Karya ini berupaya memperlihatkan konsistensi Alquran tentang Yesus dan keselarasannya dengan fakta-fakta sejarah. Louay Fatoohi masih
berusia delapan tahun ketika bermimpi berjumpa dengan Yesus, sosok yang
dia dengar kisah dan ajaran-ajarannya di sekolah dasar Katolik. Dia
melihat dirinya berjalan bergandengan dengannya di padang hijau nan
indah. Yesus tampak seperti gambaran-gambaran tentang dirinya.
Perjumpaan ini tanpa perbincangan, namun Fatoohi terbangun dengan
perasaan puas.
Fatoohi lahir dari
keluarga Kristen Irak –ayah Katolik dan ibu Ortodoks– yang tak begitu
religius. Fatoohi mendapat pengaruh kuat ajaran Kristen di sekolah.
Namun ketertarikannya pada agama memudar ketika sekolah menengah, dan
akhirnya memutuskan jadi ateis ketika masuk kuliah. Pertemanannya dengan
seorang Muslim liberallah yang mendorongnya masuk Islam. Dan
keseriusannya mempelajari Alquran, seperti halnya penelaahannya atas
Injil, mendorongnya menulis sebuah buku mengenai Yesus, yang diyakininya
“benar-benar bisa memberi kontribusi baru bagi literatur yang sudah
ada.”
Menurut Fatoohi, banyak
karya sarjana Barat mengkaji kehidupan Yesus. Isinya, ada yang
mendukung sepenuhnya, mendukung sebagian, atau menolak penjelasan Injil
tentang Yesus dan kehidupannya. Kajian-kajian tersebut umumnya bersandar
pada Perjanjian Baru, naskah Kristen, naskah Yahudi, dan sumber sejarah
lainnya.
Terdapat pula karya-karya sarjana Barat yang menggunakan Alquran untuk mengkaji sosok Yesus. Sebut saja Jesus and the Muslim: An Exploratioan karya Kenneth Cragg dan Jesus in the Quran
karya Geoffrey Parrinder. Dengan memaparkan perbedaan dari Alquran dan
Alkitab, karya-karya ini menyimpulkan kebenaran kisah kehidupan Yesus
dalam Alkitab dan adanya kesalahpahaman umat Islam akan teologi Kristen
yang terdapat dalam Alquran.
Sebaliknya, karya-karya
sarjana Muslim tentang Yesus menggunakan Alquran sebagai sumber utama.
Mereka hanya mengutip Alkitab untuk kemudian diruntuhkan dengan dasar
sumber-sumber Islam.
Lewat buku The Mystery of Historical Jesus
(Mizan, 2012), Fatoohi, seorang doktor astronomi lulusan Universitas
Durham, Inggris, yang menekuni kajian kitab suci, mencoba menggunakan
sumber-sumber secara berimbang, baik Alquran maupun Alkitab, khususnya
Perjanjian Baru, dan sumber historis berupa naskah atau kajian sejarah
terdahulu.
Yesus terlahir dari
rahim seorang Maria. Terdapat perbedaan soal kehamilan Maria yang
tersurat dalam Alquran dan Alkitab. Alquran menegaskan kehamilan Maria
bersifat perawan dan ada andil dari Jibril. Sedangkan Injil Matius dan
Injil Lukas sepakat Roh Kudus terlibat dalam kehamilan perawan Maria.
Waktu dan tempat
kelahiran Yesus pun jadi perdebatan. Alquran tak pernah menyatakan
secara jelas, hanya menyebutkan Yesus lahir di bawah pohon kurma.
Sementara sumber-sumber Kristen saling bertentangan dalam menyiratkan
waktu kelahiran Yesus. Menurut Fatoohi, Injil Matius menyiratkan Yesus
lahir semasa kekuasaan Herodes, sedangkan Injil Lukas dan Injil-injil
apokrifal menyiratkan Yesus dilahirkan satu dekade setelah kematian
Herodes.
Tentang kelahiran
Yesus, Fatoohi menambahkan, “Perayaan kelahiran Yesus oleh orang Kristen
pada 25 Desember tidak ada hubungannya dengan hari lahir Yesus.”
Tanggal ini kali pertama diidentifikasi sebagai hari lahir Yesus pada
221 M oleh sejarawan Africanus. Umumnya diyakini bahwa gereja Katolik
memilih 25 Desember karena bersamaan dengan perayaan dewa matahari kaum
pagan, “Sehingga memudahkan bagi kaum pagan untuk memeluk Kristen,”
tulis Fatoohi.
Selain perkara
kelahiran Yesus, kisah Maria dan Yusuf, tukang kayu yang jadi suami
Maria, serta saudara-saudara Yesus dalam Alkitab pun dibahas Fatoohi
sebagai hal yang selalu diperdebatkan para sarjana selama berabad-abad.
Surat-surat Paulus, misalnya, menjelaskan tentang adanya saudara Yesus.
Masalahnya, apakah saudara kandung ataukah bukan. Hal ini berbeda dengan
apa yang dijelaskan dalam Alquran bahwa Yesus tak memiliki saudara
kandung.
Ketika mulai
menyebarkan ketauhidan, Yesus tak populer di kalangan Yahudi, terutama
otoritas agama. Yesus kemudian “diincar” untuk kemudian disalib. Fatoohi
memakai perspektif kisah dalam Alquran yang menyebutkan bahwa orang
Yahudi salah mengidentifikasi sasaran. Mereka menyalib orang lain, bukan
Yesus. Allah mengangkat Yesus ke sebuah tempat di langit.
Dalam kisah Injil,
penuhanan Yesus dimulai setelah dia meninggalkan bumi, sebelum dia
wafat. Doktrin Paulus, tokoh penting dalam penyebaran dan perumusan
ajaran Kristen, terutama tentang penebusan dosa, jadi doktrin utama
ajaran Kristen. Fatoohi berpendapat, “Yesus tidak mati dibunuh, jadi dia
tidak mati demi siapa pun. Yesus tak ada kaitannya dengan apa pun yang
belakangan diajarkan Paulus tentang dia.” Fatoohi berpendapat, teologi
salib, yang meyakini penyaliban Yesus sebagai pengorbanan Yesus untuk
umatnya, bukan hanya tak memiliki fondasi historis melainkan juga
bertentangan dengan keadilan ilahi.
Yesus kerap disebut
sebagai Sang Mesias. Kaum Yahudi tak mempercayainya. Islam dan Kristen
mempercayainya dengan segala perbedaan gambaran. Islam menyebut Yesus
sebagai Mesias (Al-Masih), sang juru selamat yang akan turun kembali ke
bumi. Sedangkan dalam ajaran Kristen, Yesus adalah Mesias (Kristus) yang
akan kembali ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Allah. Tapi, menurut
Fatoohi, Yesus mati, Muhammad datang, dan tak ada kedatangan Yesus
kembali. Pemahaman kedatangan Mesias dari Kristen maupun Islam dianggap
sama-sama tak otentik.
Dalam buku ini, Fatoohi
punya kecenderungan pada Alquran sebagai sumber, mengingat pendekatan
Qurani yang dia gunakan dan dia seorang Muslim. Fatoohi beralasan,
“Alquran menyajikan gambaran tentang Yesus yang logis dan konsisten,
sedangkan Injil-injil menyajikan gambaran yang saling bertentangan.”
Buku ini juga punya kelemahan dalam metodologi karena memandang Kitab
Suci, baik Perjanjian Baru maupun Alquran, sebagai teks sejarah,
sementara di sisi lain Fatoohi mengabaikan konteks sejarah dan budaya
dari kehidupan dan keyakinan komunitas Kristen awal. Praktis, Fatoohi
gagal menangkap gambaran utuh sosok Yesus.
Toh, Fatoohi berharap karyanya akan
menggelitik sarjana maupun pembaca Barat, yang jadi sasaran bukunya,
untuk menengok Alquran sebagai bahan kajian yang terpercaya.