SEGREGASI KULTUR LIO KEDALAM ONDERAFDELING MAUMERE DAN ENDE
Foto tahun 1938: Kediaman Asisten Residen di Ende. (Sumber; Museum Trophen Belanda)
Oleh: Marlin Bato Sumber: -Longginus Diogo -History Of Flores, -Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTT -Sejarah Lokal NTT dan kabupaten SIKKA -Pemberontakan Teka, -Pelangi Sikka, -Tuturan Lisan,
Setelah hengkangnya Hindia Belanda di tanah Flores, banyak sejarah
samar yang hampir terlupakan oleh masyarakat Flores sendiri tentang
bagaimana sejarah terbentuknya wilayah administratif kabupaten Sikka dan
kabupaten Ende. Oleh karena itu, mengacu dari berbagai sumber maka
penulis mencoba merangkum sebuah artikel yang segar dan layak dibaca
agar kemudian dapat menjadi pengetahuan sejarah yang dapat diwarisi dari
generasi ke generasi.
Sebagai pencerahan mukadima, penulis
mengawali cuplikan singkat mengenai dasar historis keberadaan Hindia
Belanda di tanah Flores. 1613 adalah tahun yang signifikan dalam sejarah
Indonesia Timur. Sebuah armada Belanda di bawah komando Apollonius
Scotte (atau Scot) berlayar melalui pulau-pulau. Sebelum tiba di Kupang,
Scotte pergi ke Solor dan menyerang benteng di sana dan mengambilnya
dari Portugis. Orang-orang Portugis, atau lebih tepatnya, disebut dengan
'Portugis Hitam' melarikan diri ke Larantuka, yang, sejak saat itu,
menjadi pusat pendudukan dari Portugis hitam. Belanda pun menyerang
Larantuka, tapi gagal untuk mengambil alih wilayah Larantuka.
Adrian van der Velden, wakil komandan Scotte, pergi ke Ende, dan
menemukan kehancuran benteng Rendo Rate Rua karena telah dibakar oleh
para Bajak Laut yang disinyalir kiriman dari Jawa. Kehadiran Belanda
kala itu sangat mengganggu Portugis yang sudah menguasai wilayah Solor
sejak tahun 1562, sehingga terjadi pertempuran - pertempuran sengit
antara kedua negara penjajah ini. Pertempuran demi pertempuran terus
terjadi, sampai akhirnya Hindia Belanda berhasil menancapkan eksistensi
dan dominasinya setelah muncul kesepakatan Lisabon tahun 1859 untuk
mengakhiri sengketa kedua negara. Dalam perjanjian ini, Portugis
menyerahkan sepenuhnya wilayah Flores, Timor dan sekitarnya dibawah
kendali Hindia Belanda, tidak termasuk Timor Timur (sekarang Timor
Leste). Untuk meneguhkan perjanjian ini, Belanda wajib membayar Upeti
kepada Portugis sebesar 80.000 Gulden.
Perlahan tapi pasti,
Kolonial Belanda kian memperlihatkan dominasinya lewat agresi-agresi
militer ke berbagai wilayah Flores dan sekitarnya, hingga akhirnya
berhasil menaklukan pemberontakan Teka Iku pada tahun 1885 di Sikka
(Maumere).
Sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, wilayah
Flores telah berdiri kerajaan-kerajaan kecil diantaranya; Kerajaan
Adonara, Kerajaan Larantuka, Kerajaan Kangae (Sikka), Kerajaan Ende,
Kerajaan Manggarai. Kemudian Portugis mendirikan Kerajaan Nita pada
tahun 1600-an.
Di Ende, Kerajaan Ende sudah berdiri sekitar
tahun 1400-an dengan raja pertamanya adalah; Djari Jawa yang disebut
juga Raja Harun asal Jawa. Atas dukungan Kerajaan Gowa dan Bima,
eksistensi kerajaan Ende sangat kuat sehingga hubungan kerajaan Ende dan
Bima semakin mesrah sampai kepada masa kepemimpinan Raja Indra Dewa.
Wilayah ini kerap terjadi basis peperangan antara Portugis dengan laskar
kerajaan Bima dan Gowa untuk merebut pengaruh di Ende.
Meski
kerajaan Ende sudah berdiri, namun raja Ende belum mampu melakukan
ekspansi hingga ke wilayah-wilayah Lio yang masih kuat dengan sistem
kepemimpinan kolektif kolegial yang meletakkan kekuatan spiritual
pimpinan tertingginya pada mosalaki. Hingga pada tahun 1907 wilayah Lio
mulai tersentuh oleh pengaruh Belanda yang mendirikan kerajaan Tanah
Kunu Lima (LIO) pada tahun 1914 yang kemudian diresmihkan tahun 1917
dibawah pemerintahan Raja Pius Rasi Wangge-. Kendati demikian, sebagaian
besar wilayah Lio diantaranya; Mego, Mbengu, Lekeba'i, Nanga Blo, dan
sekitarnya telah diklaim secara "de facto" masuk wilayah Maumere oleh
Belanda dibawah kendali Kerajaan Kangae.
Menurut catatan
sejarah Kerajaan Kangae adalah sebuah kerajaan tradisional, yang
didirikan oleh Moa Bemu Aja, seorang keturunan Rae Raja asal dari
Banggala-Siam Umalaju (Bangladesh) sekitar tahun 900. Wilayahnya
mencakup wilayah Hook Hewer Kringa, Werang, Doreng, Waigete, Wolokoli,
Hewokloang, Ili, Wetakara, Nele, Koting dan Nita, atau disebut Nulan
Ular Tana Loran. Kerajaan Kangae mencatat 38 Raja Adat dan seorang Raja
Koloni Belanda yakni Ratu Nai Juje (1902-1925).
Wilayah
Maumere, Lio (Sikka) dan Palue masuk Kerajaan Maumere pada tahun 1902.
Asumsi ini bersumber dari beberapa referensi "buku Sejarah Lokal NTT dan
kabupaten SIKKA", dan Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTT,
Pemberontakan Teka, Pelangi Sikka dan lain sebagainya:
Kontrak Korte Verklaring;
Pada tahun 1735 Belanda sudah mengadakan perjanjian dengan raja-raja
kecil di Timor, Solor, dan Sumba, untuk monopoli dagang Belanda dan juga
mengakui kedaulatan Belanda. Usaha itu terus di lanjutkan secara
berkesinambungan sehingga dari tahun 1900-1927 telah terjadi 73 buah
kontrak korte verklaring, dengan raja-raja kecil, antara lain kerajaan
kangae yang di buat pada tanggal 8 desember 1902. Imbas dari kontrak
korte Verklaring dengan Raja Kangae ini tersirat adanya kaitan dengan
perubahan wilayah kerajaan, yang dibarengi dengan kesepakatan perbatasan
antara wilayah Onderafdeling yaitu Onderafdeling Maumere-Ende dan
Maumere-Flores timur yang terurai sbb :
Perbatasan Onderafdeling Maumere- Flores Timur;
Dalam kesepakatan ini terjadi perubahan wilayah yaitu wilayah Muhan
dari kerajaan Larantuka (Flores Timur) dimasukan ke dalam kerajaan
Kangae (Maumere). Sedangkan wilayah Hewa dari kerajaan Kangae (Maumere)
dimasukan ke Kerajaan Larantuka.
Perbatasan Onderafdeling Maumere-Ende
Dalam kesepakatan ini terjadi perubahan wilayah yaitu wilayah Palue,
Bu-Mbengu (Paga), Mego Wena (Lekebai) ditarik dari kerajaan Lio (Ende)
dan dimasukan ke kerajaan Sikka (Maumere). Wilayah Mego Wawo (Magepanda)
di tarik dari kerajaan Lio (Ende) dan di masukan ke dalam kerajaan Nita
(Maumere).
Perluasan Wilayah Kerajaan Sikka Kerajaan Sikka
dan kerajaan Nita sudah menjadi wilayah Koloni Belanda sejak 11
September 1885. Ketika itu wilayah kerajaan Sikka meliputi wilayah
Sikka-Lela, Nele, dan Koting. Kerajaan Nita hanya meliputi wilayah Adat
Nita Kesepakatan perbatasan dan korte verklaring 1902 memperluas
wilayah Kerajaan Sikka. Wilayah Doreng, Wolokoli dan Hubin ditarik dari
kerajaan Kangae dan di masukan ke kerajaan Sikka. Wilayah Bu – Mbengu,
Mego Wena, dan Palue ditarik dari Kerajaan Lio (Ende) dan masuk kerajaan
Sikka.
Adanya Peta Wilayah Maumere Pada Masa Teka Broeder
Petrus Laan SVD pada tahun 1904 menulis sejarah Pemberontakan Teka,
dengan melampirkan PETA WILAYAH MAUMERE PADA MASA TEKA. Peta ini
memperlihatkan Wilayah Onderafdeling Ende pada Sebelah Barat.
Onderafdeling Maumere mencakup 3 wilayah kerajaan yaitu, Sikka, Nita dan
Kangae, posisinya seperti uraian tersebut di atas.
Berdasarkan
data-data sejarah tersebut di atas inilah yang dapat menjadi pegangan
bahwa Lio, Palue, dan Muhan telah masuk Onderafdeling Maumere pada tahun
1902. Lio telah menyatu dengan Maumere, berupa etnisitasnya, wilayah
kesatuan adatnya, budayanya, dan tata kemasyarakatnya, terhitung sampai
2013 berarti sudah selama 111 tahun.