Musa Widyatmodjo merupakan salah satu desainer yang akan meramaikan
pagelaran busana di Indonesia Fashion Week 2012, yang akan digelar pada
23-26 Februari 2012 di Jakarta Convention Center.
Dalam fashion show-nya yang akan digelar pada hari terakhir, Musa
bersama desainer lainnya, yaitu Anne Avantie dan Ferry Sunarto, akan
menampilkan koleksi busana premiumnya yang berlabel M by Musa. Dalam
peragaan tersebut, Musa akan menghadirkan koleksi busana ready to wear.
Ia akan menunjukkan bagaimana mempadupadankan sekitar 30 pasang busana
koleksinya. “Koleksi kali ini akan terlihat lebih simpel, modern, dan
bisa digunakan untuk busana sehari-hari para perempuan modern,” tukas
Musa kepada Kompas Female, di sela-sela konferensi pers Indonesia
Fashion Week 2012 di kediaman Martha Tilaar, Kuningan, Jakarta Selatan,
Kamis (25/1/2012) lalu.
Untuk koleksinya, Musa mengambil tema Indonesia Timur yang lekat dengan
alam sekitar yang cerah. Pemilihan warna pun diadaptasi Musa dari
warna-warna alam seperti hijau, coklat, sampai putih. “Temanya Ine
Kelimutu, yang berarti perempuan muda dari Kelimutu. Ini merupakan
perwujudan dan visualisasi imajinasi saya dalam menggambarkan kecantikan
perempuan Kelimutu dalam busana yang lebih modern,” tukas desainer
lulusan jurusan Fashion Design, Drexel University, Philadelphia, AS,
ini.
Tenun Ende
Untuk menambah kentalnya suasana etnik modern perempuan Kelimutu, Musa mendesain busananya dari kain tenun Ende. “Saya hanya menggunakan kain yang sudah ada saja, karena saya tidak ingin mengubah motif asli yang ada, karena membutuhkan proses panjang dan bisa mengubah budaya masyarakat,” bebernya.
Tenun Ende
Untuk menambah kentalnya suasana etnik modern perempuan Kelimutu, Musa mendesain busananya dari kain tenun Ende. “Saya hanya menggunakan kain yang sudah ada saja, karena saya tidak ingin mengubah motif asli yang ada, karena membutuhkan proses panjang dan bisa mengubah budaya masyarakat,” bebernya.
Untuk menambah kentalnya suasana etnik modern perempuan Kelimutu, Musa
mendesain busananya dari kain tenun Ende. “Saya hanya menggunakan kain
yang sudah ada saja, karena saya tidak ingin mengubah motif asli yang
ada, karena membutuhkan proses panjang dan bisa mengubah budaya
masyarakat,” bebernya.
Menurutnya, tak banyak orang yang menggunakan kain tenun ini karena
termasuk kain yang cukup berat sehingga kurang nyaman untuk dipakai.
Untuk menghilangkan kesan berat tersebut, Musa memilih desain yang tidak
terlalu rumit, dan lebih menonjolkan sensasi etnik modern. Selain itu,
ia juga tak menggunakan kain tenun tersebut 100 persen, tetapi akan
menggabungkannya dengan bahan lain seperti lace yang ringan, sampai kain
dengan motif bunga-bunga yang indah.
“Sedangkan sarungnya sendiri sebagai highlight IFW akan ditampilkan
pada beberapa koleksi, namun lebih diadaptasi ke gaya bersarung dengan
lilitan di pinggang. Nanti bisa dilihat sendiri bagaimana hasilnya,”
tambahnya, mengajak untuk melihat hasil karyanya langsung di atas
panggung peragaan busana IFW nanti.
Untuk koleksi Ine Kelimutu ini, Musa membidik pasar untuk perempuan dengan rentang usia 25 sampai 45 tahun. Harga yang ditawarkan untuk koleksi berlabel M by Musa ini mulai dari Rp 400.000 hingga Rp 2 juta.
Untuk koleksi Ine Kelimutu ini, Musa membidik pasar untuk perempuan dengan rentang usia 25 sampai 45 tahun. Harga yang ditawarkan untuk koleksi berlabel M by Musa ini mulai dari Rp 400.000 hingga Rp 2 juta.
Fashion Sebagai Proses Belajar
Tak terbilang sudah berapa kali Musa menggelar fashion show, namun ternyata ia bukanlah seorang desainer yang cepat puas. “Setiap busana pasti ada kekurangannya, karena saya membidik pasar komersil, dan bukan sekadar busana yang memuaskan imajinasi,” tukas Musa.
Musa selalu menginginkan setiap koleksi busananya bisa diterima pasar, dan bisa dikenakan untuk aktivitas sehari-hari. Banyak desainer yang membuat rancangan serba glamor atau terlalu imajinatif, sehingga membuat busananya tidak bisa dikenakan dalam kehidupan nyata. “Saya tidak mau orang berpikir karya saya adalah karya yang tidak bisa dipakai, karena sekarang ini sudah saatnya kita berpikir tentang industri kreatif di Indonesia dan dunia,” tambahnya.
Tak terbilang sudah berapa kali Musa menggelar fashion show, namun ternyata ia bukanlah seorang desainer yang cepat puas. “Setiap busana pasti ada kekurangannya, karena saya membidik pasar komersil, dan bukan sekadar busana yang memuaskan imajinasi,” tukas Musa.
Musa selalu menginginkan setiap koleksi busananya bisa diterima pasar, dan bisa dikenakan untuk aktivitas sehari-hari. Banyak desainer yang membuat rancangan serba glamor atau terlalu imajinatif, sehingga membuat busananya tidak bisa dikenakan dalam kehidupan nyata. “Saya tidak mau orang berpikir karya saya adalah karya yang tidak bisa dipakai, karena sekarang ini sudah saatnya kita berpikir tentang industri kreatif di Indonesia dan dunia,” tambahnya.
Musa selalu mengganggap bahwa dunia fashion adalah suatu proses
pembelajaran untuk bisa go international dengan cara mengetahui
kebudayaan, mengetahui keinginan pasar, dan mengetahui trik menjual
busana. “Fashion itu bukan hanya soal baju, tapi juga masalah pengolahan
informasi,” bebernya. Maka melalui IFW, Musa berharap untuk bisa lebih
mengembangkan brand-nya sampai ke tingkat dunia
Melalui ajang ini ia juga ingin memperkenalkan kepada para pengunjung
IFW bahwa sebenarnya koleksi busana desainer termasuk dirinya bukanlah
produk “mimpi”. Selain itu, masyarakat juga perlu diajarkan bahwa
mengusung tradisi itu sebenarnya tugas yang bisa dilakukan dengan
berbagai cara, termasuk mengenakan pakaian yang mengandung unsur warisan
budaya
KOMPAS.com.
foto: Rio
KOMPAS.com.
foto: Rio