Oleh; Marlin Bato Gambar ini di ambil dari album foto ibu Amelia Kusumawardhani Setiawan
Penganan tradisional asal Ende Lio Flores NTT, Filu (kue cucur) ini memang tidak sulit ditemui di daerah-daerah lain. filu merupakan kuliner tradisional beberapa daerah di Indonesia. Meskipun kue cucur bukan hanya ada di Flores, namun keberadaannya didaerah ini memiliki sejarah yang sulit dilupakan. Penganan dari tepung beras ini di Flores kini masih dapat dijumpai pada ritual-ritual perkawinan dan seremonial lainnya. Dalam pembuatan filu oleh masyarakat setempat, aspek higienis pasti akan selalu diperhatikan.
Pada prinsipnya filu (kue cucur) mempunyai bentuk dan rasa yang tidak jauh berbeda dengan di tempat-tempat lain, seperti halnya di Jakarta misalnya. Bahan-bahan yang akan dijadikan penganan pun hampir sama. Namun di Flores bahan-bahan pembuatan filu jauh lebih tradisional ketimbang di daerah lain. Bentuknya yang panjang lonjong menyerupai daun inilah yang membedakannya hingga mempunyai ciri tersendiri dengan beberapa wilayah lain.
Disinilah uniknya filu Flores, ternyata filu Flores dapat dibuat dengan bahan tambahan lainnya seperti (moke mi) gula aren hasil fermentasi secara tradsional pula yang proses pengolahannya tentu tidak mudah. Hal ini dimaksudkan agar filu yang sudah dimasak, rasanya akan lebih gurih, lembut dan mampu bertahan dalam beberapa hari. Proses memasak pun dilakukan secara tradisional yaitu dengan wajan, tungku api dan kayu bakar.
Meskipun rasanya hanya manis, gurih dan berminyak tetapi filu tetap disuka oleh masyarakat setempat hingga kini. Serat-serat yang terbentuk pada kue serta bagian pinggir yang kering renyah dan sedikit gosong memberi renda cantik pada kue ini. Sensasi legit dan aroma gula aren selalu membuat ketagihan. Filu (kue Cucur) yang paling banyak disukai oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Flores adalah Filu yang ditengahnya agak mentah.
Sebut saja Ibu Maria, (bukan nama sebenarnya – Red). Menurut ibu Maria, pengelola vilu (kue cucur) ini telah berjualan filu di pasar Wolowaru, sejak tahun 1998 yang tinggal disekitar pasar Wolowaru. Cara membuat filu cukup sederhana, yaitu dengan menyediakan bahan baku berupa gula aren, tepung beras, minyak goreng serta berbagai penyedap lain.
Beliau menuturkan, “Dari lapak kecil sampai berkembang menjadi sebuah warung khusus menjual filu, masih menggunakan wajan, tungku api dan kayu bakar,” Proses pengolahan tradisional semacam ini masih dipertahankan dimaksudkan agar hasil masakan filu lebih sempurna ketimbang pakai kompor gas elpiji. ungkapnya !
Dikutip pada kesempatan lain, alasan ibu Maria tidak menggunakan gas elpiji karena aroma filu akan berubah. Tak ada aroma asap dari bara kayu jika dirinya memasak menggunakan gas. Padahal aroma khas itulah yang disukai oleh pembeli sehingga menambah nikmatnya penganan tersebut.
Dulu ibu Maria pun pernah mencoba memasak dengan kompor gas, tetapi hasilnya bentuk filu malah jadi tidak sempurna dan ibu Maria kembali memasak dengan wajan dan kayu bakar. Imbuhnya..!
Apakah anda pengolah dan penikmat Filu ???
Buatlah seperti ibu Maria tersebut. Alhasil, anda pun tidak akan kecewa…!!
Maaf, cerita redaksi ini hanya inspirasi semata. Nama tokoh, waktu dan tempat hanyalah fiksi belaka. Namun teori ini dapat mendukung kebenaran tradisi masyarakat Flores.