Pulau Flores ternyata menyimpan banyak kekayaan alam yang luar biasa indahnya. Pulau yang dijuluki 'NUSA NIPA' oleh masyarakat setempat, atau 'CABO DE FLORES' dari bahasa Portugis oleh M. S Cabot hingga akhirnya diresmikan Jenderal Hendrik Brouwer berkebangsaan Belanda pada tahun 1636 ini memang pantas disebut Pesona Dunia. Hal ini tentu dikarenakan banyaknya misteri alam yang tidak pernah terungkap seperti keajaiban tempat - tempat wisata yang kita ketahui sebagaimana halnya danau Kelimutu. Kelimutu berasal dari kata 'KELI' yang berarti gunung dan 'MUTU' yang berarti mendidih. Danau tiga warna ini ditemukan oleh Van Such Telen, warga negara Belanda, tahun 1915. Kekayaan alam yang dimiliki Taman Nasional Kelimutu juga ditunjang oleh seni budaya berupa rumah adat, tarian tradisional dan kerajinan tenun ikat yang merupakan ciri khas masyarakat setempat. Pembuatan tenun ikat sangat menarik perhatian pengunjung, karena didasari oleh seni dan imajinasi yang sangat tinggi dan berbeda dengan pembuatan tenun ikat lainnya di Indonesia. Menurut Legenda masyarakat setempat, selain panorama dan keindahan alamnya, Kelimutu juga memiliki daya magis yang luar biasa sehingga masyarakat sangat meyakini adanya kehidupan lain dibalik misteri danau kelimutu. Disetiap kawah danau kelimutu tersebut memiliki makna yang mengandung kegaiban itu sendiri. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang cukup bernilai tinggi, kelimutu juga memiliki keunikan dan nilai astetika yang menarik yaitu dengan adanya tiga buah danau berwarna dan berada dipuncak Gunung Kelimutu (1.690 meter dari permukaan laut). Danau pertama bernama Tiwu Ata Mbupu (danau arwah para orang tua). Masyarakat disekitar puncak Kelimutu (Desa Moni, Ko'a Nara) meyakini Tiwu ata Mbupu ini adalah danau yang dihuni oleh arwa para orang tua yang memberikan ketenangan dan kesuburan. Danau yang kedua bernama Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai (danau arwah muda-mudi. Danau ini dihuni oleh arwa para muda - mudi yang melambangkan cinta kasih yang tulus antara pria dan wanita. Danau ketiga bernama Tiwu Ata Polo (danau arwah para tukang tenung atau suanggi). Danau Ata Polo ini dan danau Nuwa muri tadi letaknya sangat berdekatan, sedangkan danau Ata Mbupu terletak menyendiri sekitar 1,5 km di bagian Barat. Danau ketiga ini di huni oleh arwah - arwah para tukang tenung atau lebih dikenal dengan sebutan Suanggi atau kalau di Bali disebut Leak (hantu jadi - jadian). Pada bagian inilah yang melengkapi artikel saya beberapa waktu lalu berjudul 'Ata Polo' yang sudah muncul berabad - abad lampau. Karena letaknya yang terpisah, danau ini kerap menunjukan kesan kedigdayaan dan keangkeran sehingga masyarakat sekitar meyakini adanya hal - hal yang bersifat gaib bermukim di danau kelimutu ini. Pada saat - saat tertentu, masyarakat setempat melalui mosalaki sebagai kepala suku melakukan ritual khusus (sesajen) untuk memberih makan kepada arwah - arwah yang mendiami danau kelimutu. Hal ini di maksudkan untuk meminta kesuburan dan menjaga keselamatan warga yang tinggal di sekitar danau kelimutu. Untuk menguatkan bukti kegaiban danau kelimutu tersebut masyarakat yang tinggal di sekitar danau dengan bijak membuat sebuah Plang yang bertuliskan sebagai berikut; Jangan mengambil sesuatu kecuali gambar (Indonesia)
ma'e medi mai rewo ta menga gambar foto (Lio)
dont take anything axcept picture (Inggris)
Jangan membunuh sesuatu kecuali waktu (Indonesia)
ma'e tau mata rewo ta menga nala/hibu (Lio)
dont kill anything axcept time (Inggris)
Jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak (Indonesia)
ma'e welu tau rewo ta menga la'e/ola (Lio)
dont leave anything axcept step (Inggris)
Hal ini dimaksudkan agar setiap wisatawan yang berkujung ke danau ini harus mematuhi larangan ini demi menjaga keselamatannya sendiri. Satu hal yang patut ketahui bersama, Masyarakat Lio pada umumnya sangat percaya bahwa setiap orang Flores yang sudah meninggal pasti akan bersemayam di sini, di antara ketiga kawah, danau Kelimutu, rumah kita sendiri. Oleh karena itu, kita diharapkan senantiasa mempromosikan pesona wisata dunia supaya lebih tersohor sampai ke seantero dunia dan setidaknya kita menata, menata, serta menata karena disinilah tempat persemayaman kita yang terakhir di danau 'KELIMUTU'.
Penulis, Marlin Bato
Mahasiswa Univ. Bung karno
Jakarta Indonesia
Sumber; Data Lisan dan data sekunder.