JEJAK SEJARAH ENDE PILOT MODEL HIDUP TOLERANSI INDONESIA
Jakarta, 12/11/2012 Oleh: Marlin Bato
"Saya bangga menjadi orang Ende". Kira-kira begitulah sekelumit
perbincangan hangat sejumlah mahasiswa Ende di Jakarta yang bergabung
dalam organisasi "Forum Generasi Ende Muda Jakarta (FORGEMA)". Sabtu, 10
november 2012 lalu mereka di undang hadir dalam acara "Focus Group
Discussion Diseminasi Draft Master Plan Kawasan Bersejarah Bung Karno Di
Ende" di hotel Ibiis Arcadia Jl. KH. Wahid Hasyim Jakarta Pusat yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan & Kebudayaan. Kebanggaan
anak-anak muda Ende ini bukan tanpa dasar. Mereka sangat bersemangat
ketika mendengar paparan dari sejumlah pakar arkeolog, akademisi serta
budayawan.
Dalam diskusi pendapat, Taufik Rahman seorang
budawan asal Jawa, kelahiran Sumba yang pernah menginjakan kakinya di
bumi pancasila ini mengungkapkan, "Ende di tahun 1500-an, pernah menjadi
pusat peradaban dan mercusuar bagi bangsa Portugis di Indonesia setelah
terjadi eksodus besar-besaran di tanah Flores akibat peperangan di
Malaka. Jika di telusuri, kota Ende sangat mirip dengan Malaka tempo
dulu. Kota Ende di bangun tahun 1500, sementara New York baru didirikan
tahun 1600, artinya 100 tahun sebelum New York kota Ende sudah muncul
dan menjadi primadona". Ungkapnya. Oleh Karena itu, berbanggalah kalian
anak muda asal Ende. Kalian harus berbuat sesuatu yang terbaik untuk
Ende. Cetusnya lagi!!
Di sisi lain, Ende merupakan kota pertama
satu-satunya di Indonesia yang memproduksi Kamus bahasa Indonesia tahun
1923 versi Percetakan Nusa Indah, dan kamus Lio - Jerman tahun 1938
oleh Pastor Paul Arndt SVD yang kala itu bertugas di seminari Todabelu -
Mataloko. Karena itu, tak dapat ditampik sejarah telah menjawab bahwa
ketika diasingkan di Ende, Bung Karno sangat rajin mengunjungi
percetakan nusa indah hanya untuk sekedar membaca buku-buku hasil dari
percetakan tersebut.
"Tanpa Ende, mungkin republik ini tidak
pernah ada", Ungkap Raldy Doy, seorang warga Ende dan wartawan senior
tvone yang hadir pada acara diskusi tersebut.
Ikatan emosional
Bung Karno dengan warga Ende sangat kuat karena terdorong oleh rasa
kepedulian yang sangat besar terhadap pola dan tata cara hidup
masyarakat sekitar, sehingga beliau terinspirasi dengan sistem gotong
royong dan toleransi beragama masyarakat Ende. Masa-masa pembuangan Bung
Karno di Ende tahun 1934-1938 merupakan masa penemuan dan pemurnian
jati diri menuju kematangan menjadi seorang pemimpin besar, hingga pada
akhirnya beliau menemukan 5 butir mutiara yang menjadi dasar negara.
Bung Karno, sangat mengilhami Ende, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan reallitas tersebut, seyogyanya kabupaten Ende harus menjadi
model dan contoh bagi daerah-daerah lainnya ditanah air dalam kehidupan
bertoleransi antar sesama umat beragama serta suku, ras dan antar
golongan. Karena Ende merupakan miniatur Indonesia yang di dalamnya
terdapat beberapa kultur budaya berbeda tapi satu ikatan dengan tradisi
toleransi serta gotong royong sebagai perekat.
Di tempat
terpisah, penguatan argumen tentang model hidup toleransi Indonesia ini
juga muncul dari Prof. Dr.Stefanus Djawanai, MA kepada RRI dihotel Grand
Wisata Ende pada acara dialog budaya penggalian nilai sejarah, kearifan
lokal, seni dan budaya ende-lio Flores dalam rangka diseminasi dan
program public beberapa waktu silam. Acara tersebut juga dihadiri Prof.
Dr. Stefanus Djawanai,MA, dan beberapa nara sumber diantaranya Prof.
Dr.Aron Meko Mbete dari Universitas Udayana, Prof. Dr.Felysianus Sanga,
M.Pd dari Undana Kupang, Dr. Ignas Kleden dari Jakarta serta dihadiri
oleh berbagai komponen masyarakat didaerah ini baik pemerhati dan pelaku
budaya, tokoh agama, tokoh masyarakat serta undangan lainnya. Beliau
menjelaskan, bahwa dalam konsep Ende sebagai kota model kehidupan
bertoleransi antar umat beragama, berbangsa dan bernegara, Ende harus
menjadi pilot model toleransi bagi daerah-daerah lainnya ditanah air.
Karena itu berdasarkan acuan tersebut, pemerintah daerah harus
menyediakan sarana peribadatan dari 5 agama yang diakui oleh Negara
dalam satu komplek. Menurut beliau, konsep itu juga terinspirasi dengan
pemikiran Bung Karno ketika dibuang ke Ende pada tahun 1934 hingga 1938.
Apa saja yang dilihatnya, apa saja yang didengarnya, apa saja yang
diperbuatnya, maka muncullah gagasan besar melalui butir-butir yang
terkandung dalam 5 sila yang kita kenal hingga saat ini dengan nama
pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Indonesia. Dan karena itu,
sila pertama pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sengaja dicantumkan
menjadi dasar negara, yang mana "Esa" merupakan hasil akumulasi
permenungan paling spektakuler dari bahasa setempat, yang berarti;
"Satu, Tunggal".
Berdasarkan pemikiran besar dari sang
proklamator tersebut, maka dalam kehidupan sehari-hari kita wajib
menjunjung tinggi harmonisasi kehidupan diri dengan alam, sesama, nenek
moyang, budaya, serta Tuhan sebagai penyelenggara kehidupan.
Oleh sebab itu, apa yang direncanakan oleh pemerintah melalui
kementerian pendidikan dan kebudayaan yaitu menyiapkan 10 titik atau
area yang akan dijadikan miniatur tempat-tempat peribadatan sebagai
simbol dari toleransi kehidupan umat beragama di daerah ini patut
didukung oleh semua komponen masyarakat di daerah ini. Agar dengan
adanya sarana dan prasaran dalam satu komplek kita mau menunjukan kepada
generasi muda kita bagaimana hidup toleransi antar sesama umat beragama
di Kabupaten Ende..--