Sumber : Ola Gare Ka'e Raja, Ana Dari Nia Pase La'e Tuka Raja Ndopo
Pengetahuan Sendiri
OLA GARE RIWAYAT NDOPO NDORI WANGGE NO’O TIWE MONI
LEKA EMBU WELU MAMO PA’A PATI ANA MAMO
LEKA NUA AE TUNGU, WOLOLELE A,LISE NGGONDE RIA
1. SILSILAH
Kami
adalah keturunan dari Embu Rasi yaitu Rasi Le’u kawin dengan istrinya
bernama Bhena Bajo (Anak dari Bajo Wawo). Mereka dikarunia anak berjumlah 6 orang yaitu: Mboti
Rasi, Pati Rasi, Woda Rasi, Mali Rasi, Ngera Rasi, dan Ngeo Rasi.
Kami berasal dari keturunan Embu Woda Rasi yang kawin dengan isterinya bernama Le’u Semba (Ata Moni Nida). Mereka di karuniai 3 orang anakl aki-laki yaitu: Wangge Woda (anak sulung, tinggal di kampung Wololele B), Mbete Woda (anak kedua, tinggal di kampung yang bernama Nua Tu), dan Senda Woda (anak bungsu, tingal di kampung yang bernama Mbindi, Pusu). Dari ketiga orang anak Woda Rasi inilah hingga sekarang kita mengenal keturunan yang disebut sebagai Ana Wangge, Ana Mbete dan Ana Senda.
Dari ketiga anak Woda Rasi, kami berasal dari keturunan Embu Mbete Woda. Dia memiliki 2 orang isteri. Isteri yang pertama bernama Sambe Lae dari Bu. Anak dari isteri pertama berjumlah 4 orang yaitu: Laka Mbete (anak sulung, tinggal di kampung Nua Tu), Woda Mbete (anak kedua, tinggal dikampung Ratenggoji), Wangge Mbete (anak ketiga, tinggal di kampung Wolobheto), Ndopo Mbete (anak bungsu, tinggal di kampung Wolonio). Sedangkan isteri keduanya bernama Ruba Rusu (Ata Detulate, Lise Kuru Lande), yang dikaruniai 3 orang anak yaitu Tani Mbete (anak sulung, tinggal di kampung Ae Malu), Bu Mbete (anak kedua tapi tidak diketahui kampungnya), Roka Mbete (anak bungsu, tinggal di kampung Deturia, sebagiannya lagi tingal di kampung Lokalande).
Dari semua anak Mbete Woda di atas, kami berasal dari keturunan Wangge Mbete di Wolobhetho. Dia memiliki 2 orang isteri. Isteri yang pertama bernama Lawi Pedha yang adalah anak dari Pedha Du’a dari kampung Fata Ndopo (suku Kunemara.) Dari isteri yang pertama dikaruniai 2 orang anak yaitu Mbete Wangge (anak sulung, tinggal di kampung Wolobheto) dan Senda Wangge (anak kedua, tinggal di kampung WololeleLo’o-Pau Bewa). Sedangkan isteri kedua bernama Toko Ndori dari kampung Wowo. Dikaruniai 1 orang anak saja sebagai anak tunggal yakni Ndori Wangge (tinggal di kampong Wololele A).
Dari anak Wangge Mbete di atas, kami berasaldari keturunan Ndori Wangge. Ndori Wangge ini memiliki beberapa orang isteri (Sue Jeo, Jowe Laki, Mbadhi, Hawi dan Moni). Sementara yang saya ketahui isteri dari Ndori Wangge adalah Sue Jeo (orang Langga La’a, ana Embu Mbipi) dan Jowe Laki. Sedangkan isteri yang lain itu saya tidak ketahui nama mereka, tapi anak-anak dari isteri yang lain itu saya ketahui.
Isteri pertama Ndori Wangge bernama Sue Jeo (dari kampung
Langga La’a, ana Embu Mbipi). Dari isteri yang pertama dikaruniai 4 orang
anak yaitu Wangge Ndori (anak sulung,tinggal di Wololele A), Do’o Ndori
(anak kedua, tinggal di Wolomude), Wara Ndori (anak ketiga, tinggal di Tebolaka), Ndopo Ndori (anak bungsu, tinggal di Ae Tungu). Sedangkan
dari isteri kedua yang bernama Jowe Laki (dari Bu kalu tidak salah?)
dikaruniai 2 orang anak yang bernama Ndale Ndori (anak sulung, tinggal di Ae Tungu), dan Mage Ndori (anak bungsu, tingal di Ae Tungu).Sedangkan anak Ndori Wangge dari isteri-isteri yang lain yang menurut
sejarah dengan maksud untuk memperbanyak keturunan, mereka itu terdiri dari Feo
Ndori dan Tani Ndori.
Dari semua anak Ndori Wangge di atas, kami berasal dari keturunan Ndopo Ndori di kampung Ae Tungu. Dia memiliki 2 orang isteri.Isteri pertama bernama Tiwe Moni (dari kampong Belanggo, dari keturunan Embu Ngera Rasi). Dari isteri pertama dikaruniai 6 orang anak yaitu: Mo’a Ndopo(anak sulung), Wondo Ndopo (anak kedua), Raja Ndopo (anak ketiga), Feo Ndopo (anak keempat), Keli Ndopo/Do’o (anak kelima), dan Tani Ndopo (anak keenam). Sedangkan isteri kedua bernama More Lera (dari kampung Rangga Talo). Dikaruniai 1 orang anak yang bernama Mo’a Lo’o.
Dari semua anak Ndopo Ndori di atas, saya sendiri berasal dari keturunan Tani Ndopo, putera bungsu dari Ndopo Ndori dan Tiwe Moni. Tani Ndopo memiliki 2 orang isteri. Isteri pertama bernama Daba Landa, dari Mole Kelisamba anak dari Landa Ngaga, cucu dari Ngaga Wara, turunan dari Masebewa. Dari isteri yang pertama dikaruniai anak 1 orang sebagai anak tunggal yaitu Dawa Tani. Sedangkan isteri kedua bernama Seja Deka Ana Mboti Pati) dari kampung Hangasare. Dari isteri yang kedua dikaruniai 3 orang anak yaitu Tonda Tani (anak sulung), Masi Tani (anak kedua),dan Senda Tani (anak ketiga).
Dari anak Tani Ndopo saya turunan dari Dawa Tani dengan isterinya Loru Logho (anak dari Logho Senda dan Nggando Aba, tinggal di Wolobheto, keturunan dari Tani Ndori). Dari Dawa Tani dan iserinya Loru Logho mereka dikaruniai 12 orang anak tapi yang saya ketahui itu hanyalah 4 orang saja sedangkan yang lainnya saya tidak ketahui karena mereka meninggal sewaktu masih muda dan belum berkeluarga sehingga tidak meninggalkan keturunannya sampai sekarang. Keempat orang anak itu adalah Rosadalima Daba dengan panggilannya Hawa sebagai anak sulung. Dia menikah dengan Nara Nggiri, anak dari Nggiri Mbete, cucu dari Mbete Ndopo, cicit dari Ndopo Mbete, seorang Mosalaki dari Tuka Ndopo Mbete di Wolonio. Kedua bernama Adam, seorang bujang yang meninggal sebelum berkeluarga. Ketiga bernama Konstantinus Ndori, menikah dengan Saveana Rae dari Wolonio. Kempat adalah Petrus Hamid Logho, menikah dengan Theresia Kewa anak dari Bernadheta Ndea Senda dan Lera Logho, di Wolobheto. Dari pasangan Petrus Hamid Logho dan Theresia Kewa dikaruniai 7orang anak yaitu Agusinus Bernadus Ndopo Logho (anak sulung, (+)), Fransiskus Saverius Ndopo Logho (anak kedua, +), Yohanis Don Bosko Tani Ndopo Logho (anak ketiga), Raymundus Nonatus Logho (anak keempat), Maria Yasinta (anak kelima, +), Imanuel (anak ke enam +), Stefanus Damianus Dawa Logho, (anak ketujuh, +)
2. RIWAYAT EMBU NDOPO NDORI ANAK NDORI WANGGE, ANAK WANGGE MBETE, ANAK MBETE WODA, ANAK WODA RASI, ANAK RASI LE’U, ANAK LE’U LERA, ANAK LERA LE, ANAK LE LIO, ANAK LIO LAKA MAI MALAKA, WA’U WEWA RIA.
Ndopo Ndori adalah anak bungsu dari Ndori Wangge dari isteri pertama yang bernama Sue Jeo. Saudara-saudara kandungnya berjumlah 3 orang, yakni Wangge Ndori, Do’o Ndori,Wara Ndori sedangkan ada juga saudara-saudara dari isteri yang lain yaitu Ndale Ndori, Mage Ndori, Feo Ndori dan Tani Ndori.
Ndopo
Ndori mengambil isteri yang bernama Tiwe Moni, dari kampung Belanggo,
dari keturunan Embu Ngera Rasi. Tiwe Moni adalah isteri yang pertama.
Waktu itu mereka belum dikaruniai anak. Setiap tahun mereka sebagai aji
ana keturunan Ndori Wangge wajib mempersembahkan hasil panen sebagai
ungkapan syukur kepada Du’a Gheta Lulu Wula, Ngga’e Ghale Wena Tana
melalui upacara adat Mbama yang bertempat di Sao Ria Tenda Bewa
WololeleA. Waktu itu Ndori Wangge sudah lanjut usianya sehingga untuk
urusan adat dijalankan oleh anaknya yang sulung yaitu Wangge Ndori.
Namun hasil panen yang dibawa oleh Ndopo Ndori dan Tiwe Moni ketika
diantar ke rumah besar tersebut tidak dimasak oleh isteri Wangge Ndori
karena dilarang oleh suaminya dengan alasan bahwa Ndopo Ndori mengambil
isteri di Tiwe Moni itu berasal dari keturunan Embu Ngera Rasi yang nota
benenya adalah pemalas kerja atau tidak tahu kerja. Cuma itu
alasan mendasar yang diketahui, apakah ada alasan lain yang lebih
mendasar dari itu tidak diketahui karena berdasarkan cerita orang tua
dulu seperti itu.
Karena tiap kali dalam tiap tahun hasil panen dari Ndopo Ndori dan TIwe Moni tidak dimasak oleh isteri Wangge Ndori karena alasan yang sudah disebut di atas Ndopo Ndori mempertanyakan hal tersebut kepada kakaknya Wangge Ndori. Tanggapan itu dijawab dengan ancaman kepada Ndopo Ndori bahwa akan dibunuh. Karena merasa dirinya terancam akan dibunuh maka Ndopo Ndori lari menghindar dari kejaran kakaknya. Tempat pertama sebagai pelariannya adalah Gai Kiu dan Wara. di tempat itu dia tinggal bersama isterinya kurang lebih 2 tahun dan masih belum dikaruniai anak. Lalu mereka berpindah lagi ke tempat kedua yang bernama Hanga Tuga. Dan di tempat itulah lahirlah anak yang pertama Mo’a Ndopo dan anak kedua Wondo Ndopo. Setelah mendengar informasi bahwa Ndopo Ndori dan Tiwe Moni telah memiliki 2 orang anak laki-laki bertambahlah ambisi dari Wangge Ndori untuk menghabisi Ndopo Ndori bersama isteri dan anaknya. Namun Ndopo Ndori sudah mendapat firasat akhirnya dia bersama isteri dan anaknya berpindah tempat lagi di tempat ketiga yang bernama Bhoku Bali. Di tempat itu mereka di karunia lagi 2 orang anak yang bernama Raja Ndopo dan Feo Ndopo.
Setelah cukup lama kepergian Ndopo Ndori, bapaknya Ndori Wangge merasa kasihan dengan anak bungsunya ini. Pada suatu ketika Ndori Wangge bertanya kepada anak keduanya Do’o Ndori : Ema, kau na mbana mai, kau tei ta iwa no’o aji kau Ndopo ina? Ana ina na dowa so kiwa rua iwa ke tei rewo. Dowa de emba do kai na? Do’o menjawab: Ema, aku iwa ke tei no’o kai. Ema, demi kau tei no’o aji kau Ndopo ina, kau nosi no’o kai mai da gha, aku latu perlu no’o kai. Setelah selesai menerima amanat dari bapaknya Ndori Wangge, Do’o pun mulai mencari adiknya Ndopo. Pada suatu ketika tanpa di sengaja Do’o yang sedang berjalan-jalan melihat ke arah jauh di suatu tempat yang bernama Bhoku Bali terdapat kepulan asap menjulang tinggi seperti ada yang sedang membakar lahan. Akhirnya dengan penuh rasa ingin tahu Do’o pun berjalan ke tempat yang dituju tersebut. Dari Bhoku Bali tempat kediaman Ndopo Ndori, dia melihat seseorang yang sedang menuju ke tempatnya. Lalu Ndopo mulai mengambil mbendi (senapan tumbuk jadul) mengarahkan kepada orang (Do’o) yang datang kepadanya.
Ketika mendekati tempat kediaman Ndopo Ndori beseruhlah Do’o Ndori: Sai gharu? Seruannya dijawab Ndopo dengan nada yang sama: Kau gharu na sai? Do’o menjawab: Aku Do’o Ndori!, kau gharu na sai? Mendengar jawaban bahwa orang itu adalah Do’o Ndori, kakak dari Ndopo Ndori maka Ndopo pun menjawab: aku Ndopo Ndori. Do’o pun berkata: Aji, aku latu perlu no’o kau, aku tau degharu. Ndopo pun menjawab: demi kau tau da gha, topo kau welu gharu. Ndopo tetap menodongkan Mbendinya ke arah Do’o sampai Do’o benar-benar melepaskan parangnya. Sesudah melepaskan parangnya, Do’o pun berkata kepada adiknya Ndopo: aji, aku to da gharu kau welu si mbendi gharu. Kemudian Ndopo pun melakukan hal yang sama. Do’o pun akhirnya bertemu dengan adiknya Ndopo di Bhoku Bali. Mereka kemudian berpelukan dan menangis sabagai saudara. Do’o pun kemudian menyampaikan maksud dia mencari adiknya Ndopo. Bahwa pesan dari bapak mereka Ndori Wangge melalui Do’o setelah bertemu Ndopo adalah segera ke Wololele A karena bapaknya ada keperluan pribadi dengan anak bungsunya Ndopo Ndori. Do’o pun menyarankan kepada adiknya untuk tingal saja di Ae Tungu, di tempat yang lebih rata, tempat miliknya Do’o Ndori yang belum digarap sama sekali. Ndopo pun menyetujui usulan dari kakaknya tersebut.
Setelah bertemu dengan Ndopo Ndori, Do’o Ndori pun segera kembali ke Wololele A untuk menyampaikan hasil pertemuannya dengan adiknya itu. Setibanya di Wololele Do’o menceritakan semuanya kepada bapaknya Ndori Wangge dan sudah menyampaikan amanatnya kepada adik bungsunya itu. Ndopo Ndori mulai membuka kebun baru di Ae Tungu. Kondisi Ae Tungu pada waktu itu terdapat pohon-pohon yang besar-besar, tempat cukup rata dan berada di puncak gunung Keli Nggonde, air cukup sulit, ada sebuah mata air yang sangat kecil sekali yang mengalir hanya dengan setetes demi setetes. Karena air yang setetes demi setetes itulah diberi nama Ae Tungu. Hari demi hari Ndopo Ndori bersama anak-anaknya perlahan-lahan memperluas wilayah Ae Tungu dengan menebang beberapa pohon-pohon besar untuk dijadikan bahan ramuan bangunan. Setelah di rasa cukup untuk tinggal maka Ndopo Ndori bersama isteri dan anaknya mulai berpindah dari Bhoku Bali ke Ae Tungu dengan membawa semua barang-barang perlengkapan, makanan, dan ternak mereka ke tempat yang baru tersebut. Di Ae Tungu-lah lahir lagi 2 orang anak yang bernama Keli Ndopo dan Tani Ndopo.
Pada suatu ketika Do’o Ndori datang berkunjung ke Ae Tungu ke tempat tinggal adik bungsunya Ndopo Ndori. Ketika Do’o melihat bahwa Ndopo mendapat anak lagi maka Do’o bertanya kepada adiknya, Ndopo ana kau gharu na (menunjuk kepada Keli) ata fai di ata haki? Ndopo menjawab: ata haki. Do’o berkata: Na molo do, ana kau Keli ina pati ke naja Keli Do’o. Fai aku di baru ka’o ana, aku pati naja ke Ndori Ndopo yang sebenarnya adalah bernama Ndori Do’o. Maksud dari Do’o Ndori diberi nama seperti itu supaya di kemudian hari jika anak dari Ndopo Ndori yang mau kawin maka beban belis ditanggung oleh keluarga Do’o Ndori. Juga sebaliknya jika ada anak dari Do’o Ndori yang mau kawin maka belis ditanggung oleh keluarga Ndopo Ndori.
Setelah beberapa waktu Ndopo Ndori tinggal di Ae Tungu bersama isteri dan anaknya, Ndopo Ndori memenuhi panggilan bapaknya Ndori Wangge. Maka berangkatlah Ndopo Ndori seorang diri ke Wololele A untuk bertemu dengan bapaknya. Setibanya di Wololele A, Ndopo Ndori langsung menuju ke rumah bapaknya di Sao Ria. Ketika melihat anaknya datang, sang bapak dengan penuh haru menyambut anak bungsunya dengan menangis. Kedatangan Ndopo Ndori ke Wololele A tidak diketahui oleh kakak sulungnya Wangge Ndori. Mungkin pada saat itu Wangge Ndori sedang tidak berada di tempat. Akhirnya sang bapak, Ndori Wangge mengambil sebuah batu nitu pai dan emas lalu diberikannya kepada anak bungsunya sambil berkata: Ema, kau na no’o ka’e kau iwa do rapa bheri, ina aku pati kau watu no’o wea ina tapi kau ma’e ke langga aku. Kau menga to koe kolu welu watu no’o pesa uta. Wi’i sia wengi rua ele kau mera leka lia watu kau pai aku di aku latu. Setelah menerima batu dan emas dari bapaknya maka pulanglah Ndopo Ndori kembali ke Ae Tungu dengan suka cita besar. Setibanya di Ae Tungu Ndopo pun menceritakan semuanya dengan isteri dan anaknya.
Tabe Pawe, Simo Gemi..