Pengertian Umum
Menurut Dr. Gorys Keraf mantan guru besar tata bahasa Indonesia. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berupa lambang bunyi suara yang mana dengannya suatu anggota masyarakat dapat bertukar pikiran, ide dan bekerja sama . Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat vital bagi manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk menghubungkan perbedaan, persamaan serta berbagai dialektika perabadan dari zaman kuno hingga sekarang. Tanpa bahasa seolah-olah dunia ini terasa gelap gulita. Bahasa timbul dari kesewenang-wenangan suatu kelompok masyarakat dimana mereka menyetujui akan bahasa yang timbul tersebut. Dalam hidup ini adalah kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk hidup lainnya. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Selain itu bahasa juga merupakan aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu secara lisan maupun tertulis ataupun isyarat) orang akan melakukan komunikasi dan kontrak sosial. Bahasa juga mencerminkan kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku. Sedangkan Tata tulis merupakan kaida umum penulisan yang baik dan benar.
Selayang Pandang
Sebelum mengulas lebih dalam, baiknya kita memberikan penghormatan kepada seorang misionaris karismatik bidang Etnolog yaitu Alm. P. Paul Arndt. SVD (Lahir 10 Januari 1886 di Rasselwitz/Schlesia dulu wilayah Jerman, sekarang wilayah Polandia dan wafat 20 Novembar 1962 di Todabelu Mataloko Flores NTT. Beliau adalah sosok yang sangat berjasah karena telah memprakarsai sistem tulis bahasa Lio . Sistem tulis bahasa Lio ini dimunculkan pertama kali oleh beliau dalam buku "Li'onesisch-Deutsches Worterbuch (Kamus Dwibahasa Lio- Jerman) yang diterbitkan tahun 1933. Secara De facto, tata tulis dalam buku-buku keagamaan yang dipergunakan secara luas seperti Katekismus, Jala da Gheta Surga, dan Injil dalam bahasa Lio karangan Petrus Pora. BA umumnya mengikuti tata tulis yang digunakan P. Paul Arndt. SVD.
Bahasa Lio dan Tata Tulis
Dalam Bahasa Lio, sarana komunikasi dan interaksi suku Lio disebut dengan 'Sara Lio'. Sara Lio terdiri dari beragam dialek seperti; Dialek Lio-Ende, Mbuli/Nggela, Lise, Mbengu, Mego dan lain sebagainya. Dari semua dialek mengandung penulisan dan pengertian yang berbeda pula. Kendati demikian, sebagai suku yang terbesar mendiami pulau Flores, suku Lio tentunya dapat berkomunikasi dan berinteraksi meskipun mengggunakan dialek yang berbeda. Pada intinya, dalam membangun kultur sosial budaya, Suku Lio tetap menggunakan 'Sara Lio' bahasa pemersatu yang dapat mempertemukan perbedaan-perbedaan itu.
Tata tulis "sara lio"
Sampai saat ini belum ada kesepakatan perihal tata tulis bahasa Lio. Karena itu, dalam buku-buku yang diterbitkan Pusat Penelitian Candraditya dan Nusa Indah Ende serta percetakan Arnoldus Ende selalu mengacu dan mempertahankan tata tulis yang digunakan ole Paul Arndt dan disesuaikan dengan penggunaan huruf-huruf dan tanda baca yang mengacu pada Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) sehingga Huruf 'DZ' dalam tulisan Arndt diubah menjadi 'J'. Diperhatikan juga tata tulis yang kini diterima umum diwilayah Lio, sehingga tulisan "VOLO VARU, VATU NESO, VOLO JITA, misalnya, diubah menjadi, "WOLOWARU, WATUNESO, WOLOJITA".
Kendatipun masing-masing berstatus fonem, namun vocal pepet dan teleng dilambangkan dengan tanda atau huruf yang sama, sebagaimana dalam Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Jika mengacu pada bahasa Indonesia maka dalam bahasa tulis mutakhir, kedua fonem itu juga dilambangkan dengan "e" saja. Tanda trema tidak perluh digunakan. Walaupun demikian, untuk membantu pembaca asing tentu harus menggunakan trema. Patut disampaikan bahwa vocal pepet umumnya tidak didistribusikan pada akhir kata, sehingga penutur asli bahasa Lio serta merta melafalkan huruf "e" diakhir kata khususnya sebagai vocal depan atau teleng, bukan vocal tengah atau pepet. Sudah tentu homografi bagi kedua vocal itu menyulitkan bagi mereka yang bukan penutur asli.
Digunakan pula apostrof /'/ untuk fonem glotalstop. Karena itu tulisan Dua` Nggae` dalam naska paul Arndt diubah menjadi Du'a Ngga'e`. Sementara itu, penulisan fonem implosif tetap mengacu tetap mengikuti tulisan naska Arndt. Berarti tulisan dwihuruf; " bh, dh, dan gh" tetap dipertahankan hingga kini.
Penulisan kata turunan seperti; leisawe, leidema, leimbeja, demikian juga kata wuamesu, mbokolonggo, nakanio, matakobe, gerugiwa ditulis dalam satu kesatuan grafis, tidak dipisahkan menjadi; lei sawe, lei dema, lei mbeja, wua mesu, naka nio, mata kobe, dan sebaginya. Bentuk-bentuk derivasi dengan formasi "ola dan ata" juga dirangkaikan. Bentuk olakema, olanara, olameko, olatonda, olamuri, olagare, atamata, ataji'e, atafai, atahaki, ataho'o mengandung satu makna.
Sistem silabi (suku kata) juga menjadi acuan dalam pemenggalan kata. Bahasa Lio adalah bahasa vocalis yang struktur katanya dibangun dengan silabi terbuka. Dengan demikian pemenggalan kata; "Longgo" menjadi Lo-nggo bukan Long-go. Nggebha menjadi; Ngge-bha bukan Nggeb-ha. demikian juga dengan pemenggalan struktur kata lainnya.
Menimbang kearifan dan pemikiran briliant yang dipersembahkan oleh Paul Arndt seorang Etnolog Pionir tersebut, ini berarti naska-naska karya Beliau turut mempertegas bahwa Bahasa dan Tata Tulis yang digunakan hingga kini adalah keputusan Final untuk dijadikan mutiara yang paling berharga.
Penulis, Marlin Bato
Sumber : Keraf, Gorys. 1987. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar). Komposisi (1984),
"Du'a Ngga'e", das Hochste Wesen Im Lio-Gibet (Mittel-Flores)", Annali Lateranensi (1939) 3: 142-210.
WANES-LISE