Patung Mithridates VI (kiri) dan Lucius Licinius Lucullus (kanan)
MB.com, SEJARAH -- Peperangan urung berkobar karena sebuah meteor jatuh di tengah medan pertempuran. Pasukan lari tunggang-langgang. Kerajaan Roma berkembang
pesat dan terus meluaskan kekuasaan politiknya ke wilayah Timur melalui
Asia Kecil. Beberapa kerajaan merdeka di wilayah tersebut melawan. Salah
satunya Kerajaan Pontus.
Berpusat di Sinope, dekat
Laut Hitam, Pontus adalah kerajaan hellenistik (bercorak budaya campuran
Persia-Yunani) yang berdiri tahun 281 SM. Pontus mencapai puncak
keemasaannya pada masa kekuasaan Raja Mithridates VI. Dia mempunyai
agenda politik yang anti terhadap segala hal berbau Romawi.
Peperangan pun terjadi.
Sejarah mencatat, terjadi tiga kali perang Pontus-Roma: Perang
Mithridatic I (88-84 SM), Mithridatic II (83-81 SM), dan Mithridatic III
(75-63 SM).
Perang Mithridatic III
dipicu oleh kegagalan Mithridates VI menjatuhkan Raja Nicomedes IV dari
Bithynia, kerajaan hellenistik di pesisir Laut Hitam yang dikendalikan
Roma. Kegagalan ini membuat Roma ikut campur, bahkan berupaya
menjatuhkan Mithridates VI sekaligus menjadikan Pontus yang kaya sebagai
provinsinya. Lucius Licinius Lucullus, seorang politisi, memimpin
pasukan Roma dalam Perang Mithridatic III.
Pada suatu waktu antara
tahun 74-70 SM, Lucullus bermaksud melakukan serangan mendadak ke Pontus
ketika Mithridates VI sedang pergi dengan pasukannya. Namun dia justru
dikejutkan oleh kemunculan pasukan Pontus yang dipimpin Mithridates VI.
Kedua pasukan pun bersiap perang di Otroea, dekat Danau Iznik di Turki
modern.
“Ketika kedua pasukan
sedang bersiap-siap untuk bertempur, tiba-tiba langit terbelah dan di
antara kedua pasukan tampaknya telah jatuh sebuah meteor besar yang
terbakar, bentuknya menyerupai sebuah tong berwarna perak yang panas,”
ujar Plutarch, sejarawan Yunani, seperti dikutip James Ussher dkk dalam The Annals of the World, Volume 1.
Kedua pasukan terkejut dan
memilih lari meninggalkan medan perang. Mereka menafsirkan fenomena alam
ini sebagai pertanda buruk dari dewa mereka masing-masing.
“Adalah benar jika orang-orang Roma pada masa itu takut dengan komet, bintang jatuh, dan meteor,” tulis Adrienne Mayor dalam The Poison King: The Life and Legend of Mithradates, Rome’s Deadliest Enemy.
Sejarawan modern kerap
melupakan peristiwa itu. Namun Richard Stothers, seorang peneliti NASA
yang ahli dalam mengobservasi peristiwa-peristiwa astronomi di masa
kuno, memiliki sedikit penjelasan mengenai jenis meteor yang jatuh
tersebut.
“Karena ada ribuan saksi
yang melihat dari jarak dekat, Stothers meyakini laporan dari Plutarch
otentik. Munculnya cahaya yang amat menyilaukan di siang hari itu
mengindikasikan besarnya dampak getaran yang dihasilkan meteor ini.
Stothers mengestimasi ukuran lingkar objek tersebut lebih dari 4 kaki
(121 cm),” tulis Adrienne.
Perang antara Lucullus dan Mithridates VI batal karena peristiwa ini. Dan nasib buruk pun menimpa mereka setelahnya. Karena dianggap tak kompeten, Lucullus
dicopot dari jabatannya sebagai pemimpin pasukan. Dia digantikan Pompey,
jenderal Roma yang kemudian menaklukkan Pontus dan mengakhiri Perang
Mithridiatic III. Mithridates VI memilih bunuh diri daripada tertangkap
pasukan Roma.
Historia