"Lise" adalah salah satu clan yang terbesar diwilayah suku Lio. Asal muasal ata Lise bermula dari sosok seorang perempuan yang menjadi instrumen terpenting dalam menentukan pilar - pilar eksistensi ata Lise. Berdasarkan fakta sejarah yang dapat dipercaya, Lise muncul dari garis keturunan Wawo yang mendiami 'Nua Lise' wilayah Ndunggi lo'o sekitar perbukitan Wolowaru. Selain Lise, hadir pula keturunan anak laki-laki Wawo yang lainnya yaitu; Bajo Wawo, Fowo Wawo dan Jeke Wawo yang juga mendiami kitaran wilayah Wolowaru. Dalam struktur tradisi adat yang dianut masyarakat Lio secara umum diturunkan melalui sistem patrilineal yaitu; Laki-laki tertua sebagai penentu kebijakan sekaligus menjadi gen pewaris tahkta adat. Namun tidak dapat dipungkiri, suku Lio juga pernah melegitimasikan sistem matrilineal seperti yang terjadi pada sosok Lise yang menurunkan anak cucunya dan menyebar kesebagian besar suku Lio dengan sebutan yang akrab ditelinga yaitu; "Ata Lise". Selain itu, sistem matrilineal juga pernah terjadi pada sosok wanita bernama 'Kewa Woda', yang menjadi 'Laki Nia Lawo Lambu', diwilayah Tana Unggu dengan dasar "Te'e no'o tana, lani no'o watu".
Cerita mengenai Ata Lise, sebenarnya bermula dari perbedaan presepsi diantara Bajo, Fowo dan Jeke keturunan langsung dari Wawo dan akhirnya menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan hingga kini. Maaf, tulisan ini tidak bermaksud untuk menimbukan konflik horisontal, namun hanya sebagai bahan rekonsiliasi secara menyeluruh agar menjadi penyegaran yang sangat berharga. Melihat ketegangan-ketegangan yang terus terjadi, Wawo sebagai sang ayah pun mengambil sebuah keputusan yang fantastis yaitu menurunkan dan menetapkan Lise anak perempuannya sebagai pewaris adat untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Ini adalah sistem matrilineal pertama kali diterapkan sepanjang sejarah peradaban suku Lio. Berdasarkan sistem inilah yang memunculkan istilah dalam bahasa Lio yaitu; 'Lise Tana Pire'. Lise Tana Pire adalah sebuah sebutan atau julukan sebagai wujud penghormatan kepada Ibu kandungnya orang Lise.
Pada mulanya sekitar 20 generasi yang lalu, Clan Lise hanya mencakup wilayah wolowaru dan sekitarnya saja, sekarang dikenal dengan sebutan "Lise Detu". Berdasarkan historia sejarah, Clan Lise tentu sudah banyak kali melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah - wilayah lain yang dikenal dengan sebutan "Wika". Sudah tentu proses melakukan wika pun didasari alasan logis, semisal timbulnya perlakuan tidak terpuji oleh pihak lain. Jadi, wika itu tidak serta merta didasari oleh arogansi orang Lise melainkan beberapa alasan tadi atau alasan lainnya. Harap, tidak keliru dengan point tersebut diatas. Hal ini dikemukakan karena ada pula beberapa presepsi yang mengatakan orang Lise cenderung arogan untuk menguasai wilayah-wilayah pihak lain. Salah satu bentuk Indoktrinasi yang digunakan oleh orang Lise adalah strategi "Guta" atau perang demi mempertahankan hegemoninya. Dalam melakukan ekspansi, orang Lise mempunyai banyak catatan sejarah memenangkan peperangan karena didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Lise dan sebagian persekutuan Tana Kunu Lima. Selain dengan wika, adapun pengalihan kepemilikan hak ulayat wilayah berdasarkan cara-cara lain yaitu; Modhi mase, Tase (semacam menguji kesaktian) dan melalui Nipi (mimpi).
Setelah memenangkan perang atau merebut wilayah, biasanya dilakukan Mopo. 'Mopo' adalah ritual penetapan batas tanah yang berhasil direbut.
Setelah sekian kali melakukan ekspansi, wilayah Lise diperluas dan terklasifikasi kedalam tiga besar yaitu; Lise Tana Telu
1. Tana Bajo Wawo (Lise Detu & Lise lowobora) dengan cakupan wilayah Kelisoke, Wolowaru dan sekitarnya.
2. Tana Kune Watu Mara (Kunemara) atau disebut Lise Kuru Lande, dengan cakupan wilayah Kuru Lande keseluruhan termasuk, ata Bu, ata Mego, ata Mbengu dan lain-lain.
3. Tana Tu atau disebut Lise Nggonderia dengan cakupan wilayah Wololele, Mulawatu, Watuneso, Woloaro, Nua Tola dan sebagainya.
Seiring 'Lise Tana Telu' berkibar, orang Lise adalah bagian yang tidak terpisahkan dari 'Tana Kunu Lima'. Tana Kunu Lima adalah penyatuan dari beberapa clan-clan suku Lio di pulau Flores yang berasal dari lima keturunan besar yang semuanya adalah garis keturunan dari Lio Laka;
1. Embu Rasi
2. Bajo Wawo
3. Kunemara
4. Embu Mbipi
5. Ata Tu/Henda
Sehingga tidaklah mengherankan bahwa ketika Kolonial Belanda melakukan ekspansi diwilayah Lio sekitar tahun 1909, mengalami kendala karena topoggrafis dan geografis Lio tidak mendukung. Oleh karena itu Kolonial Belanda menggunakan strategi penyatuan untuk melunakan para pemerintahan adat Lio dengan mendirikan Kerajaan Tana Kunu Lima yang dipimpin oleh Raja Pius Rasi Wangge pada tahun 1914. Kemudian pada 1917 pemerintah Belanda menerbitkan Surat Keputusan demi eksistensi Kerajaan Tana Kunu Lima. Pada tahun 1924, Belanda menyatukan Kerajaan Ndona di Ende dan Kerajaan Tana Kunu Lima lalu mengubah kerajaan Tana Kunu Lima menjadi Kerajaan Lio dibawah kepemimpinan Raja Pius Rasi Wangge. Harus diingat juga, dalam melakukan ekspansinya, Belanda tidak pernah menjajah orang Lio atau orang Flores secara keseluruhan karena hal ini akan menjadi beban tersendiri dan hal yang menyulitkan bagi keberadaan mereka. Ini tentu sangat bertolak belakang dengan pulau-pulau lain di-Nusantara ini yang pernah dijajah Belanda. Episode yang akan datang, akan diulas tentang Ritual "GUTA" perang tradisional Suku Lio.
Terimakasih !!!!
Penulis, Marlin Bato
Narasumber, Yulius Balu (Laki Nia Lawo Lambu Tana Unggu)
P. Paul Arndt. SVD
Cerita mengenai Ata Lise, sebenarnya bermula dari perbedaan presepsi diantara Bajo, Fowo dan Jeke keturunan langsung dari Wawo dan akhirnya menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan hingga kini. Maaf, tulisan ini tidak bermaksud untuk menimbukan konflik horisontal, namun hanya sebagai bahan rekonsiliasi secara menyeluruh agar menjadi penyegaran yang sangat berharga. Melihat ketegangan-ketegangan yang terus terjadi, Wawo sebagai sang ayah pun mengambil sebuah keputusan yang fantastis yaitu menurunkan dan menetapkan Lise anak perempuannya sebagai pewaris adat untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Ini adalah sistem matrilineal pertama kali diterapkan sepanjang sejarah peradaban suku Lio. Berdasarkan sistem inilah yang memunculkan istilah dalam bahasa Lio yaitu; 'Lise Tana Pire'. Lise Tana Pire adalah sebuah sebutan atau julukan sebagai wujud penghormatan kepada Ibu kandungnya orang Lise.
Pada mulanya sekitar 20 generasi yang lalu, Clan Lise hanya mencakup wilayah wolowaru dan sekitarnya saja, sekarang dikenal dengan sebutan "Lise Detu". Berdasarkan historia sejarah, Clan Lise tentu sudah banyak kali melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah - wilayah lain yang dikenal dengan sebutan "Wika". Sudah tentu proses melakukan wika pun didasari alasan logis, semisal timbulnya perlakuan tidak terpuji oleh pihak lain. Jadi, wika itu tidak serta merta didasari oleh arogansi orang Lise melainkan beberapa alasan tadi atau alasan lainnya. Harap, tidak keliru dengan point tersebut diatas. Hal ini dikemukakan karena ada pula beberapa presepsi yang mengatakan orang Lise cenderung arogan untuk menguasai wilayah-wilayah pihak lain. Salah satu bentuk Indoktrinasi yang digunakan oleh orang Lise adalah strategi "Guta" atau perang demi mempertahankan hegemoninya. Dalam melakukan ekspansi, orang Lise mempunyai banyak catatan sejarah memenangkan peperangan karena didukung oleh seluruh lapisan masyarakat Lise dan sebagian persekutuan Tana Kunu Lima. Selain dengan wika, adapun pengalihan kepemilikan hak ulayat wilayah berdasarkan cara-cara lain yaitu; Modhi mase, Tase (semacam menguji kesaktian) dan melalui Nipi (mimpi).
Setelah memenangkan perang atau merebut wilayah, biasanya dilakukan Mopo. 'Mopo' adalah ritual penetapan batas tanah yang berhasil direbut.
Setelah sekian kali melakukan ekspansi, wilayah Lise diperluas dan terklasifikasi kedalam tiga besar yaitu; Lise Tana Telu
1. Tana Bajo Wawo (Lise Detu & Lise lowobora) dengan cakupan wilayah Kelisoke, Wolowaru dan sekitarnya.
2. Tana Kune Watu Mara (Kunemara) atau disebut Lise Kuru Lande, dengan cakupan wilayah Kuru Lande keseluruhan termasuk, ata Bu, ata Mego, ata Mbengu dan lain-lain.
3. Tana Tu atau disebut Lise Nggonderia dengan cakupan wilayah Wololele, Mulawatu, Watuneso, Woloaro, Nua Tola dan sebagainya.
Seiring 'Lise Tana Telu' berkibar, orang Lise adalah bagian yang tidak terpisahkan dari 'Tana Kunu Lima'. Tana Kunu Lima adalah penyatuan dari beberapa clan-clan suku Lio di pulau Flores yang berasal dari lima keturunan besar yang semuanya adalah garis keturunan dari Lio Laka;
1. Embu Rasi
2. Bajo Wawo
3. Kunemara
4. Embu Mbipi
5. Ata Tu/Henda
Sehingga tidaklah mengherankan bahwa ketika Kolonial Belanda melakukan ekspansi diwilayah Lio sekitar tahun 1909, mengalami kendala karena topoggrafis dan geografis Lio tidak mendukung. Oleh karena itu Kolonial Belanda menggunakan strategi penyatuan untuk melunakan para pemerintahan adat Lio dengan mendirikan Kerajaan Tana Kunu Lima yang dipimpin oleh Raja Pius Rasi Wangge pada tahun 1914. Kemudian pada 1917 pemerintah Belanda menerbitkan Surat Keputusan demi eksistensi Kerajaan Tana Kunu Lima. Pada tahun 1924, Belanda menyatukan Kerajaan Ndona di Ende dan Kerajaan Tana Kunu Lima lalu mengubah kerajaan Tana Kunu Lima menjadi Kerajaan Lio dibawah kepemimpinan Raja Pius Rasi Wangge. Harus diingat juga, dalam melakukan ekspansinya, Belanda tidak pernah menjajah orang Lio atau orang Flores secara keseluruhan karena hal ini akan menjadi beban tersendiri dan hal yang menyulitkan bagi keberadaan mereka. Ini tentu sangat bertolak belakang dengan pulau-pulau lain di-Nusantara ini yang pernah dijajah Belanda. Episode yang akan datang, akan diulas tentang Ritual "GUTA" perang tradisional Suku Lio.
Terimakasih !!!!
Penulis, Marlin Bato
Narasumber, Yulius Balu (Laki Nia Lawo Lambu Tana Unggu)
P. Paul Arndt. SVD
WANES-LISE