Oleh Marlin Bato
Kamis, 25/01/2018
Kali ini saya mengambil sebuah opini berjudul "Merah Muda Tak Memudar, Perempuan Hebat dari NTT". Bagi saya, Merah Muda merupakan ruang yang diciptakan untuk perempuan, untuk berbagi dan mendekonstruksi warna yang melekat pada diri Emy Nomleni yang berlatar sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Di ruang ini, saya ingin mengajak para perempuan untuk mengeksplorasi diri dan memberikan kontribusi terhadap gerakan politik perempuan Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur yang kekinian sedang menyongsong pilkada serentak.
Dewasa ini, berbicara mengenai perempuan dan politik, tentunya dua hal yang sangat menarik. Sebab, peran politik perempuan sangat penting bagi perkembangan bangsa dan negara. Perspektif kalangan feminisme radikal beranggapan bahwa telah terjadi transformasi peran perempuan dalam ranah domestik perempuan ke public, atau bahasa populernya, kesetaraan jender.
Pertanyaannya, jika saat ini tonggak keterlibatan seorang perempuan sudah dicanangkan, apakah realisasi tersebut sudah maksimal? Mengingat perjuangan RA.kartini dahulu yang memperjuangkan hak-hak perempuan, seharusnya banyak perubahan signifikasi yang terjadi dalam khasanah politik perempuan di negeri ini. Apalagi dengan jendering emansipasi yang selalu di peringati setiap tanggal 21 April. Di tambah pula penetapan DPR RI yang mematangkan tentang kesetaraan jender .
Saat ini yang terjadi justru sebaliknya, peran dan kiprah seorang perempuan dalam ranah perpolitikan masih sangat minim, bahkan tanpa kita sadari sudah terjadi pendeskriminasian terhadap perempuan dalam perpolitikan. Sebagai perbandingan misalnya, perempuan yang duduk dalam lembaga legislative hanya memiliki 30 kuota ini di jelaskan dalam Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), terutama untuk duduk dalam parlemen. Bahkan dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu.
Munculnya Emy Nomleni di perpolitikan NTT dan didaulat oleh partai PDIP sebagai calon wakil gubernur, menjadi awal kebangkitan kaum perempuan untuk berani bersaing jender dengan kaum laki-laki. Sebab perempuan merupakan mayoritas penduduk bumi, yaitu 70% dari total populasi dunia, adalah kelompok termarjinal dalam berbagai peran. Maka disini posisi Emy Nomleni dapat dikatakan menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam dinamika pilkada NTT hari ini. Sebab dia merupakan satu-satunya perwakilan suara perempuan yang hilang ditengah gempuran patriarkis.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, partai PDIP dibawah pimpinan ibu Megawati Soekarnoputri berhasil mendorong kader-kader militan perempuan terbaik yang menduduki posisi-posisi strategis diberbagai level. Sebut saja seperti Tri Risma, Rieke Diah Pitaloka, Rica Tjiptaning, Puan Maharani, Puti Guntur (Cawagub Jatim), Karolin Margret Natasa (cagub Kalbar). Di NTT Emy Nomleni, satu-satunya perempuan yang berhasil dibentuk PDIP untuk menjadi pilar kebangkitan The Power of Wonder Woman (kekuatan perempuan perkasa). Mereka dibentuk dengan nilai yang melekat kuat sebagai anak-anak ideologis Bung Karno. Dibalik uniform warna merah muda partai banteng, mereka dibentuk sebagai srikandi yang tangguh, melintasi ribuan mil jaunya sebuah perjuangan, dengan darah dan air mata.
Sepak terjang Emy Nomleni hingga mencapai posisi prestis mempunyai rekaman perjalanan yang sangat panjang. Tentu saja semua terjadi melalui proses perjuangan yang sangat compatible sesuai dengan apa yang ia capai hari ini. Ia pernah dua kali menjabat Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi NTT Masa Bhakti 2005-2010 & 2010-2015. Pernah juga didaulat menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten TTS Masa Bhakti 2015-2020.
Di Legislatif, Emy juga menjabat Wakil Sekretaris Fraksi PDIP DPRD tingkat Provinsi pada tahun 2004-2009. Selanjutnya, tahun 2009-2014 ia menduduki posisi sebagai Sekretaris Komisi E, D dan A. Pernah juga menjadi Ketua Komisi B DPRD NTT. Tentu saja posisi seperti ini sangat sulit bisa dicapai untuk ukuran seorang perempuan. Tetapi Emy membuktikan potensi dan kapabilitas dirinya dengan sangat baik.
Berbekal latar belakang lulusan Teknik Universitas Kristen Indonesia tahun 1992, perempuan asal Soe ini pernah menjadi konsultan perencana dan site engineering di CV. Abadi Karya, tahun 1996-1998 dan di CV. KENDALI HANDAL dan CV. GEO CITRA Konsultan, tahun 2000-2003. Ia juga pernah menjadi Ketua Team Leader pada Konultan Teknik CV. Cipta Design, tahun 1998-1999.
Tak sampai disitu, srikandi NTT ini juga mendirikan dan merangkap sebagai pengurus CIS GAMKI-GMKI, tahun 1998-2004 (sekarang CIS TIMOR). Ia juga mengurus Yayasan Bina Satria, tahun 1998-2004. Di periode yang sama, ia juga mendirikan dan mengurus Yayasan Cerminan Masyarakat Rasional (CEMARA,) tahun 1999-2004. Juga menjadi Kepala Badan Pengelola Kawasan Industri Bolok Kupang 2014 sampai sekarang.
Di bidang keorganisasian, tahun 1995-1996, Emy menjadi sekretaris Karang Taruna Kel. Oetete. Kemudian berkat tekadnya yang kuat, tahun 1996-1998 ia menjadi anggota Karang Taruna tingkat Provinsi NTT. Ia juga pernah menjadi fungsionaris KNPI. Pernah menjabat Kepala Bidang Peranan Wanita DPD GAMKI NTT, Masa Bhakti 1996-2004, menjadi Anggota BP Pemuda GMIT, Masa Bhakti 2000-2004. Menjabat Kabid Organisasi Pemberdayaan daerah Asosiasi dan Himpunan, DPD KADIN Kota Kupang, Periode 2001-2006. Menduduki posisi Bendahara DPD GAMKI NTT, Masa Bhakti 2004-2008. Menjadi Ketua DPD GAMKI NTT, Masa Bhakti 2010-2013. Menjadi Ketua PERBASI NTT Periode 2013-2017. Berkat peran strategisnya dan daya juangnya yag luar biasa, Emy pernah dianugerahi Cincin Emas Klas III dan Piagam dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2009. Sungguh, semua rekam jejak yang ditempuhnya ini membawa dia menjadi satu-satunya perempuan tangguh paling layak mendampingi Marianus Sae untuk mengurusi problem NTT yang rumit ini. Hampir sulit dipercaya, seorang perempuan yang dikenal lembut ini bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, bahkan melebihi peran kaum lelaki.
Menelisik dengan teliti jejak dan sederet prestasi yang diraihnya, hal ini memicu paradigma baru bahwa sisi feminisme seorang Emy tidak lagi bersandar pada asumsi klasik. Artinya mengenai jender hanya sebagai sebuah perbedaan antara perempuan yang feminim dan laki-laki yang maskulin. Jadi, perbedaan jender sebenarnya hanya merupakan seperangkat karakter dan perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang berdasarkan oleh jenis kelamin yang dimilikinya (perempuan atau laki-laki). Sejatinya, laki-laki diharapkan memiliki karakter maskulin (rasional, tegas, konsisten), sementara perempuan diharapkan mengusung karakter feminine (emosinal, fleksibel, kooperatif). Kendati demikian, dalam urusan-urusan peran, sebenarnya perempuan seperti Emy juga ternyata mampu melebihi laki-laki.
Oleh karena itu, kaum perempuan khususnya di NTT seharusnya mengkanalisasi pandangan minor dan membuktikan jika seorang perempuan bukanlah kaum yang lemah. Tentu saja, dengan cara mendukung kaumnya untuk menjadi pemimpin. Partisipasi kaum perempuan NTT demi mendorong sesama kaumnya harus ditingkatkan. Sebab, hingga saat ini partisipasi perempuan dalam mendukung kaumnya masih sangat rendah. Kehadiran Emy Nomleni menunjukan bahwa peran seorang perempuan menjadi instrumen yang sangat diperlukan dalam perpolitikan NTT hari ini. Sebab hal ini dapat menjadi jalan lahirnya politisi-politisi perempuan yang mempunyai kualitas yang setara bahkan lebih dibandingkan dengan politisi laki-laki yang ada saat ini.
NTT kali ini butuh sentuhan figur perempuan. Masyarakat tidak butuh kepribadian pemimpin yang selalu berada di puncak singgasana, yang berperilaku layaknya selebriti. Pilgub NTT harus dicabut dari dunia hiburan, apalagi drama dan sandiwara. Wajah Pilgub NTT kali ini juga harus dicabik dari cengkeraman orang-orang serakah yang haus kekuasaan dengan menggunakan bangkai uang yang menyamar sebagai pemenang. Kita perlu pindah dari sirkus dan mengangkat perempuan-perempuan yang mau bekerja keras dalam kegelapan yang relatif, serta memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keahlian dan servis mereka yang berhasil. "Maka Berilah NTT otak dokter (figur perempuan) untuk merawat pasien (rakyat) NTT dengan kemeja kusut berwarnah merah muda menggunakan kacamata batin. Sebab Ada banyak hal yang harus diperbaiki di bumi Flobamora tercinta ini".
************