Logo

Logo
Latest News
Saturday, May 8, 2010

SEREMONIAL MAKAN EMPING DIKAMPUNG TENDA (PULU RU'E KIBI NUA TENDA)

Dikampung Tenda, pada awal bulan september sesudah bulan purnama, para 'atalaki' (pemangku adat) berkumpul di heda untuk menentukan waktu penyelenggaraan Pulu Ru'e Kibi. Ketika tiba waktunya datanglah atalaki utama di heda dan hanga di Tendawawo mengenakan pakaian adat yang dilengkapi dengan perhiasan serta segala macam souvenirnya. Untuk keperluan 'Pulu' (pesta), mereka harus membawa serta sebuah piring porselin kuno yang dibungkus dengan selembar kain, sebuah mangkok dari kulit buah labu air, sebuah nyiru, sepiring Lolo (Jelai) dan selembar sokal yang diisi dengan ekor-ekor ikan. Dua piring dibutuhkan untuk mengukur jelai dan beras putih, dua buah nyiru adalah tempat untuk menaruh piring diatas kubur-kubur di hanga. Mangkok-mangkok itu digunakan sebagai tempat untuk mencampur tuak dengan air, dan sokal-sokal untuk mengisi beras dan jelai. Akhirnya, sepotong ekor ikan dipasang diatas jelai dan beras itu.
 
Setelah atalaki/mosalaki tiba di hanga, orang - orang bawahannya mengantar beras dan jelai kepada  mereka. Pertama-tama jelai disumbangkan oleh masing-masing atalaki diukur untuk menunjukan kekayaan dan kekuasaan mereka. Sesuadahnya, beraspun diukur. Nyiru-nyiru yang disitu diletakan berderetan diatas kubur. Atalaki lalu mengukur beras dengan lagak yang berlebihan hingga beras itu tertumpah kekubur yang dengan demikian mengungkapkan simbol kelimpahan hasil panen yang diharapkan diperoleh pada tahun berikutnya. Kemudian mangkok- mangkok yang mereka bawa diisi penuh dengan arak yang dicampur lagi dengan sedikit air. Perbuatan ini melambangkan hujan yang banyak dan hasil tuak (moke) yang berlimpah-ruah sehingga orang terpaksa memindahkan tungku api dari rumahnya agar digunakan untuk menyuling arak.
 
Kemudian empat orang atalaki mengisi dua piring dengan sebuah sokal dengan emping, dan sebuah mangkok diisi penuh dengan arak; mangkok itu ditutup dengan kain selendang mereka. Lalu mereka membawanya ketempat-tempat yang dianggap sebagai tempat tinggal nitu (roh-roh). Ditiap-tiap tempat itu mereka menyajikan sedikit bahan-bahan persembahan yang mereka bawa. Sesudahnya mengunjungi tempat-tempat itu, mereka kembali lagi kedalam kampung dan pergi melewati hanga sampai dipagar koli ( lontar ), (yaitu tempat sajian yang dilingkari dengan daun lontar yang biasanya terletak diluar kampung). Kemudian mereka kembali ke heda dan hanga serta di dekat musumase mereka mengisi emping (kibi) yang sisa kedalam sokal dan mencotokkan ekor ikan diatasnya. Sisa arak (moke) dituangkan pada musumase.
Setelah matahari terbenam, seorang mosalaki pergi ke kampung Tendawena sambil membawa sebuah nyiru (kidhe) berisi 'weni are' (sisa beras yang patah ataupun berukuran kecil sesudah ditampi). Disana ia menaburkan beras diatas peti-peti yang menyimpan watu bo'o, batu yang berasal dari zaman leluhur berwarna hitam yang dianggap membawa kemakmuran dan kekuatan. Setelah ia kembali, para mosalaki/atalaki utama menyiapkan tujuh nyiru bagi mereka sendiri dan bagi pembantu-pembantunya yang diisi dengan weni are. Mereka membawanya kerumah masing-masing sambil mengundang orang untuk menyanyi dan menari. Nyanyiannya berbunyi sebagai berikut;

Ia, o, ia ! - Ya, ya, bergembiralah !

Gege timu, o, timu o; -Hantarlah angin timur, angin timur, ya, ya.


Pala wara, o, wara o.
- Songsonglah angin barat, angin barat, ya, ya.

Ia, o, ia !
- Ya, sungguh-sungguh !

Mereka mengulangi lagu ini sebanyak empat kali. Sesudah itu mereka menari terus tanpa lagu, lalu berhenti sewaktu-waktu. Kemudian mereka mengulangi lagu yang sama lagi dan menari, terus diam lagi, dan terus begitu sampai pagi hari. Malam itu orang-orang di kampung itu tidak tidur karena mereka harus menjaga weni are tersebut. Ketika matahari sudah terang, datanglah orang-orang dari kampung lain untuk makan weni are tersebut kemudian pelang lagi ke kampungnya masing-masing. Pada soreh hari kira-kira jam 04.00, berkumpulah ketujuh mosalaki/atalaki untuk sekali lagi menaburi tempat-tempat khusus yang sama seperti pada hari sebelumnya. Ketika mereka tiba kembali, orang-orang bersiap untuk mulai menyanyi dan menari lagi; Tarian itu dinamakan 'Soja Lure', (Membersihkan balai-balai/lumbung). Syair nyanyian itu adalah sebagai berikut;

Mimi singi ria. - Perlebarlah batas ladang.
Soja lure ! - Bersihkan balai-balai !
Ngeda wena bewa. - Perpanjang batas ladang.
Soja Lure ! - Bersihkan balai-balai !
Mbou kena fai. - Rampaslah perempuan dimana saja.
Soja lure ! - Bersihkan balai-balai !
Ramba kena ana. - Culiklah anak dimana saja.
Soja lure ! - Bersihkan balai-balai !
Nggiu nggewi pau. - Periksalah mereka baik-baik.
Kodho nono pau . - Telitilah sungguh-sungguh.
Kala kena tenga'. - Bongkarlah balok-balok.
Lesu kena leke'. - Cabutlah tiang dimana saja.
Leke' kena lika. - Bongkarlah tungku dimana saja.
Koe kena waja. - Cungkillah tungku api dimana saja.
Dari kena tangi. - Berdirilah disemua tangga.
Keda kena wewa. - Berdirilah disemua halaman.
I ina iwa soja lure'. - Tetapi itu bukanlah membersihkan balai-balai.
Ta ngai tau apa ? - Mengapa demikian ?
Ata penu so: Soja Lure' ! - Orang-orang menjawab: Bersihkan balai-balai !
Demikianlah hal itu dilakukan sebanyak empat kali lagi. Sesudah itu mereka menyanyikan lagi lagu; 'Wae wali' (membasahi kembali, turunkan hujan !)
Nyanyiannya adalah sebagai berikut;

Embu raja Wondo Dewa, wae wali. - (Leluhur Raja Wondo Dewa, turunkan hujan)
Embu Leko' Nggura Dewa,  wae wali. - (Leluhur Leko' Nggura Dewa, turunkan hujan)
Embu Rupa Wodo Dewa, wae wali ! - (Leluhur Rupa Wogo Dewa, turunkan hujan)
Jawab; wae wali !  - (turunkan hujan)
Kemudian disusul nyanyian dan tarian: Ae mai (Hujan datang). Syairnya berbunyi;

Pala wara dede timu. - Hantarlah angin barat kemari, songsonglah angin timur kesini.
Dede timu lewu liru - Songsonglah angin timur dari kaki langit
Pala wara eko tana - Hantarlah angin barat dari ujung bumi.
Niu uja, pai ae - Meminta hujan, memanggil air.
Reki jawa - Menyirami jagung
Nene pare - Membasahi padi.
Kamu reke, lapu lo - Akar merekat, tumbuh menjulur.
Saga bewa no'o boko - Jagung yang tinggi dan renda
Eku ria no'o lo'o - Tongkol besar dan kecil
Tungga dupa no'o toko - Asalkan tiap batangnya mempunyai buah.
Reki tubu, roe kanga; - Sirami tubu, reciki kanga;
Meta keda, reba mase' - Basahi keda airi mase'
I, ina iwa ae mai, - Tetapi hujan belum juga turun,
Ta ngai tau apa ? - Mengapa demikian ?
Penu so ; E, ae mai ! - Jawab; Ya hujan datang !
Semuanya diulang sebanyak empat kali. Bila tarian sudah berakhir, maka datanglah penari pertama dan terakhir menujuh batu air disamping hanga dan meletakan kaki mereka diatasnya. Seorang mosalaki/atalaki mengambil air, dan menyirami kaki kedua penari tersebut. Mosalaki/atalaki yang lain datang dengan membawa bakul yang penuh berisi nasi ketupat. Mereka lalu memotongnya dan membagi-bagikannya kepada para penari dan para penonton yang hadir disitu. Dengan demikian berakhirlah pesta tersebut.

Sekian dan terimakasih !!!



Penulis, Marlin Bato
Sumber; Sejarah Lisan dan P. Paul Arndt. SVD
WANES-LISE
  • Facebook Comments
Item Reviewed: SEREMONIAL MAKAN EMPING DIKAMPUNG TENDA (PULU RU'E KIBI NUA TENDA) Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi