Logo

Logo
Latest News
Wednesday, September 17, 2014

Jangan Bajak Hak Pilih Rakyat

MB.com, OPINI - Negara pertama yang menerapkan konsep hak pilih universal adalah Perancis pada 1792. Sesuai terminologinya, hak pilih dimaknai sebagai hak pilih universal, artinya semua warga negara boleh memilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu).  Konsep hak pilih universal, awalnya merujuk pada hak pilih seluruh penduduk tanpa memandang harta kekayaan.

Hak pilih universal memiliki dua komponen penting. Yaitu hak untuk memilih, artinya hak untuk memilih dan hak untuk tidak memilih; serta kesempatan untuk memilih, yaitu tidak ada pemaksaan bagi setiap warga negara untuk memilih. Tetapi, negara wajib memfasilitasi, memberikan pengetahuan, atau menyediakan layanan dan fasilitas tempat dan waktu, agar warga negara berkesempatan untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu.

Dalam hukum Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, jaminan partisipasi warga negara dalam menggunakan hak pilih secara universal dan sederajat tanpa adanya diskriminasi, juga diatur di dalam berbagai peraturan hukum internasional. Karena hak pilih juga merupakan ukuran derajat politik setiap orang sebagi warga negara.

Hal ini antara lain disebutkan dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, dan Konvensi  Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang juga sudah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999.

Prinsip HAM universal adalah menjamin pemenuhan hak sipil politik. Bahkan, pasal 21 DUHAM menyatakan, negara pihak yang harus menjamin hak berpartisipasi dalam pemerintahan dan Pemilu serta hak atas pelayanan umum.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 71 menyatakan, ”Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Sebagai pemegang kewajiban pemenuhan HAM, negara mengemban tiga bentuk tugas. Yaitu negara harus menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil) HAM. Oleh karena itu, dalam konteks menghormati, melindungi, dan memenuhi hak pilih warga negara, pemerintah tidak boleh mengintervensi hak pilih warga, karena campur tangan negara justru merupakan pelanggaran atas hak pilih.

Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu/warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara/pemerintah sebagaimana tertuang dalam konstitusi dan aturan perundang-undangan.

Hak sipil dan politik warga negara dalam Pemilu adalah salah satu pilar  utama dalam tatanan negara demokratis berbasis HAM (human-rights based democracy). UUD 1945 (Amandemen ke-4) dengan tegas menjamin pemenuhan hak konstitusional warga negara, baik sebagai pemilih maupun sebagai kandidat yang dipilih dalam suatu rangkaian proses penyelenggaraan Pemilu yang jurdil.

Negara dengan segenap aparatnya ditugaskan, bukan hanya untuk menyelenggarakan Pemilu secara berkala, tetapi juga, malah yang terpenting, mengupayakan pemenuhan hak konstitusional warga negara sebaik dan semaksimal mungkin.

Untuk itu Pemilu, Pilpres, dan Pilkada merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak politiknya untuk memilih orang yang dianggapnya layak sebagai pemimpin.

Sebagai hak fundamental, maka hak pilih itu adalah hak yang melekat pada setiap orang. Tetapi negara, dalam hal ini pemerintah, diberikan kewenangan untuk mengatur bahkan membatasi.

Negara memberikan batasan bagi warga negara, yang berhak untuk memilih, yaitu sudah dewasa atau berumur di atas 17 tahun terhitung saat pemungutan suara dilaksanakan. Dan, atau mereka yang sudah menikah, sebagaimana yang diatur pada aturan perundang-undangan. Sebaliknya, hak pilih ini juga dapat dicabut melalui putusan pengadilan kepada mereka yang dihukum, karena telah melakukan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Bahkan atas dasar kebijakan negara, TNI/POLRI tidak diberikan hak pilih.

Itulah letak keistimewaan hak pilih dibanding hak-hak yang lain. Hak pilih juga tidak dapat di wakilkan. Dengan demikian, pemenuhan hak pilih warga negara, di mana negara diwajibkan melakukan tindakan proaktif dengan mengajak dan mendatangi warga untuk memilih. Di lain pihak, negara dilarang keras melakukan intervensi terhadap independensi setiap orang untuk memilih.

Hak pilih tidak sekedar memilih secara partisipatif. Hak pilih juga berkaitan dengan kesadaran akliah dan kesadaran batiniah, di mana kesadaran itu tidak mudah untuk diwakilkan. Dalam bahasa yang lebih ekstrem, yaitu hak setiap orang untuk menentukan masa depannya.

Mengembalikan hak pilih warga ke DPRD pada Pilkada adalah bentuk dari simbol otoritarianisme politik, karena bertentangan dengan semangat demokrasi substantif dan penegakan HAM. Pengembalian hak pilih warga ke DPRD juga merupakan bentuk marjinalisasi dan diskriminasi masal terhadap warga negara. Ini adalah pembajakan terhadap hak warga negara.

(M Ridha Saleh, Aktivis HAM dan Lingkungan Hidup, Mediator Profesional)
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Jangan Bajak Hak Pilih Rakyat Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi