RESENSI - Berhenti sebagai tentara, dia memilih jadi mafia. Dia melakukan bisnis
ilegal, dari pemantik api hingga bank imajiner, yang mengisi pundi-pundi
uangnya. Perang Pasifik berakhir. Jepang takluk.
Amerika menduduki Jepang secara resmi pada 2 September 1945, setelah
penandatanganan pengakuan kekalahan Jepang di atas kapal USS Missouri di
pelabuhan Yokohama. Sejak itu, Amerika menempatkan ribuan tentaranya di
Jepang. Nick Zapetti salah satunya. Robert Whiting mengungkap kisah
hidup Zapetti dalam bukunya, Tokyo Underworld. Buku
ini juga membahas berbagai kasus dan skandal internasional yang
melibatkan Yakuza, Badan Intelijen Amerika, pebisnis kelas kakap, hingga
politisi ternama.
Zapetti tiba di Kyushu Utara pada akhir
Agustus 1945 sebagai sersan satu di Korps Marinir. Dia berusia 22 tahun
saat bertugas di MAG-44 untuk mengambil-alih Landasan Udara Omura dekat
Nagasaki. Pada Februari 1946, ketika masa tugasnya di Korps Marinir
berakhir, dia memutuskan megundurkan diri. Setahun kemudian dia kembali
ke Amerika.
Tapi Jepang terlalu lebih menarik
baginya. Jepang pascaperang adalah pasar yang menguntungkan, dan dia
berharap bisa menarik keuntungan dari situasi itu. Bahkan banyak pejabat
militer Amerika terlibat dalam transaksi-transaksi di pasar gelap
dengan mafia-mafia Jepang. Tapi, dari semua usaha pasar gelap selama
masa pendudukan, tak ada yang sesukses perusahaan Lansco milik Zapetti,
sebuah “toko umum” aneh yang berpusat di Ginza. Lansco terlibat dalam
segala hal yang berbau ilegal, mulai dari perbankan hingga penjualan
permen karet.
Ketika kembali ke Jepang, mulanya Zapetti berbisnis pemantik apik. Dia datang dengan Ford convertible yang
memuat berkarung-karung pemantik api, komoditas yang sangat berharga di
Jepang. Dalam setiap karung terdapat 20 ribu pemantik api. Dia
menjualnya di pasar gelap Ginza dan menghasilkan uang yang jauh lebih
banyak dibandingkan harga mobilnya.
Setahun kemudian dia menjalankan bisnis
bir. Dia menangguk untung, sehingga membeli tanah di daerah pinggiran
Fujisawa dan membangun rumah besar bergaya Amerika. Pada awal 1950,
bisnisnya terbongkar oleh detektif penyamar dari MPD (Badan Polisi
Metropolis). Dia ditangkap dan dideportasi. Namun, tak butuh waktu lama
untuk dia kembali ke Jepang.
Pada akhir 1950, dia mendirikan
perusahaan baru, Lansco. Nama perusahaan ini diambil dari nama depan
Zappeti dan mitra barunya, seorang komunis Rusia, Leo Yuskoff, dan
seorang wiraswastawan dan letnan Angkatan Darat Amerika bernama Al.
Perlahan tapi pasti Lansco menjadi besar, dan melambungkan namanya.
Seperti kebanyakan orang di “negeri tak
bertuan”, Amerika Serikat, Zapetti datang dari latar belakang kemiskinan
era Depresi. Dia seorang Italia-Manhattan dari sebuah perkampungan
Yahudi di Harlem Timur. Dia, yang berbadan besar dan angkuh, berasal
dari keluarga dengan sebelas anak yang tumbuh di rumah petak sempit.
Ayahnya seorang tukang kayu, imigran dari Calebresia.
Dunia hitam tak asing baginya. Sepupu
keduanya, Gaetano Luchese dikenal dengan sebutan “Brown Tiga Jari”.
Kerabat keluarganya, Joe Rao, dikenal sebagai “Bos Minuman Keras”, Mike
Copolla si “Pelatuk” alias “Raja Artichoke”, dan Joe Stretch, kepala
mafia yang memiliki jaringan restoran. Dokter di seberang jalan rumahnya
menjual whiski selundupan, dan tetangga sebelah rumah seorang tukang
pukul profesional. Begitulah lingkungan Zappeti: penuh dengan penjahat.
Keberhasilan Lansco yang patut dicatat
adalah membuat bank imajiner. Bank Texas, begitu biasanya disebut,
adalah bank fiktif tanpa aset, tanpa utang, dan tanpa surat legal
apapun. Bank ini muncul hanya dengan menerbitkan dokumen palsu, dengan
kop surat yang menunjukkan alamat imajiner di Kota Texas, dan
seperangkat buku cek. Tak ada satu pun di kota itu yang dapat menandingi
keberanian cara kerja Lansco. Setiap kali Lansco membutuhkan dana,
Zappeti akan menerbitkan cek dalam jumlah tertentu, minimal 30.000
dolar, menandatangani bagian bawah cek dengan nama Harry S Truman atau
Franklin Delano Roosevelt. Cek ini dijual kepada seseorang di pasar
gelap dengan nilai 10 persen dari nominal yang tertera.
Pada 1953, Lansco berhenti beroperasi karena digerebek oleh CID (Criminal Investigation Division)
Angkatan Darat Amerika dan Polisi Jepang. Zappeti kemudian terseret ke
dalam dunia kelam gulat profesional. Gagal sebagai pegulat, Zappeti
terlibat dalam perampokan berlian di Hotel Imperial. Akibatnya dia harus
meringkuk di penjara Tokyo lalu dideportasi untuk kali kedua.
Belum juga kapok, Zappeti kembali ke Jepang dan menjadi asisten seorang bos Mafia Jepang (Yakuza). Tak cukup sampai di sini, dia mendirikan sebuah restoran pizza
ala Italia pertama di Jepang yang semula hendak dijadikannya sebagai
pusat kehidupan para penjahat Tokyo. Dari sini dia dinobatkan oleh para
pelaku kehidupan malam Tokyo sebagai “The king of Roppongi and Mafia boss of Tokyo”.
Sebuah kisah nyata yang sangat menarik.
Di sebuah negara asing, dengan budaya dan gaya hidup masyarakatnya yang
berbeda, seorang diri tanpa keluarga dan kerabat, tanpa modal finansial,
bahkan tanpa perencanaan matang, hanya bermodalkan keyakinan dan
keberuntungan, Zapetti melambung menjadi orang nomor satu di dunia
kriminal Jepang saat itu.(Historia)