“..Ikan..!! Ikan..!! ..sepuluh ribu..!! ..Ikan..!!!!”
Sang Mances masih asik angguk-anggukkan kepala ikuti dentum sang musik taksi kota yang cadas (sambil terus tersenyum dan sesekali bersenandung riang).. ketika sukma diam ini sontak tersentak lagi.. dan lagi.. pada kelebat sosok-sosok suci itu..
[..sucinya sang Cikal Bumi Ende.."]
“..ikan..!! ..ikan..!! ..sepuluh ribu.. Ikan..!!!”
Oh… sang Bocah suci..
Iya… Iya… kelompok Bocah bergonti-ganti personal terbatas yang hampir setiap siang melintas di depan Perumnas teriakkan kata senada: “Ikan..!! Ikan…!! Ikan..!!”.
Kemarin dulu, melanjut “..sepuluh ribu!!”, minggu lalu “..dua puluh lima ribu..!!”, bulan lalu “..limabelas ribu..!!” , dua bulan lalu sempat pula “sepuluh ribu tiga..!!” ..untuk ikan dengan ukuran & jenis yang sama.
Ach..!! Teriakannya begitu tipis meski nyaring.. mengiris-iris bathin ini.
Sebagian Bocah, dengan rambut kering bercabang kekuningan.. dengan lengan gontai berbalut kulit tipis kecoklatan berbalur rona kekuningan ‘tak lazim menjinjing ikan.. di sela tarikan dan hembusan napas tersengal dari kedua lubang hidungnya yang penuh oleh aliran stagnant sekret kuning kehijauan.. dengan dada yang kembang kempis tonjolkan gurat deretan tulang rusuk mungilnya.. di balik T-shirt seadanya.. di atas area lambung-limpha-lever-pancreas-renal yang tampil membuncit.
..imbas deraan endemi Malaria sedari Batita-kah?.. luluk lantak dan sudah sedemikian dini letihkah kinerja organ-organ sensitifmu..
…. atau akibat yang lain, Dik?
Bocah kesayangan sang Bumi Ende… mengapa bisa..????
Bagaimana peran setiap sektor terkait selama ini…? Terlampau sulitkah kendalanya..?? Begitu kompleks-kah sehingga musti (………. speechless )
Meski senyatanya memang tidak semuanya semiris itu.
Ada pula yang tampak begitu “kekar” dan ber”energi”. Berbalut kulit coklat mengkilap.. dengan tatapan yang. . .
..kembali menyentak kuat bathin ini.
Ooh, t’lah tergusur ke mana senyum riangmu, Bocah kesayangan..??
Peluhmu begitu deras basahi poni rambut kecoklatanmu. Terlampau beratkah beban ikan yang musti kau tenteng berkilo-kilo meter itu? Belum lakukah sedari di depan Puskesmas tadi, Dik?
Ke mana Ayahmu, Dik..? Sedang apa Bundamu?? Sedang sehat atau tidakkah mereka? Mengapa harus Engkau yang menjajakan ikan di siang terlampau terik begitu..?? Sudah makan siangkah dirimu, tadi? Hauskah, detik ini?
..bersekolah atau tidakkah engkau, Dik? Di mana? Kelas berapa? Tadi berangkat ke Sekolahkah atau tidak? Masuk atau tidakkah Gurumu?
..apa sudah sempat mengulang mata pelajaran, sedari pulang sekolah tadi, Dik? Ada tidakkah PR dari Gurumu hari ini?
Ooh….
“Ade, kamu jual barapa, ka? ..sepulu ribu? SIP..!! .. Kaka beli satu ee“, suara riang Mances buyarkan sesaat tanya benakku.. Seikat ikan segar bawaan sang Cikal pun segera berpindah tangan ke Abang Kondektur di belakang. Segera ditenteng ke kediaman Mances untuk hidangan makan malam Keluarganya...