Logo

Logo
Latest News
Sunday, August 24, 2014

Resensi Buku : The Last Emperor - Kaisar Tanpa Titah



MB.com, Resensi - Dia baru berusia dua tahun ketika dinobatkan sebagai kaisar, dalam suasana kerajaan yang penuh intrik dan gejolak.

Pada 2 Desember 1908, Aula Kedamaian Istana Terlarang. Ribuan orang berkumpul menghadiri upacara penobatan kaisar baru. Upacara biasanya memakan waktu sepanjang hari. Sebelum penobatan, kaisar baru harus menerima para pemimpin tentara istana, menteri, pejabat sipil dan militer, raja kecil, serta gubernur untuk melakukan kowtow (penghormatan).

Belum juga usai, sang kaisar sudah kelelahan. Dia menjerit, menangis, dan meraung-raung. Wali kaisar, yang tak lain adalah ayahnya, gelisah. Setengah berbisik dia membujuk anaknya: “Jangan nangis. Yang sabar ya. Semuanya segera selesai. Semuanya akan usai.” Beberapa orang yang mendengar bisikan itu berkata: “Ini adalah pertanda buruk.”

Henry Pu Yi, kaisar baru itu, yang lahir pada 7 Februari 1906, baru berusia dua tahun. Dia menggantikan kaisar lama yang mati dibunuh pendukung republik.

Pu Yi jadi penerus Dinasti Qing dalam situasi penuh prahara. Kaum revolusioner republik sedang gencar mengupayakan perubahan sistem pemerintahan China dari monarki menjadi republik. Seorang penasihat istana bernama Yuan Shih Kai menjadi musuh dalam selimut dalam pemerintahan Pu Yi.
Pada 12 Februari 1912 Yuan berhasil mempengaruhi janda permaisuri Lung Yu untuk menjatuhkan pemerintahan Pu Yi. Yuan lalu membentuk pemerintahan republik sementara dengan dia sebagai presidennya. Segala urusan politik dan ekonomi kerajaan berada di bawah pengaturan Yuan.
“Aku kaisar yang berkuasa dalam suasana seperti itu selama tiga tahun lamanya, tanpa adanya kesadaran yang nyata akan situasi politik,” kata Pu Yi dalam otobiografinya.

Pu Yi jadi kaisar tanpa titah. Dia menjalani hidup sebagai seorang interniran di Istana Terlarang. Tapi dia masih memperoleh hak pelayanan sebagai kaisar dan menjalankan tradisi kerajaan berdasarkan Perjanjian Perlakuan Baik yang dibuat ayahnya dan Departemen Rumah Tangga dengan pihak republik. Di sisi lain keluarga Qing berjanji akan terus mendukung Yuan sebagai kaisar bila dia memegang teguh perjanjian itu. Tapi Yuan keburu meninggal dunia, hanya 83 hari setelah memegang kekuasaan sebagai kaisar.

Banyak orang percaya itu adalah kutukan langit karena dia telah merebut kepemimpinan “Putra Langit” secara tidak sah. Berita kematiaannya disambut penuh suka cita oleh para penduduk Kota Terlarang. Kematian Yuan memunculkan kembali kerinduan masyarakat Kota Terlarang, bahkan sebagian masyarakat China, terhadap pemerintahan Dinasti Qing. Mereka menuntut restorasi pemerintahan. Pada 1917 restorasi Dinasti Qing mencapai puncaknya. Pu Yi kembali menjadi kaisar penuh.

Tapi masa-masa indah itu hanya berlangsung sesaat. Kaum revolusioner republik kembali menyerang Istana Yu Ching milik Dinasti Qing dengan menggunakan kekuatan udara –yang pertama dalam sejarah China. Setelah itu pemerintahan republik mengeluarkan dekrit yang menurunkan tahta Pu Yi sebagai kaisar. Kecuali di Istana Terlarang, Pu Yi kembali kehilangan kekuasaannya.

Beruntung Pu Yi memiliki banyak tutor yang kelak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Salah satunya Reginald Fleming Johnstone, alumnus Universitas Oxford Inggris. Melalui dirinya Pu Yi belajar berbagai hal mengenai dunia Barat. Keduanya kerap berdiskusi soal kondisi dan sistem politik di sejumlah negara, kekuatan negara setelah Perang Dunia I, hingga kebiasaan keluarga kerajaan Inggris.

“Kurasa dia tak pernah menyadari seberapa dalam pengaruh dirinya terhadap diriku; bahwa stelan wolnya membuatku mempertanyakan nilai kain sutera dan brokat China; dan pulpen di dalam sakunya membuatku malu menggunakan kuas dan kertas Chinaku,” kenang Pu Yi.

Kekuasannya yang terbatas hilang ketika pemerintahan republik mengumumkan berakhirnya Perjanjian Perlakuan Baik. Kedudukan Pu Yi sebagai kaisar dicabut; hanya rakyat biasa. Pu Yi kemudian melarikan diri ke Tietsin, sebuah daerah yang masih menjadi wilayah konsesi Jepang atas China. Di sini Pu Yi berusaha mengonsilidasikan kembali sisa-sisa pengikut setianya. Tutor-tutor Pu Yi meyakinkannya bahwa restorasi hanya bisa terwujud dengan bantuan Jepang.

Jepang sendiri mendekati Pu Yi dengan mengundangnya berkunjung ke sebuah sekolah untuk anak-anak Jepang dan pesta ulang tahun Kaisar Jepang. Bahkan pada 1934 Jepang mengangkat Pu Yi sebagai kaisar boneka di Machukuo di utara China untuk memuluskan berbagai kepentingan Jepang di China. Pada masa ini, melalui stempel Pu Yi, Jepang menggulirkan kerja paksa hingga puluhan ribu rakyat China tewas. Jepang juga kemudian berhasil menduduki wilayah Beijing. Tapi, ibarat kacang lupa kulitnya, Jepang lalu mencabut kekuasaan Pu Yi.

Pernah bekerjasama dengan Jepang, Pu Yi dicap sebagai kolaborator. Pada 1945, dalam suasana Perang Dunia II, Pu Yi ditangkap pasukan Soviet dan dibawa ke Chita, Siberia. Selama tujuh hari berturut-turut Pu Yi diperiksa di pengadilan penjahat perang.

China sendiri sudah berubah. Pada 1 Oktober 1949, Mao Tse Tung resmi membentuk Republik Rakyat China. Pu Yi sendiri baru menikmati kemerdekaan dirinya sepuluh tahun kemudian ketika Mao mengumumkan pemberian amnesti kepada para tahanan perang, termasuk Pu Yi.

Buku ini ditulis oleh Pu Yi di dalam penjara. The Last Emperor, otobiografi Henry Pu Yi ini, menceritakan pengalaman hidupnya yang luar biasa: penobatannya sebagai kaisar pada usia sangat muda, hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya, korupsi yang menggerogoti kerajaan, menjadi “boneka” penguasa Jepang, mendekam di penjara sebagai tawanan perang, hingga menjadi tukang kebun di mana hanya sedikit orang yang mengenalnya sebagai “Putra Langit”. Selain itu, buku ini menjelajahi perjalanan sejarah China dalam memasuki era modern. Buku ini mengilhami film dengan judul sama, disutradarai Bernardo Bertolucci, yang meraih 9 Piala Oscar.

Pada 17 Oktober 1967, Pu Yi wafat dan dimakamkan di samping makam kaisar sebelumnya, Kaisar Kuang Hsu.

[Historia]
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Resensi Buku : The Last Emperor - Kaisar Tanpa Titah Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi