Logo

Logo
Latest News
Wednesday, September 16, 2015

DEWI PADI PUNYA CERITA - PRIYAYI ATAU PENYELAMAT



Resensi Novel: Ine Pare
Karya Floribertus Rahardi

Oleh: Marlin Bato
Jakarta, Rabu 16 September 2015

Mengangkat suatu cerita lewat novel, bisa saja sangat menguntungkan atau menjebak. Menguntungkan ketika pembaca diberi pencerahan tentang sisi lain legenda dan mitos yang berkembang selama ini. Menjebak jika pembaca tak cukup cermat menelaah ragam kisah dengan berbagai versi. Atau bisa saja dibuat paham dengan banyak sisi persoalan yang rumit, atau jatuh bosan karena disuapi satu skenario yang menjungkirbalikan fakta-fakta lain. Namun dalam novel ini, Ine Pare punya kisah tersendiri yang sangat kaya dengan kisah-kisah priyayi, heroisme sekaligus menjelmah sang penyelamat.

Setelah sukses mengangkat novel berjudul "Lembata", terbitan tahun 2008, kali ini Florianus Rahardi kembali meluncurkan Novel Ine Pare di Penerbit Obor Jakarta, Rabu 10 Juni 2015. Alur kisah yang diangkat Rahardi dalam novel Ine Pare ini bukan main spektrumnya: mulai dari santet, incest, pembantaian, tipu muslihat, peperangan dan kekuasaan hingga pengorbanan darah digunung Kelindota. Latar tempat ceritanya juga sangat menarik: Pulau Flores dengan tanah persekutuan Ndori-nya. Tetapi dari potensi latar yang kaya itu, rasanya Rahardi yang kritis sedang membongkar presepsi masyarakat lokal Lio yang selama ini yang cenderung meyakini sosok Ine Pare sebagai sosok jelmaan padi. Ia mencoba memasukan unsur Jawa Dwipa sebagai pengaruh sangat kuat dalam kisah Ine Pare yang pertama kali membawah padi dari Jawa dan mengenalkan pada masyarakat Lio hingga menyebar ke seluruh daratan Flores. Meski demikian, novel ini menawarkan suatu perjalanan dan kisah yang menarik sekaligus mengisi khazanah kehidupan masyarakat lokal.

Kentalnya Pengaruh Jawa Dwipa

Setiap novel punya karakter dan alur kisah yang kuat. Cerita Ine Pare di Flores, oleh Rahardi diperlihatkan dengan sangat realistis. Unsur-unsur mitologi jelmaan kisah Ine Pare menjadi padi yang sesungguhnya diyakini oleh masyarakat Lio selama ini ditiadakan. Sebaliknya ia memasukan Jawa Dwipa sebagai pembawah bulir-bulir padi. Hampir seluruh kisah dalam novel ini direciki unsur Jawa Dwipa. Bahkan gambaran skenario yang ditampilkan oleh Rahardi lebih menyerupai kisah-kisah tradisi kerajaan kuno. Kendati demikian, Rahardi tetap tak abai untuk memasukan unsur lautan mistisme Ine Pare yang diyakini oleh masyarakat setempat sampai hari ini.

Para pembaca sering menjumpai para penulis yang berperilaku seperti turis yang menuangkan buah pikirnya dengan gaya turis pula. Karakter utama yang berasal dari peradaban besar [kota] dengan realitas cukup kompleks datang ke daerah-daerah pedalaman dan berusaha menggerakkan keseluruhan isi cerita legenda dengan pemahaman ala kota. Tentu saja, hal ini menimbulkan pergeseran cara pandang masyarakat penganut budaya setempat. Seperti halnya, Sarala dalam novel Ine Pare ini dilukiskan sebagai seseorang tokoh utusan Jawa Dwipa yang melebur dalam komunitas lokal dan punya pretensi membawa nilai-nilai baru untuk mengubah masyarakat Ndori/Lio secara khusus bahkan daratan Flores secara umum.

Munculnya karya fenomenal Rahardi ini, secara masif bisa saja menjungkalkan karya tulis yang dihasilkan oleh para etnolog pionir seperti; Paul Andt, Jhon Prior, Sareng Orien Bao dan lain-lain tentang asal mula padi di Flores, sebab dari berbagai versi sudut pandang sejarah tentang Ine Pare, tentu saja fakta-fakta yang diungkap baik oleh Rahardi maupun para etntolog tersebut hampir tidak menemukan korelasi yang sepadan antara satu dan versi lainnya.

Priyayi Atau Penyelamat

Dalam novel terbitan Nusa Indah ini, Rahardi cukup mahir menempatkan tokoh-tokoh pelaku, baik protagonis maupun antagonis. Hampir seluruh alur kisah karya Rahardi ini, Ine Pare dilukiskan bak sosok permaisuri yang selalu dilayani sekaligus diagungkan, tetapi diending kisah, ia juga menempatkan sosok Ine Pare sebagai penyelamat melalui pengorbanannya di gunung Kelindota setelah perjamuan terakhir. Namun Rahardi hampir lupa, bahwa suku Bangsa Lio tidak mengenal sistem matrilineal melainkan patrilineal sehingga skenario yang dibangun lebih menyerupai kisah-kisah dominasi kaum permaisuri Jawa Dwipa.

Menariknya, pada subtopik halaman 243, meskipun tidak gamblang tetapi secara kasat Rahardi mencoba melengkapi kisah pengorbanan Ine Pare dengan mempadupadankan latar kisah pengorbanan Yesus melalui "perjamuan terakhir". Secara eksplisit, ada pesan tersirat yang ingin disampaikan Rahardi bahwa antara Yesus dan Ine Pare adalah dua sosok sang penyelamat namun berbeda cara. Jika Yesus mati untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa, sebaliknya Ine Pare rela mati untuk menyelamatkan umat manusia dari kelaparan hebat. Jika Yesus mati menurut kehendak Bapa disurga maka Ine Pare pun mati seturut kehendak Du'a Ngga'e seperti ulasan dalam novel tersebut.

Karena cerita lebih berpusat pada tokoh-tokoh lokal, novel ini memperlihatkan banyak hal yang jarang diketahui. Tetapi narasi novel ini juga menanamkan emosi universal tentang kehilangan, pengorbanan juga kekuasaan namun tetap menempatkannya dalam konteks khusus kehidupan masyarakat Flores berabad-abad lalu.

Kesimpulan

Novel ini setebal 264 halaman, ditulis oleh Florianus Rahardi, lahir di Ambarawa Jawa Tengah 10 Juni 1950, diterbitkan di Penerbit Nusa Indah tahun 2015 Jl. Eltari, Ende 86318 - Flores - NTT. Telepon: (0381) 23975 Fax: (0381) 21502 - E-mail: nusaindahende@yahoo.com

Daftar Isi

1. Burung Gerugiwa ~ 7
2. Bheda dan Lontar ~ 17
3. Sa'o Ria dan Sa'o Keda ~ 27
4. Cadik Negeri Jawa Dwipa ` 37
5. Batang-Batang Reo ~ 48
6. Malaka dan Maja ~ 58
7. Minyak Cendana ~ 68
8. Panen Perdana ~ 79
9. Kerbau di Sawa ~ 89
10. Anyaman dan Geraba ~ 100
11. Awal Malapetaka ~ 111
12. Kutukan Itu Datang ~ 123
13. Air, Air, Air!! ~ 134
14. Murid Sarala ~ 145
15. Tanah Pemukima Baru ~ 156
16. Detusoko ~ 167
17. Pandi Besi dari Jawa Dwipa ~ 178
18. Serangan Pertama ~ 189
19. Serangan Kedua ~ 200
20. Padi Sawa ke Barat ~ 211
21. Negeri Sikka ~ 222
22. Darah dan Hujan ~ 232
23. Perjamuan Terakhir ~ 243
24. Kelindota ~ 254


Dari kisah keluarga Ine Pare yang baik hati maupun keluarga Bheda yang serakah, pembaca disuguhi tebaran trik dan intrik tetapi pembaca juga diajak memahami bahwa di tengah bumi Flores yang indah itu ada komunitas yang berjuang bersama tantangan alam yang berat dengan persoalan hidup yang cukup rumit. Maka kisah yang diangkat Rahardi kali ini, lebih beriorientasi pada karya imajiner dengan berbagai diksi.

Karena itu, Novel Ine Pare ini dapat dikategorikan sebagai karya fenomenal bergaya inkultural menggunakan metode Societas Verbi Divini untuk menanamkan pengetahuan dan ketaatan moral melalui perpaduan priyayi dan penyelamat. Sebab itu, novel ini menarik dikonsumsi dan sewaktu-waktu bisa saja novel ini difilmkan sebab butuh kejeniusan dan keberanian lebih untuk menggarap karya sastra seperti ini terlepas ada atau tidaknya friksi yang menghadirkan banyak sudut pandang yang perlu dikaji.

Terimakasih...
Semoga bermanfaat!!
  • Facebook Comments
Item Reviewed: DEWI PADI PUNYA CERITA - PRIYAYI ATAU PENYELAMAT Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi