garis depan. “Begitu simpatinya ibu-ibu di dapur umum
tersebut, setiap mereka dapat menyerahkan ratusan nasi bungkus sesuai
dengan pesanan kami, hingga ambulans penuh terus dan berangkatlah kami
menuju markas para pemuda pejuang,” tulis Loekitaningsih.
“Pos palang merah dan dapur umum diatur
lebih tepat dan disesuaikan dengan strategi pertahanan yang sedang
disusun kembali,” tulis Bung Tomo dalam Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah.
[historia]