Logo

Logo
Latest News
Tuesday, March 12, 2013

SEGREGASI KULTUR LIO KEDALAM ONDERAFDELING MAUMERE DAN ENDE

Foto tahun 1938: Kediaman Asisten Residen di Ende. (Sumber; Museum Trophen Belanda)

Oleh: Marlin Bato
Sumber:
-Longginus Diogo
-History Of Flores,
-Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTT
-Sejarah Lokal NTT dan kabupaten SIKKA
-Pemberontakan Teka,
-Pelangi Sikka,
-Tuturan Lisan,

Setelah hengkangnya Hindia Belanda di tanah Flores, banyak sejarah samar yang hampir terlupakan oleh masyarakat Flores sendiri tentang bagaimana sejarah terbentuknya wilayah administratif kabupaten Sikka dan kabupaten Ende. Oleh karena itu, mengacu dari berbagai sumber maka penulis mencoba merangkum sebuah artikel yang segar dan layak dibaca agar kemudian dapat menjadi pengetahuan sejarah yang dapat diwarisi dari generasi ke generasi.

Sebagai pencerahan mukadima, penulis mengawali cuplikan singkat mengenai dasar historis keberadaan Hindia Belanda di tanah Flores. 1613 adalah tahun yang signifikan dalam sejarah Indonesia Timur. Sebuah armada Belanda di bawah komando Apollonius Scotte (atau Scot) berlayar melalui pulau-pulau. Sebelum tiba di Kupang, Scotte pergi ke Solor dan menyerang benteng di sana dan mengambilnya dari Portugis. Orang-orang Portugis, atau lebih tepatnya, disebut dengan 'Portugis Hitam' melarikan diri ke Larantuka, yang, sejak saat itu, menjadi pusat pendudukan dari Portugis hitam. Belanda pun menyerang Larantuka, tapi gagal untuk mengambil alih wilayah Larantuka.

Adrian van der Velden, wakil komandan Scotte, pergi ke Ende, dan menemukan kehancuran benteng Rendo Rate Rua karena telah dibakar oleh para Bajak Laut yang disinyalir kiriman dari Jawa. Kehadiran Belanda kala itu sangat mengganggu Portugis yang sudah menguasai wilayah Solor sejak tahun 1562, sehingga terjadi pertempuran - pertempuran sengit antara kedua negara penjajah ini. Pertempuran demi pertempuran terus terjadi, sampai akhirnya Hindia Belanda berhasil menancapkan eksistensi dan dominasinya setelah muncul kesepakatan Lisabon tahun 1859 untuk mengakhiri sengketa kedua negara. Dalam perjanjian ini, Portugis menyerahkan sepenuhnya wilayah Flores, Timor dan sekitarnya dibawah kendali Hindia Belanda, tidak termasuk Timor Timur (sekarang Timor Leste). Untuk meneguhkan perjanjian ini, Belanda wajib membayar Upeti kepada Portugis sebesar 80.000 Gulden.

Perlahan tapi pasti, Kolonial Belanda kian memperlihatkan dominasinya lewat agresi-agresi militer ke berbagai wilayah Flores dan sekitarnya, hingga akhirnya berhasil menaklukan pemberontakan Teka Iku pada tahun 1885 di Sikka (Maumere).

Sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, wilayah Flores telah berdiri kerajaan-kerajaan kecil diantaranya; Kerajaan Adonara, Kerajaan Larantuka, Kerajaan Kangae (Sikka), Kerajaan Ende, Kerajaan Manggarai. Kemudian Portugis mendirikan Kerajaan Nita pada tahun 1600-an.

Di Ende, Kerajaan Ende sudah berdiri sekitar tahun 1400-an dengan raja pertamanya adalah; Djari Jawa yang disebut juga Raja Harun asal Jawa. Atas dukungan Kerajaan Gowa dan Bima, eksistensi kerajaan Ende sangat kuat sehingga hubungan kerajaan Ende dan Bima semakin mesrah sampai kepada masa kepemimpinan Raja Indra Dewa. Wilayah ini kerap terjadi basis peperangan antara Portugis dengan laskar kerajaan Bima dan Gowa untuk merebut pengaruh di Ende.

Meski kerajaan Ende sudah berdiri, namun raja Ende belum mampu melakukan ekspansi hingga ke wilayah-wilayah Lio yang masih kuat dengan sistem kepemimpinan kolektif kolegial yang meletakkan kekuatan spiritual pimpinan tertingginya pada mosalaki. Hingga pada tahun 1907 wilayah Lio mulai tersentuh oleh pengaruh Belanda yang mendirikan kerajaan Tanah Kunu Lima (LIO) pada tahun 1914 yang kemudian diresmihkan tahun 1917 dibawah pemerintahan Raja Pius Rasi Wangge-. Kendati demikian, sebagaian besar wilayah Lio diantaranya; Mego, Mbengu, Lekeba'i, Nanga Blo, dan sekitarnya telah diklaim secara "de facto" masuk wilayah Maumere oleh Belanda dibawah kendali Kerajaan Kangae.

Menurut catatan sejarah Kerajaan Kangae adalah sebuah kerajaan tradisional, yang didirikan oleh Moa Bemu Aja, seorang keturunan Rae Raja asal dari Banggala-Siam Umalaju (Bangladesh) sekitar tahun 900. Wilayahnya mencakup wilayah Hook Hewer Kringa, Werang, Doreng, Waigete, Wolokoli, Hewokloang, Ili, Wetakara, Nele, Koting dan Nita, atau disebut Nulan Ular Tana Loran. Kerajaan Kangae mencatat 38 Raja Adat dan seorang Raja Koloni Belanda yakni Ratu Nai Juje (1902-1925).

Wilayah Maumere, Lio (Sikka) dan Palue masuk Kerajaan Maumere pada tahun 1902. Asumsi ini bersumber dari beberapa referensi "buku Sejarah Lokal NTT dan kabupaten SIKKA", dan Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah NTT, Pemberontakan Teka, Pelangi Sikka dan lain sebagainya:

Kontrak Korte Verklaring;
Pada tahun 1735 Belanda sudah mengadakan perjanjian dengan raja-raja kecil di Timor, Solor, dan Sumba, untuk monopoli dagang Belanda dan juga mengakui kedaulatan Belanda. Usaha itu terus di lanjutkan secara berkesinambungan sehingga dari tahun 1900-1927 telah terjadi 73 buah kontrak korte verklaring, dengan raja-raja kecil, antara lain kerajaan kangae yang di buat pada tanggal 8 desember 1902. Imbas dari kontrak korte Verklaring dengan Raja Kangae ini tersirat adanya kaitan dengan perubahan wilayah kerajaan, yang dibarengi dengan kesepakatan perbatasan antara wilayah Onderafdeling yaitu Onderafdeling Maumere-Ende dan Maumere-Flores timur yang terurai sbb :

Perbatasan Onderafdeling Maumere- Flores Timur;
Dalam kesepakatan ini terjadi perubahan wilayah yaitu wilayah Muhan dari kerajaan Larantuka (Flores Timur) dimasukan ke dalam kerajaan Kangae (Maumere). Sedangkan wilayah Hewa dari kerajaan Kangae (Maumere) dimasukan ke Kerajaan Larantuka.

Perbatasan Onderafdeling Maumere-Ende
Dalam kesepakatan ini terjadi perubahan wilayah yaitu wilayah Palue, Bu-Mbengu (Paga), Mego Wena (Lekebai) ditarik dari kerajaan Lio (Ende) dan dimasukan ke kerajaan Sikka (Maumere). Wilayah Mego Wawo (Magepanda) di tarik dari kerajaan Lio (Ende) dan di masukan ke dalam kerajaan Nita (Maumere).

Perluasan Wilayah Kerajaan Sikka
Kerajaan Sikka dan kerajaan Nita sudah menjadi wilayah Koloni Belanda sejak 11 September 1885. Ketika itu wilayah kerajaan Sikka meliputi wilayah Sikka-Lela, Nele, dan Koting. Kerajaan Nita hanya meliputi wilayah Adat Nita
Kesepakatan perbatasan dan korte verklaring 1902 memperluas wilayah Kerajaan Sikka. Wilayah Doreng, Wolokoli dan Hubin ditarik dari kerajaan Kangae dan di masukan ke kerajaan Sikka. Wilayah Bu – Mbengu, Mego Wena, dan Palue ditarik dari Kerajaan Lio (Ende) dan masuk kerajaan Sikka.

Adanya Peta Wilayah Maumere Pada Masa Teka
Broeder Petrus Laan SVD pada tahun 1904 menulis sejarah Pemberontakan Teka, dengan melampirkan PETA WILAYAH MAUMERE PADA MASA TEKA. Peta ini memperlihatkan Wilayah Onderafdeling Ende pada Sebelah Barat. Onderafdeling Maumere mencakup 3 wilayah kerajaan yaitu, Sikka, Nita dan Kangae, posisinya seperti uraian tersebut di atas.

Berdasarkan data-data sejarah tersebut di atas inilah yang dapat menjadi pegangan bahwa Lio, Palue, dan Muhan telah masuk Onderafdeling Maumere pada tahun 1902. Lio telah menyatu dengan Maumere, berupa etnisitasnya, wilayah kesatuan adatnya, budayanya, dan tata kemasyarakatnya, terhitung sampai 2013 berarti sudah selama 111 tahun.

Terimah Kasih. Semoga bermanfaat!!
  • Facebook Comments
Item Reviewed: SEGREGASI KULTUR LIO KEDALAM ONDERAFDELING MAUMERE DAN ENDE Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi