MB.com, Artikel Budaya Lio
Oleh: Marlin Bato
Sumber: Klemens Makasar
Gegaleja, 27/08/14
Kami wake kau ngere mase
Tau wiwi ria leka tana ine
Kami we kau ngere lele
Tau lema bewa leka tana ame
Tau sulu mbulu leka kati
Kami tegakkan kau sebagai Tugu
untuk melindungi tana Ibu
Kami tanam kau sebagai beringin
Untuk melindungi tanah Ayah
Untuk mengolah harta karun
(Tata cara berladang Tradisional & Pertanian Rasional Suku bangsa Lio, P.Sareng Orienbao,1992,hal.61)
Butir-butir kearifan pemberian amanah kepemimpinan menandakan ada pengakuan peran yang diemban oleh sang pemimpin.Walau sampai dewasa ini pemimpin dalam suku lio dinobatkan berdasarkan faktor keturunan.
Peran
Secara garis besar , peran dan tanggung jawab pemimpin adat terejahwantahkan pada tata kelola tanah, upacara adat persekutuan suku lio. Tata kelola adat berintikan dewan Laki Ria yakni Laki Pu’u dan Ria Bewa berserta laki lo’o, Boge hage;boge ria, boge lo’o ,hage ria,hage lo,o. Peran dan tanggung jawab terhadap semua lapisan dalam klan itu terelasir berupa Keputusan/Na’u Nena, kebajikan dan kebijakan yang mengalir dari Laki pu’u ke ria bewa sampai ke boge hage dan fai walu ana halo, ata mangu lau laja ghawa/iju kipu hinga tema.
Kewenangan dan kekuasaan tradional tersebut merupakan bentuk pengakuan terhadap otoritas yang dimiliki secara manajerial. Namun pengukuhan berdasarkan tradisi tersebut diperkuat oleh faktor keturunan, magis dan kisah-kisah heroik dalam mendapatkan dan mengelolah tanah persekutuan.
Lebih jauh, pengukuhan dan penobatan secara adat menghasilkan selain tanggung jawab, juga sebuah model kepemimpinan. Model kepemimpinan tersebut terlahir dari kearifan dan kebajikan yang berangkat dari pemahaman, pergulatan, nilai-nilai yang dihidupi sang pemimpin mereka dalam hidup bersama.
Marilah kita menyusuri sungai sejarah kekayaan suku bangsa yang lain; ada ungkapan dalam pembentukan karakter bangsa yang dicetuskan Khi Hajar Dewantara: Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tulodo artinya berada di belakang hendaknya menjadi pendorong, Berada di tengah menjadi pendamping dan berada di depan menjadi Teladan bagi yang lain. Ungkapan ini lahir di tanah Jawa yang sepanjang sejarahnya penuh dengan perang bubat tapi sekaligus lahir subur model kepemimpinan yang diakui dunia.
Contoh lain, sejarah negara adi daya dan eropa penuh dengan kisah sukses pasukan elitnya US Navy Seals dan pasukan khusus Kanada sangat dijiwai oleh semboyan”Semper fildelis; always faithfuly; selalu setia”, nilai yang ditanamkan menghasilkan pemimpin yang unggul. Demikian pula semboyan ”Semper paratus” always ready; Selalu siap sedia ! yang dimiliki Corps US coast guard dan US Force One. Perjuangan dan model kepemimpinannya terlahir, digembleng dan berkembang dalam semboyan ”Semper Fidelis, Semper Paratus”, memakna sebuah model kepemimpinan dalam aliran sungai sejarah pula.
Kita kembali melihat kepemimpinan Suku Lio, Ketika menerima pengukuhan sebagai pemimpin adat dan pemimpin dalam arti yang lebih luas maka seorang pemimpin suku lio memerankan model kepemimpinan Holo Detu Wara Ndena . Pemimpin Holo Detu Wara Ndena dapat kita rinci dan kita temukan dalam kerifan lokal yang membahasakan ciri kepemimpinan holo detu wara ndena.
Kepemimpinan holo detu wara ndena menampilkan dan memerankan fungsi sebagai berikut:
- Oro dapi gai/Menyemangati:Menyemangati semua kunu one, aji ana fai walu ana halo bahkan ata mangu lau laja ghawa, ata iju kipu hinga tema. Menyemangati berarti menggerakkan orang lain, orang banyak untuk lebih bersemangat guna menggapai apa yang diinginkan dan dicita-citakan baik secara individu maupun secara bersama. Oro dapi gai berarti meletupkan semangat dalam landasan ruwu ndu, dheko meko/Memberikan teladan; Seperti tubu musu/musu mase menjadi patokan yang mudah dilihat, memberikan tuntunan. Melalui contoh hidup sendiri. Menggetarkan orang lain melalui contoh hidup diperteguh dan berurat akar pada Sanunu salema/sawiwi salema (integritas). Sanunu salema/sawiwi salema artinya apa yang disampaikan, apa yang dibicarakan, apa yang dikatakan, menyatu dengan tindakan. Satunya kata dan perbuatan. Satunya kata dan perbuatan pemimpin bagaikan virus pembawa inspirasi. Menyemangati juga bisa melalui sapaan, talu rapa sambu, tewa rapa rega. Menggerakkan orang melalui komunikasi yang tepat menciptakan ruang kenyamanan bagi semua orang. Juga mengurangi kecemasan dan merenggangkan ketegangan. Sekaligus memompa semangat, daya menggapai tantangan/di ngala dalam menjalani hidup bersama. Raga dan jiwa perlu tantangan-tantangan baru, kata paulo Coelho dalam Ksatria Cahaya
3. Fonga mata /Teke Mata: kepemimpinan holo detu wara ndena,su’u iwa sele wuwu, wangga iwa mbenga wara bercirikan kerelaan berkorban demi aji ana, fai walu ana halo. Kerelaan untuk berbagi suka cita, dan keikhlasan menanggung “derita” hidup kunu one, aji ana, fai walu ana halo. Kerelaan berkorban pada saat kini bukan terletak pada mata tau mina tana, atau menghidupkan pi singi rete ra’i melainkan pada poto tebo lo, renggi tebo weki. Kepemimpinan holo detu wara ndena mengungkapkan kebajikan. Dan kebajikan inilah akan menginspirasi semua hidup bersama; mulai dari rangkaian pemegang kekuasaan adat, aji ana, fai walu ana halo, ata mangu lau laja ghawa/ata iju kipu hinga tema.
Secara sederhana model kepemimpinan holo detu wara ndena akan menggambarkan pemimpin yang mempunyai saka raju, tebo tau dan pemimpin samboko sapaki. Semoga kita dapat menghidupkan model kepemimpinan holo detu wara ndena.