MB.com-- Eddy
Kesulitan dalam belajar berbahasa pada anak-anak, baik krena disfungsi minimal otak maupun karena faktor-faktor
lain, banyak ditemukan di Indonesia. Mereka memerlukan penanganan
sesegera mungkin. Kesulitan berbahasa pada anak-anak apabila tidak cepat
ditangani akan membawa konsekuensi berat di kemudian hari. Bisa saja
anak-anak ini mengalami kesulitan di bidang-bidang skolastik lainnya.
Pertanyaannya,
bagaimananakah cara mengatasi kesulitan berbahasa pada anak-anak tanpa
meminta bantuan ahli terapi bahasa? Tulisan singkat ini mencoba
menawarkan dongeng sebagai satu cara menangani kesulitan berbahasa pada
anak-anak. Gagasan ini mungkin terdengar kontroversial di tengah-tengah
pesatnya perkembangan teknologi komunikasi di masyarakat. Namun,
mengingat dongeng adalah bagian dari kebudayaan kita, tak ada salahnya mencoba gagasan ini sebagai sarana untuk menumbuhkan kreativitas kebahasaan anak-anak.
Hilangnya kebiasaan mendongeng
Dongeng merupakan salah satu bentuk sastra lisan kuno yang diwariskan oleh leluhur kita. Dongeng tidak hanya hidup dan berkembang dalam kelompok masyarakat
tertentu, tetapi terdapat dan tersebar di seluruh Nusantara. Sekadar
contoh, di Jawa Barat dikenal cerita Tangkuban Perahu dan Ciung Wanara,
di Sumatera Barat terdapat dongeng Malin Kundang dan Sabai Nan Aluih, di
Jawa Tengah ada cerita Timun Mas, dan di Madura ada Bangsa Cara dan Raga Padmi.
Di Sumatera Utara tersimpan sejumlah dongeng sebagai produk budaya masyarakatnya. Misalnya, di Asahan dikenal cerita Simardan,
di Tanah Karo ada Perjudi Dodas, di Tapanuli Selatan terdapat
Sampuraga, di Tapanuli Utara dikenal Asal Mula Terjadinya Danau Toba,
dan masih banyak lagi yang lain.
Sekitar
tahun 60-an atau 70-an, kita masih mudah menemukan kebiasaan mendongeng
dalam masyarakat. Budaya lisan ini biasanya disampaikan oleh seorang
ibu kepada anaknya sebagai pengantar tidur. Nilai mendongeng tidak kita
ragukan, yaitu sebagai media komunikasi orang tua dengan anaknya. Namun,
sekarang ini budaya mendongeng sudah mulai menghilang. Gejala ini tidak
hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, tetapi juga pada masyarakat
pedesaan.
Ada sejumlah faktor mengapa budaya ini menghilang di tengah-tengah masyarakat.
Pertama, dampak keberhasilan pembangunan ekonomi seperti listrik dan
koran masuk desa, yang disusul dengan merambahnya barang-barang
konsumtif seperti radio, televisi, komputer, dan lain-lain. Akibatnya,
anak-anak lebih memilih menghabiskan waktunya bersama sarana komunikasi
modern itu daripada harus mendengarkan dongeng. Kedua, tidak adanya
pewarisan tradisi mendongeng dari generasi tua kepada generasi muda.
Mungkin generasi tua sudah tidak punya waktu untuk mewariskan budaya ini
kepada generasi muda. Mungkin
pula generasi muda menolak warisan budaya ini karena menganggapnya
sudah kuno dan terlalu banyak menyita waktu. Ketiga, kurangnya kesadaran
masyarakat dan pemerintah akan pentingnya peranan dongeng sebagai
sarana pendidikan untuk menyampaikan pesan/muatan nilai-nilai luhur yang
merupakan budaya yang tidak ternilai.
Seperti
dikatakan, sekarang ini budaya mendongeng sudah diganti terutama oleh
televisi dan komputer. Dua sarana komunikasi modern ini berperan
penting dalam kehidupan anak-anak terlebih-lebih bagi anak-anak yang
tinggal di kota-kota besar, memberinya informasi tentang dunia lain
sebagai bagian dari perluasan cakrawala pengetahuannya. Faktanya,
anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya menonton televisi atau
bermain komputer/internet (sendirian atau ditemani kakak/pembantu)
karena orang tua sibuk bekerja sepanjang hari. Mereka mahir bermain game
dan mengakses situs-situs tertentu, serta mengakrabi betul
cerita-cerita yang diadopsi dari budaya luar.
Program televisi sesungguhnya tidak dirancang khusus untuk tontonan anak-anak.
Sejauh yang diamati, berbagai cerita yang diputar di televisi lebih
banyak untuk konsumsi orang dewasa. Kecuali itu, sebagai satu cara
proses komunikasi, televisi memang dapat menawarkan bentuk pengalaman
yang berbeda kepada anak-anak melalui sejumlah saluran yang ada. Namun,
televisi merupakan bentuk komunikasi yang pasif, menyajikan informasi
tanpa adanya interaksi.
Dalam
konteks ini fungsi dongeng sebagai sarana penyampai kasih sayang orang
tua kepada anaknya tidak bisa digantikan oleh media elektronik apa pun. Tatkala
mendongeng terjadi interaksi dan kontak yang intens antara pencerita
dengan pendengarnya yang melibatkan emosi keduanya. Dengan kata lain, mendongeng dapat menawarkan pengalaman yang jauh lebih interaktif.
Manfaat Dongeng
Apakah
manfaat mendongeng? Seorang ibu yang mendongeng kepada anaknya,
disadari atau tidak, telah memperkenalkan sejumlah kosakata baru pada
anaknya. Dengan mendongeng seorang ibu telah membantu menambah kosakata anak-anaknya. Selain itu,
sewaktu mendongeng ia menanamkan nilai-nilai positif secara dini kepada
anak-anaknya. Bukankah dalam sebuah dongeng terkandung nilai-nilai
didaktif seperti kepahlawanan, keberanian, kesetiaan, dan kejujuran?
Dalam
psikologi diyakini pendapat bahwa watak orang dewasa antara lain
ditentukan oleh cara orang tersebut diasuh ketika ia masih kanak-kanak. Apabila
ada watak seseorang yang tidak bertanggung jawab, culas, hipokrit, dan
tidak tanggap kritik sedikit banyak adalah dampak dari praktik
pengasuhan anak, termasuk dalam hal ini cara berbahasa. Bahasa yang
dipakai para orang tua dalam mengasuh anak bukan hanya merupakan alat
komunikasi, melainkan juga untuk mengungkapkan kasih sayang. Bahasa
tersebut berasal dari bahasa sentuhan ketika anak masih bayi dan
kemudian sedikit demi sedikit ditambah dengan bahasa lisan dengan menggunakan kata dan kalimat.
Untuk
mengatasi kesulitan berbahasa pada anak-anak, sebaiknya pola
penceritaan dalam dongeng diubah. Jika selama ini orang tua yang
bercerita kepada anak-anaknya, sekarang anak-anak yang bercerita kepada
orang tuanya. Jadi, seorang anak diminta bercerita secara aktif
sementara orang tua hanya mendengarkan. Ini dapat dilakukan manakala
orang tua sudah membekali anaknya lebih dahulu dengan cerita-cerita
dongeng. Di sini orang tua harus bersabar dalam menuntun anaknya
bercerita. Apabila anaknya tidak mengetahui atau lupa pada kosakata
tertentu saat
mendongeng, orang tua dapat membantunya. Cara ini diyakini cukup ampuh
merangsang perkembangan otak anak dan pada gilirannya meningkatkan
kemampuan berbahasa anak.
Sebagai
pengetahuan, sebuah cerita yang baik terdiri atas komponen pembukaan
atau pendahuluan, masalah, perasaan (tanggapan terhadap peristiwa),
sasaran (niat), rencana (cara melaksanakan niat), rintangan, reaksi,
aksi, hasil, dan penutup. Kalau
seorang anak menyampaikan sebuah cerita, orang tua dapat menilai apakah
cerita yang disampaikannya sudah mengandung komponen tersebut.
Kesalahan dalam penggunaan kata dan penataan kalimat ataupun kekeliruan
dalam pengucapan kata-kata tertentu hendaknya tidak menjadi fokus utama
perhatian orang tua. Yang
dinilai ialah ide atau isi pikiran yang dicurahkan anak dalam bercerita.
Adapun kesalahan atau kekeliruan yang dibuatnya diperbaiki setelah anak
selesai bercerita. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak terganggu
konsentrasinya dalam bercerita. Bagi orang tua yang awam atau mereka
yang belum terampil menangani masalah kesulitan belajar berbahasa, cara
bercerita aktif ini merupakan pilihan utama untuk menolong anak.
Penutup
Dongeng telah terbukti berperan penting sebagai
sarana pendidikan dalam menyampaikan pesan/muatan nilai-nilai luhur.
Mendongeng bagi anak-anak dapat meningkatkan kemampuan berbahasa.
Kosakata anak makin bertambah dan ia terlatih mengujarkan
kalimat-kalimat dalam bahasanya meskipun dalam bentuk yang sederhana. Lebih penting lagi, ia mampu mengungkapkan pikirannya sesuai dengan tingkat pengetahuannya.
Budaya
mendongeng perlu segera dilestarikan. Banyak cara yang dapat dilakukan,
di antaranya ialah tuntutan agar orang tua memperkenalkan anak-anaknya
dengan budaya mendongeng, baik melalui buku cerita maupun bercerita
langsung. Selain itu, pemerintah dan pihak swasta diimbau ikut membantu
pelaksanaan lomba (penulisan) mendongeng yang dilaksanakan oleh kalangan
pencinta dongeng. Media massa, khususnya radio dan televisi, diminta
terlibat aktif memvisualkan cerita-cerita dongeng untuk lebih
mengakrabkan anak dengan cerita dongeng dan pada gilirannya menangkal
banjirnya cerita-cerita asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.