Logo

Logo
Latest News
Saturday, October 10, 2015

MEMORABILIA - SI CEKING ITU BERTARUNG SENGIT NAMUN BERBUAH LEGIT


Oleh Marlin Bato
Jakarta, 08 Oktober 2015

Resensi Buku : Frans Seda Merawat Indonesia di Saat Krisis
Penulis: Mikhael Dua
Edisi: Bahasa Indonesia & Bahasa Belanda
Penerbit: OBOR Jl. Gunung Sahari No. 91 Jakarta
Telp: (021) 422-2369
Cetakan 1: 2012
Tebal: 169 Halaman

Profil Frans Seda

Sebuah buku diluncurkan pada Sabtu, 29 september 2012 bertepatan dengan peringatan 1000 hari wafatnya sang tokoh tiga jaman ini di kampus Unika Atma Jaya. Acara tersebut diselenggarakan oleh Yayasan Frans Seda, tentu saja untuk mengenang sosok pria yang telah berjasa untuk bangsa dan negara bernama lengkap Fransiscus Xaverius Seda.

Frans Seda lahir 4 Oktober 1926 di desa Mego, Kecamatan Lekebai, arah barat Kota Maumere Flores NTT. Frans Seda berdarah bangsawan suku Lio Sikka di Flores. Ayahnya seorang guru sekolah rakyat di Lekebai. Perjalanan hidup Frans Seda, tidak dapat dipisahkan dengan rencana besar misi Gereja Katholik Flores untuk menjadikan Flores sebuah pulau yang bebas dari perang antar suku, terutama bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Mula-mula, ia dikirim ke sekolah Schakelschool Ndao di Ende, sebuah sekolah dengan sistem asrama yang ketat dibawah bimbingan Pastor Van Velsen SVD. Lalu pada tahun 1941, ia dikirim ke Kolese Xaverius Mutilan untuk dididik menjadi guru, sebab menurut Gereja, guru memiliki horison yang lebih luas dari sekadar Flores. Maka Cakrawala Frans Seda dibuka untuk mengenal horison dan memiliki kesadaran nasional akan Indonesia.

Dari Mutilan, Frans Seda mengenal tokoh-tokoh pergerakan politik seangkatannya dari berbagai suku sehingga ia memahami dengan baik apa artinya Indonesia dan pergulatan - pergulatan politik. Gejolak jiwa muda, apalagi sebagai terpelajar, membuat Frans Seda terlibat dalam pergerakan nasional. Namun pendidikannya di Mutilan sempat terhenti ketika Jepang menduduki Jawa dan banyak Pastor-Pastor asal Belanda ditahan dan dibantai. Situasi kembali pulih ketika Jepang menyerah kalah setelah Hirosima dan Nagasaki di Bom oleh sekutu. Sosok Frans Seda masih terdaftar dan diperhitungkan oleh gereja, karena itu setelah tamat  Hogere Burger School (HBS) di Surabaya, ia dikirim menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tilburg Belanda.

Maret 1956, Frans Seda kembali ke Indonesia dan terlibat dalam politik setelah menyelesaikan studinya. Ia kembali menyuarakan kepentingan-kepentingan Flores dan NTT sesuai harapan misi. Karena itu, sekembalinya dari Belanda ia dipromosikan oleh Ignasius Joseph Kasimo Ketua Umum Partai Katolik untuk menggantikan dirinya dimasa mendatang atas kesepakatan seluruh petinggi-petinggi gereja. Semula ia diplot menjadi Wakil Ketua Umum Partai Katolik sebagai persiapan untuk pertanggungjawaban yang lebih besar. Kasimo sendiri bahkan langsung menjemput Frans Seda di kapal saat baru tiba dari Belanda.

Pada saat itu, Partai Katolik sangat getol menentang kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menggagas 'konsepsi presiden' untuk menggantikan demokrasi parlementer dengan demokrasi Indonesia yang menganut prinsip gotong royong sehingga kabinet-kabinet akan diisi oleh menteri-menteri dari kalangan Masyumi, NU, PNI dan PKI. IJ Kasimo menolak keras ide ini sebab prinsip PKI bertentangan dengan prinsip Katolik yang mengakui kehidupan beragama. Penolakan ini menyebabkan partai Katolik tidak diikutsertakan dalam Kabinet, namun partai Katolik justru lebih dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini memunculkan berbagai persepsi, bagaimana mungkin sebuah partai kecil dapat melawan presiden sebab pada saat itu Indonesia tidak menganut prinsip oposisi seperti di negara-negara barat.

Tahun 1958, I.J Kasimo mengundurkan diri dan menyerahkan tampuk pimpinan partai Katolik kepada Frans Seda di usia 34 tahun, namun ia tetap membantu Frans Seda dibelakang layar. Ia berperan sebagai pandito bagi Frans Seda. Keputusan ini melahirkan strategi baru untuk mencaikan hubungan dengan Soekarno tanpa harus meninggalkan prinsip otonom partai.

Babak Baru Misi Frans Seda

Didukung pandito I.J Kasimo, Frans Seda membidani Partai Katolik Flores. Karena keterlibatannya dalam politik, Frans Seda harus berurusan dengan pemerintah bahkan beberapa kali bertolak belakang dengan gagasan-gagasan Soekarno. Sementara itu, hampir seluruh lini telah dikuasai oleh PKI. Ia semakin nyaring bersuara menentang Soekarno meski pada dasarnya ia tetap mengagumi sosok Soekarno sejak kelas 2  Schakelschool di Ndao tahun 1935, sebab di Ndao pula ia pernah membawahkan deklamasi dihadapan Soekarno ketika menjadi tahanan politik.

Menjadi mentor partai Katolik dalam usia yang masih sangat belia, Frans Seda adalah sosok yang sangat kritis dan cerdas. Ia mahir melakukan lobi-lobi politik dengan partai-partai agama yang berbeda haluan dengan PKI seperti NU dan Masyumi bahkan dengan Angkatan Darat untuk membangun kekuatan kerja sama menghadang pengaruh PKI. Ia harus membangun kerja sama terutama antara golongan agama Islam dengan Katolik. Karena itu Frans Seda kerap punya memori tersendiri. Ia merasa golongan Islam seperti saudara sendiri ketika menghadapi komunisme Indonesia. Ia sukses membentuk Front Katolik yang disebutnya "Tanpa Lubang", dalam arti umat Katolik harus kompak yang didukung oleh Pemuda Katolik, Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Wanita Katolik. Front ini sangat diperhitungkan dalam menghadang komunisme.

Tahun 1964, Soekarno sendiri menghubungi Frans Seda untuk terlibat dalam kabinet dwikora sebagai Menteri Perkebunan. Tentu saja permintaan tersebut sulit diterima begitu saja. Ia harus berdiskusi dengan internal partainya untuk menentukan sikap, sebab ia tetap harus berpegang teguh pada prinsip dan sikap moral partai Katolik. Namun dipihak lain, ia tidak ingin lini perkebunan juga dikuasai komunis. Ia berunding permintaan tersebut bersama I. J Kasimo. Tak lama berselang, Jenderal Ahmad Yani menelepon dan menganjurkan Frans Seda untuk menerima tawaran tersebut agar sektor modal bidang perkebunan harus diamankan dari PKI. Motivasi inilah yang membuat ia harus terima tawaran Soekarno dan diangkat menjadi menteri Perkebunan tanggal 27 Agustus 1964.

Pengangkatan Frans Seda menjadi Menteri Perkebunan sontak membuat PKI melakukan boikot dan mogok di lini perkebunan. Namun Frans Seda tak bergeming. Ia tahu, Soekarno mengangkat dirinya untuk mengamankan aset-aset negara diperkebunan. Hal ini terbukti ketika Soebandrio dan Chaerul Sale mengusulkan Nasakomisasi bidang perkebunan, Frans Seda dengan tegas menolak usulan itu. Secara diplomatis, Frans Seda mengungkapkan bahwa urusan Nasakomisasi itu adalah masalah Presiden. Ia bahkan mengutip kalimat yang diungkapkan Soekarno; "Nasakom itu das sollen, itu urusanku sebagai Presiden; Engkau sebagai Menteri mengurusi das sein".

Frans Seda Disimpang Jalan

Tahun 1956 adalah momen yang paling sulit untuk seorang Frans Seda. Sebagai Menteri Perkebunan, ia harus dihadapkan pada pilihan sulit. Kebijakan-kebijakan Soekarno pada waktu itu membuat Frans Seda harus terjun dalam konstelasi politik PKI yang sangat menegangkan. Suasana semakin tak menentu ketika 5 Juni 1965 Seobadrio Wakil Perdana Menteri memperingatkan bahwa dalam bulan-bulan mendatang akan ada pemilihan yang tegas antara kawan atau lawan. Tentu saja, bagi Frans Seda kalimat ini mengandung implikasi yang menentukan nasib bangsa.

Ketika berkunjung ke Langsa, Aceh Selatan 27 September 1965, tiba-tiba kabar mengejutkan datang dari Jakarta bahwa upaya kudeta terhadap pemerintah telah dilakukan oleh PKI. Jenderal Ahmad Yani dan beberapa Jenderal lainnya telah dibunuh. Dalam situasi yang mencekam, Frans Seda yang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Katolik mengeluarkan 3 instruksi; Pertama, Mengutuk upaya kudeta Gestapu. Kedua, Mendukung langkah ABRI menumpas PKI. Ketiga, tetap berdiri dibelakang Soekarno.

Tetapi ia begitu kecewa ketika Soekarno pada tanggal 6 Oktober 1965 di Istana Bogor mengungkapkan bahwa upaya kudeta oleh PKI hanyalah riak ditengah samudera. Hal inilah yang membuat wibawah pemerintah makin merosot. Frans Seda pun mengambil inisiatif memberi uang Rp. 350.000.000 kepada Soeharto untuk menumpas PKI seiring tuntutan masyarakat luas agar gerakan 30 September diusut tuntas. Proses penumpasan tersebut kontan saja langsung mengubah peta politik pada saat itu. Menteri-menteri dwikora terpecah, ada kubu yang pro PKI, ada pula kubu yang pro Soeharto.

Jogo Bonito Penyelamat Ekonomi Indonesia

25 Juli 1966, Soekarno membubarkan kabinet dwikora dan membentuk kabinet ampera. Frans Seda ditunjuk sebagai Menteri keuangan. Akibat situasi yang masih tidak menentu, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang makin dalam. Inflasi meningkat tajam hingga 650 %, rata-rata perbulan mencapai 20-30 %. Ia merasa bertanggung jawab untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Ia berusaha mengendalikan rupiah dengan mendatangi negara-negara pendonor dan membangun prespsi positif. Hasilnya hanya dalam tempo beberapa bulan, ia sukses menahan laju inflasi dari 650 % ke 122 %.

Namun ia menegaskan, dalam pencapaian ini ia tidak sendiri; "ini kerja team work hasil kombinasi aspek-aspek keahlian analisa lainnya yang menyusun konsepsi operasional, keberanian moral untuk mengambil keputusan". Kesuksesan ini membawah Frans Seda dikenal sebagai Menteri Keuangan pertama yang berhasil mengembalikan kepercayaan nasional.

Tahun 1968 - 1973, Frans Seda diangkat sebagai Menteri Perhubungan oleh Soeharto. Frans Seda berinisiatif mengembangkan Bandara Cengkareng yang sekarang dikenal dengan nama Bandara Soekarno Hatta. Lalu membangun proyek real estat Pariwisata Internasional Nusa Dua Bali, pembentukan otoritas Batam dan real estat Pariwisata kepulauan Riau. Melalui berbagai deret prestasi tersebut boleh dikatakan bahwa beliau adalah perintis pariwisata Indonesia.

Pemikiran Frans Seda dan Kesimpulan

Diusia belia hingga menjelang senja ia selalu hadir laksana oase ditengah gurun. Pemikiran-pemikiran dan keahlian Frans Seda selalu dibutuhkan negara sejak era orde lama, orde baru bahkan era reformasi. Sebab itulah ia dikenal dengan sebutan tokoh tiga jaman. Ia rajin merawat Indonesia disaat-saat krisis dengan keluwesan diplomasi. Ia ibarat dokter yang merawat penuh kasih. Sebagai utusan Katolik, ia hadir sebagai pionir bangsa mengatasi kemelut-kemelut yang mendera.

Sikap idealismenya yang tinggi, dan prinsip kekatolikan yang melekat erat membuat karakternya terbentuk sebagai tokoh negarawan yang patut dicontoh. Maka ia dapat disejajarkan bersama tokoh-tokoh besar lainnya. Pemikiran dan ide-ide briliannya mampu membuat perubahan yang menentukan arah perjalanan bangsa.

Misi kekatolikan yang diemban Frans Seda membuat ia seperti sinar terang bagi masa-masa gelap Indonesia. Kesuksesan Frans Seda adalah kesuksesan misi Gereja Katolik dalam mendidik masyarakat Flores dan Indonesia melalui misi pelayanan yang berpijak pada; Matius 10:16 - "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati". Namun sayangnya, setelah kepergian tokoh tiga jaman ini, kini Flores bahkan NTT nyaris kehilangan peran di level nasional. Banyak yang cerdas datang dari NTT, tapi banyak pula yang sudah terkontaminasi dengan prinsip pragmatis. Tak cukup bekal menjadi pionir atau pendobrak, melainkan hanya bisa menjadi pengekor. Akankah muncul Frans Seda - Frans Seda lain di masa mendatang..?? Entalah..!! Hanya dimensi waktu yang bisa menjawabnya.
  • Facebook Comments
Item Reviewed: MEMORABILIA - SI CEKING ITU BERTARUNG SENGIT NAMUN BERBUAH LEGIT Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi